Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Masih Yakin KPK Diperkuat?

21 September 2019   07:49 Diperbarui: 15 Januari 2020   22:40 1555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur/ Pos Kota News

Mayoritas masyarakat Indonesia menganggap ada usaha pelemahan KPK oleh DPR dan pemerintah. Masih yakin dengan anggapan anda?

Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah ngotot untuk mengesahkan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) karena dinilai memperkuat KPK. Salah satunya adalah proses penyadapan dalam KPK, hasil revisi mesti mendapat izin dari Dewan Pengawas.

Hal tersebut disampaikan oleh Wiranto. Ia meyakini hal itu akan membuat proses penyadapan oleh KPK semakin transparan dan sesuai kebutuhan penyelidikan serta penyidikan.

"Berdasarkan kepatuhan pada aturan yang ada, tidak menyimpang dari rule of law. Justru memberikan penguatan dalam HAM dan menjaga akuntabilitas dalam menyadap," kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (18/9/2019).

Padahal penyadapan yang selama ini dilakukan oleh penyidik KPK sudah melalui proses panjang. Menurut Sekjen Wadah Pegawai KPK, Farid Andhika, dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) KPK, lanjut Farid, proses penyadapan harus melewati enam pintu, mulai dari izin dari sejumlah deputi sampai pimpinan.

"Itupun tidak mulus. Ada perdebatan untuk mengeluarkan izin. Akan ditanya kaitannya apa, urusannya apa, semacam ekspos kecil. Enggak sembarangan itu, karena implikasinya hukum," jelas Farid saat ditemui reporter Tirto di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/9/2019).

Revisi UU KPK saat ini menambah Dewan Pengawas yang juga akan melakukan hal yang sama. Pertanyaannya apakah ini memperkuat KPK atau memperribet KPK?

Satu lagi, Pimpinan KPK terpilih periode 2019-2023, Nurul Ghufron mengatakan bahwa dalam revisi UU KPK, KPK tidak lagi menjadi penyidik dan penuntut dan izin penyadapan dari pengawas berpotensi mempersulit OTT.

"Yang paling berat adalah KPK tidak lagi sebagai penyidik dan penuntut, kemudian penyadapan yang dilakukan oleh KPK harus seizin dewan pengawas, sehingga penegakan hukum dikembalikan pada prosedur pada umumnya, Kemungkinan kami agak kesulitan untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT) karena penyadapan harus meminta izin, sehingga potensi kebocoran sebelum OTT juga bisa terjadi," tuturnya ditemui di Kampus Universitas Jember, Jawa Timur, Kamis.

Sekali lagi, apakah hal tersebut memperkuat KPK? Ataukah menyulitkan KPK?

Selain penyadapan, Pasal 40 ayat (1) dalam UU KPK yang baru, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

Saya coba berandai-andai, jika UU KPK yang baru ini berlaku sejak tahun 2002, apakah kasus e-KTP dapat dibongkar? Untuk mengusut tuntas kasus seperti e-KTP saja membutuhkan waktu 3 tahun, maka mega proyek pemindahan ibukota dan lain sebagainya yang akan dilakukan pada masa-masa mendatang akan menjadi lahan basah bagi para koruptor.

Jangan coba-coba mengatakan bahwa waktu 3 tahun adalah kelalaian KPK yang tidak dapat bekerja dengan cepat. Ingat, drama kasus e-KTP disutradarai oleh mereka yang memiliki skill dewa.

Masih yakin KPK diperkuat?

Di kampung A terdapat 5 pencuri kelas kakap, ditangkap oleh Pak RT lalu dihukum dengan hukum adat. Hukumannya cukup satu ekor ternak. Namun sebetulnya masih banyak pencuri- pencuri lainnya yang ditangkap juga. Pada suatu saat, warga setempat berpikir untuk memperkuat Pak RT dalam menangkap para pencuri.

Sedangkan di kampung B yang lain mengalami hal yang sama tetapi mereka lebih memperkuat hukuman bagi para pencuri bahkan mereka memutuskan untuk melakukan hukuman mati.

Antara kampung A dan B, manakah yang akan lebih dulu aman dari pencuri?

Secara akal sehat, kampung B akan lebih dulu aman karena tidak ada hukuman ringan untuk pencuri. Saat dia memutuskan untuk pencuri, dia tau bahwa jika ketahuan dia akan mati. Jelas bahwa ada rasa takut dalam dirinya.

Sedangkan kampung A, pencuri akan mencuri dua ekor sapi lalu membayar denda dengan satu ekor sapi. Itu pasti.

Pesan saya begini, para koruptor kita dihukum dengan hukuman yang paling ringan sehingga tidak ada efek jera dan tidak membuat para koruptor yang lain takut.

Contoh Bupati Kudus yang dijebloskan ke penjara karena korupsi, setelah keluar calon bupati dan menang lagi, korupsi lagi. Karena tidak ada hukuman yang membunuh naluri korupsinya.

Setya Novanto, sudah berapa kali berpelisiran dan makan nasi Padang. Narapidana yang hidupnya enak, banyak alibi yang dibuat untuk memudahkannya hidup dalam penjara.

Saat ini, RUU KUHP lagi. KPK diperkuat, koruptor diperkuat. Oh tidak, beberapa pasal dipotong waktu hukuman penjaranya sedangkan yang lain menambah waktu penjara dan sebagainya. Ya sama aja. Tidak usah direvisi saja kalau begitu, jika direvisi untuk memperberat hukuman bagi koruptor lebih baik daripada direvisi tapi tetap sama dengan UU Tipikor.

Ya sudahlah, lagian tulisan ini tidak ada pengaruhnya.

Salam!!!

Referensi: Satu; Dua; Tiga;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun