Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menyoal Kebijakan AS yang Mengategorikan Indonesia sebagai Negara Maju

22 Februari 2020   11:49 Diperbarui: 23 Februari 2020   14:54 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Dokumentasi pribadi

Penulis terkejut ketika membaca berita di situs berita Kompas bahwa kebijakan baru Office of the US Trade Representative (USTR) Amerika Serikat (AS) mengeluarkan Indonesia dari daftar Developing and Least-Developed Countries sejak 10 Februari 2020.

Artinya, saat ini Indonesia tercatat di mata AS bahkan dunia secara keseluruhan bahwa Indonesia berhasil menduduki posisi negara maju atau setidaknya mandiri mengurus diri sendiri.

Dampak dari kebijakan ini cenderung membuat perdagangan Indonesia menjadi buntung. Betapa tidak, Special Differential Treatment (SDT) yang tersedia dalam WTO Agreement on Subsidies and Countervailing Measures tidak lagi berlaku bagi Indonesia. 

Fasilitas-fasilitas dikurangi, ekspor barang-barang Indonesia bakal kena tarif tinggi (pajak dan bea).

Sama seperti Menko Bidang Perekonomian Airlangga, penulis tidak khawatir secara berlebihan dengan kebijakan tersebut. Akan tetapi, apakah keputusan ini berdasarkan riset dan fakta yang terjadi di lapangan atau keputusan ini berdasarkan penilaian sepintas yang sejatinya tidak perlu dipertimbangkan dalam hubungan perdagangan.

Penulis menilai AS mengambil keputusan atas persepsi mereka sendiri tanpa melihat hal-hal fundamental yang bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan ini.

Untuk apa penulis mengkritik keputusan ini? Pengambilan keputusan berdasarkan persepsi sendiri bisa saja menjadi kombinasi dari penggunaan otoritas yang berlebihan. 

Sebagai negara super power, AS mengambil keputusan seenaknya saja bahkan dapat dikatakan sepihak tanpa melihat kepentingan negara-negara yang sejatinya masih membutuhkan hubungan internasional terutama di bidang ekonomi dengan negara lain.

Hal tersebut bukan sebuah fenomena baru, AS dibawah kepemimpinan Donald Trump kerap kali mengambil keputusan secara sepihak tanpa mempertimbangkan unsur-unsur lain yang sejatinya akan berpengaruh pada hubungan internasional. 

Misalnya ketegangan dengan Iran yang belum menemukan titik temu adalah dampak dari kebijakan AS secara sepihak atau atas dasar persepsi mereka sendiri.

Memang, hubungan internasional antara AS dengan Indonesia tidak akan berpengaruh separah Iran atau China yang sempat memanas tetapi keputusan-keputusan semacam ini memiliki peluang untuk mengganggu segala bentuk hubungan diplomatik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun