Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengkritik "Pembunuh Abu-abu" di Balik Kepergian Sulli

15 Oktober 2019   08:02 Diperbarui: 31 Maret 2021   11:20 2648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dunia ini, terlalu banyak hakim yang menghakimi orang lain. Bahkan, kadang mereka menjelma sebagai pembunuh abu-abu

Kematian Sulli, seorang bintang K-Pop terbilang cukup tragis. Pasalnya, ia ditemukan tewas bunuh diri dalam rumahnya. Setelah ditelusuri, artis yang memiliki nama lahir Choi Jin-ri ini mengalami depresi tingkat tinggi selama beberapa tahun.

Bagi penulis, depresi sang artis dimulai sejak keputusannya meninggalkan F(x), grup K-Pop yang membesarkan namanya. Waktu itu, banyak orang yang melontarkan kata-kata kasar, hujatan, dan fitnah melalui media sosial terhadap dirinya.

Bukan hanya itu, beberapa kontroversi dalam foto-foto yang diedarkan melalui Instagramnya menuai komentar buruk dari netizen terhadap dirinya.

Setiap harinya ia menjalani hidup dengan penuh hujatan oleh banyak orang selama 5 tahun sejak ia undur diri dari f(x). Sungguh menyedihkan, dalam Video terakhir live streaming Sulli yang beredar, ia mempertanyakan cara netizen memperlakukannya.

"Aku bukan orang jahat. Kenapa kalian berbicara jelek tentang aku? Beri tahu aku satu hal yang membuatku pantas diperlakukan seperti ini," Kata Sulli dalam videonya

Dalam reality show Jinro Store, Sulli mengungkapkan kepada publik bahwa ia memiliki gangguan kesehatan mental. Namun, sebetulnya pengakuan Sulli sejak tahun 2014 disaat detik-detik terakhir ia meninggalkan F(x).

Gangguan mental yang dialami oleh Sulli adalah Fobia Sosial atau kecemasan sosial (social anxiety disorder). Menurut National Institute of Mental Health (NIMH) fobia sosial diartikan sebagai kondisi kesehatan mental yang membuat seseorang takut karena merasa terus-menerus diawasi oleh orang lain.

Orang-orang seperti ini merasa takut jika dihina, dihakimi, dan ditolak. Gangguan ini akan mengakibatkan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari orang dengan fobia sosial terganggu. Itulah hal yang dialami Sulli.

Dilansir dari Alodokter.com, Apabila fobia sosial tidak ditangani, akan menyebabkan penderitanya merasa rendah diri, tidak dapat berinteraksi dengan orang lain, tidak mampu bersikap tegas, sangat sensitif pada kritikan. Bahkan, penderita dapat jatuh ke dalam kondisi kecanduan alkohol, penyalahgunaan NAPZA, hingga percobaan bunuh diri.

Pelajaran dari Kasus Kematian Sulli
Saya merupakan salah satu orang yang mengecam kasus bunuh diri. Saya menganggap bahwa mereka tidak mampu mengatasi segala bentuk depresi yang mereka alami, seolah-olah bunuh diri adalah satu-satunya jalan untuk mengatasi hal tersebut.

Namun, beberapa kasus bunuh diri termasuk kematian Sulli membuka pikiran saya bahwa manusia memiliki hati dan kesehatan mental yang berbeda-beda. Mungkin saya mampu menjalani sebuah tekanan hidup tapi bagi orang lain tidak.

Kasus kematian Sulli memberikan sebuah pelajaran penting untuk kita. Seringkali kita tidak mendengar orang lain berbicara apalagi mengertinya.

Sulli sudah memberitahukan secara langsung bahwa ia memiliki gangguan kesehatan mental atau fobia sosial tetapi hujatan tetap mengalir kepadanya. Bahkan orang-orang terdekatnya pun meninggalkannya.

Kita lebih banyak mengkritik perilaku dan penampilan orang lain daripada memberikan saran dan komentar positif. Bahkan kita lebih memilih melakukan bullying daripada mengapresiasi karya dan prestasi orang lain.

Karena, kita tidak pernah berusaha memposisikan diri kepada orang yang kita kritik untuk dimengerti segala suka dukanya.

Kita menggunakan media sosial hanya untuk menghujat orang lain padahal kita tidak mengenalnya dengan baik. Kita berlaku seperti orang yang lebih baik dari semua orang. Kita merasa memiliki hak yang lebih dari Pencipta untuk menghina dan menghakimi orang lain. Kita lupa bahwa, semua manusia diciptakan sama, ada sisi positif dan negatifnya.

Kematian Sulli sebagai bukti bahwa bullying akan menjelma sebagai pembunuh nomor satu di dunia dan media sosial menjadi senjata ampuh yang akan digunakan.

Media sosial tidak digunakan sebagai media untuk interaksi sosial yang positif tapi digunakan untuk mencari kesalahan orang, menghujat dan menghina bahkan untuk membunuh orang lain.

Kita memang miskin orang yang mendengar dan kaya orang yang memiliki kemampuan bullying. Boleh mengkritik dan berkomentar tapi bukan untuk menyerang personal. Jadilah bijak dalam mengkritik dan menggunakan media sosial.

Salam!

Referensi: Satu; Dua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun