Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Risiko Perang Urat Saraf ICW Vs KPK

30 Desember 2019   16:05 Diperbarui: 30 Desember 2019   16:18 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung KPK | Merdeka.com

Perang urat saraf antara KPK dan ICW memicu hal yang sangat berisiko.

Undang-Undang KPK yang baru masih menyisakan polemik hingga saat ini. Indonesian Coruption Watch (ICW) yang mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang terjadi di Indonesia menilai bahwa KPK menuju kehancuran dibawah pimpinan Firli Bahuri.

ICW masih konsisten dengan alasannya bahwa 5 orang pimpinan KPK yang dihasilkan melalui sebuah persoalan panjang ditambah dengan kontroversi UU KPK yang baru menjadi faktor utama penyebab kekuatan lembaga antirasuah ini akan segera berakhir.

Selain itu, ICW menilai komitmen KPK untuk memerangi korupsi tidak sejalan dengan institusi lain yang justru memberikan bonus bagi pelaku tindak pidana korupsi. Salah satunya dilakukan oleh Mahkamah Agung seperti vonis lepas terdakwa Syarifudin dan vonis bebas mantan direktur PLN yang menuai polemik karena terdapat poin-poin yang tidak cukup bagi majelis hakim.

Belum lagi, tiga kasus yang belum diselesaikan oleh negara yaitu kasus penyerangan Novel Baswedan yang sedang dalam proses penyidikan lanjut, kasus ancaman bom terhadap pimpinan KPK dan ketiga, peretasan sebagai cara baru koruptor menyerang pegiat antikorupsi.

Kritik ICW ini terbilang cukup keras dan menyayat. Karena itu, KPK tidak tinggal diam. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango ICW terlalu berlebihan dalam memberikan pandangan. Pasalnya, baru sebulan mereka dilantik dan belum bekerja, ICW melayangkan kritikan yang tidak seharusnya.

Rupanya KPK kecewa dengan sikap ICW yang terlalu cepat menilai kinerja KPK sehingga ia memastikan bahwa ke depan KPK tidak ada kerjasama dengan ICW. Bahkan, Nawawi mengatakan bahwa KPK tidak membutuhkan ICW dalam berbagai diskusi untuk pemberantasan korupsi di Indonesia.

Disisi lain, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa kritik yang dilontarkan oleh Pimpinan ICW tidak mencerminkan orang yang berpendidikan bahkan ia mengatakan bahwa kritik ICW seolah-olah menjadi cambuk bagi komisioner KPK yang beru bekerja satu-dua minggu.

Sangat sulit bagi publik untuk menilai. ICW mengkritik atas dasar riset sedangkan KPK dan istana pun merespon dengan membeberkan hal-hal logis yang dapat diterima secara akal sehat.

Terlepas dari hal tersebut di atas, hal yang perlu disorot dalam "perang urat saraf" ini adalah komentar pimpinan KPK yang memutuskan untuk berhenti bekerja sama dengan ICW.

Bagi penulis, keputusan semacam ini akan memperparah keadaan. Bukan lagi banjir kritik tetapi tsunami kritik akan datang dari berbagai elemen. Pasalnya, sampai dengan saat ini, sebagian masyarakat Indonesia dibuat ragu dengan persoalan-persoalan dan polemik komisioner KPK dan UU KPK tahun 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun