Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Harapan dari "Judical Review" Terkait dengan Pengesahan RUU KPK

19 September 2019   02:31 Diperbarui: 19 September 2019   07:37 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dasar hukum KPK tidak dilibatkan

Tindakan Presiden yang tidak mendengar suara masyarakat dan tidak melibatkan KPK akan menjadi hambatan bagi upaya mereka mengesahkan UU KPK yang baru ini.

Hal ini diatur dalam Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berbunyi demikian:

  • (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
  • (2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

a. rapat dengar pendapat umum;

b. kunjungan kerja;

c. sosialisasi; dan/atau

d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.

  • (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atau substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan.

Dasar hukum bukan proglenas 2019

Revisi UU KPK yang tidak masuk dalam Prolegnas Prioritas 2019 akan menjadi boomerang bagi DPR sendiri. RUU yang tidak masuk dalam Proglenas tahunan seharusnya tidak dibahas dalam tahun tersebut meskipun masuk dalam daftar RUU satu periode kerja.

Dalam UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan juga mengatur tentang hal ini, khususnya pasal 45.

Pasal 45

  • (1) Rancangan Undang-Undang, baik yang berasal dari DPR maupun Presiden serta Rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD kepada DPR disusun berdasarkan Prolegnas

RUU yang tidak masuk dalam Proglenas dapat dibahas dan disahkan jika memenuhi beberapa ketentuan dalam pasal 23 ayat 2 yang berbunyi demikian:

  • (2) Dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas mencakup:

a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan

b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

Jika kita melihat kembali alasan revisi UU KPK maka tidak ada keadaan yang luar biasa atau menjadi sebuah urgensi nasional, apakah rendahnya indeks korupsi Indonesia adalah urgensi nasional? Belum tentu juga, kecuali KPK tidak menjalankan tugas utamanya dengan efektif sehingga banyak koruptor yang berkeliaran.

Meski demikian, Mahkamah Konstitusi memiliki kemampuan untuk menganalisis urgensi nasional atau luar biasa dibalik revisi UU KPK.

Dasar hukum disahkan oleh 70-an DPR

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun