Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ume Kbubu, "Simbol Harga Diri" Perempuan Suku Dawan (Timor)

30 Januari 2020   18:44 Diperbarui: 30 Januari 2020   23:38 2765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Seorang Perempuan Dawan dengan balutan kain tenunan Timor di Ume Kbubu | Foto Instagram Januari Benu

Ume Kbubu memiliki makna yang cukup luas. Pada salah satu artikel saya sebelumnya, saya mengulas status perempuan sebagai ibu bagi kehidupan berdasarkan perannya dalam rumah bulat sedangkan di artikel lainnya saya mengulas fungsi Ume Kbubu sebagai Rumah Sakit Ibu dan Anak.

Khususnya, pada bagian ini saya menuliskan makna Ume Kbubu sebagai simbol harga diri perempuan Suku Dawan di Pulau Timor. Karena itu, deskripsi rumah bulat yang saya sajikan di atas terbatas pada makna yang saya bahas.

Dalam filosofi Suku Dawan, Ume Kbubu melambangkan perempuan Dawan sebagai sosok yang punya sopan santun, merendah, bersahaja, dan auratnya tertutup sebagaimana bagian atap Ume Kbubu dari bubungan sampai ke tanah dan hanya memiliki satu pintu saja, sehingga setiap orang yang akan masuk dan keluar haruslah menunduk.

Perempuan-perempuan di Suku Dawan dididik demikian. Gaya berbicara mereka punya intonasi, tempo dan ritme yang sedikit lebih lambat. Saya menemukan beberapa orang yang masih memegang teguh didikan tersebut. Kemudian saya bertanya, mengapa ritme berbicara mereka seperti itu?

Jawaban yang saya peroleh dari semua orang tua yang saya tanyai sama. Jika mereka berbicara dengan tempo yang lebih cepat maka mereka akan dicap sebagai orang yang tidak memiliki sopan santun dalam berbicara.

Sebelum saya menulis artikel inipun saya harus menelepon ibu saya untuk meyakinkan apa yang ia pernah ceritakan pada saya bahwa zaman mereka masih remaja, mereka tidak diizinkan menggunakan baju berlengan pendek untuk bepergian ke luar rumah apalagi keluar kampung. 

Bukan hanya itu, sarung dari kain tenunan yang mereka gunakan harus dibawah mata kaki. Dengan tampilan seperti itu, mereka dianggap perempuan yang sopan dan sederhana.

Hal inipun berpengaruh pada tahapan mereka menikah. Laki-laki yang melamar mereka harus datang dengan membawa Sirih Pinang dan menyampaikan maksud dan tujuannya kepada orang tua. Biasanya orang Dawan menyebutnya dengan istilah "Nao mat-mat". Kejujuran seorang laki-laki dianggap sebagai penghormatan kepada perempuan dan itulah yang dicari oleh orang Dawan.

Makanya pada zaman dahulu banyak proses kawin-mawin yang tidak melalui proses pacaran terlebih dahulu. Karena laki-laki sudah tahu mengawali dengan datang kepada orang tua membawa hati adalah kunci menaklukkan hati seorang perempuan.

Memang kadangkala ada pemaksaan dari orang tua kepada anak perempuannya untuk menerima laki-laki tersebut. Akan tetapi, pemaksaan mereka bukan tidak berdasar. Laki-laki yang "Nao mat-mat" dianggap sebagai sosok yang bertanggung jawab, datang melalui pintu, merunduk dan menyampaikan maksud dan tujuan.

Hal yang paling menarik adalah loteng, tempat penyimpanan makanan dalam rumah bulat hanya bisa dikelola oleh perempuan (istri). Saya sudah bahas ini di artikel Mengulas Status Perempuan Sebagai Ibu bagi Kehidupan Suku Dawan (Timor).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun