Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Iklan, Hoaks yang Diabaikan

14 Oktober 2019   03:00 Diperbarui: 14 Oktober 2019   04:33 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya membayangkan jika seseorang mengalami sakit gusi atau periodontitis yang sangat serius pergi berobat di seorang dokter gigi.

"Bu dokter, saya sedang mengalami periodontitis, saya susah makan Bu dokter" kira-kira seperti itu kalimat pasien.

"Sepertinya ini rekayasa Pak, sepertinya pak ingin bantuan BPJS deh," jawab sang dokter tanpa memeriksa terlebih dahulu.

Atau misalnya seorang pasien mengalami sedikit gangguan sakit gusi yang disebabkan karena cedera bukan virus.

"Bu dokter, sepertinya saya sedang mengalami periodontitis, saya susah makan Bu dokter" kira-kira seperti itu kalimat pasien.

"Ya, penyakit ini sangat serius Pak. Penyakit harus segera ditangani jika tidak berbahaya," jawab sang dokter tanpa memeriksa terlebih dahulu.

Kira-kira itu sekilas gambaran umum tentang Indonesia saat ini. Hoaks disebarkan oleh orang-orang yang memiliki kapasitas dan kemampuan. Mereka memiliki otoritas  yang dapat digunakan untuk membuat orang lain percaya pada rekayasa argumentasi mereka.

Di sisi lain, masyarakat kita dengan cepat mempercayai informasi yang diperoleh tanpa meneliti dan memahaminya terlebih dahulu. 

Seharusnya informasi itu seperti makanan yang dikonsumsi, melewati tahapan dan prosedur yang jelas sebelum nilai gizinya disebarkan oleh usus halus ke seluruh tubuh.

Jika makanan yang dikonsumsi mengandung racun maka setelah masuk ke dalam perut akan menyebar ke seluruh tubuh dan membunuh kita dalam hitungan detik.

Sebelum kita mengambilnya, pertama-tama melewati proses pengamatan oleh indera penglihatan sebelum tangan mengambil dan masuk kedalam mulut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun