Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi Satu Tahun Menjadi Guru

8 September 2019   12:17 Diperbarui: 8 September 2019   12:23 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi: I'm and the future leaders of Mauleum

Mungkin suatu saat saya akan dikenang sebagai guru yang gagal?

Saat ini, kita menemukan anak-anak desa yang tidak mengenyam pendidikan dasar adalah hal yang sangat mustahil. Rata-rata masyarakat desa hanya menyelesaikan studi sebatas SD sebagai bukti bahwa mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk menikmati pendidikan dasar.

Itulah yang saya temukan di Desa Mauleum, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Memang ada beberapa yang memiliki kesempatan bersekolah lebih dari itu tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas masyarakat masih sebatas pendidikan dasar, SD atau SMP.

Sebagai seorang guru, awalnya saya hampir tidak menemukan sebuah mimpi yang dipegang kuat oleh anak-anak. Mereka memang memiliki mimpi tetapi harus diakui bahwa mimpi itu seperti sesuatu yang mustahil untuk dicapai.

Pola pikir ini bukan baru terbentuk tetapi sudah terpola turun-temurun. Pendidikan bukan sebuah hal yang penting. Inilah yang menjadi penyebab utama mimpi yang mereka miliki hanyalah sebatas khayalan.

Merubah pola pikir demikian tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Karena, pola pikir hanya bisa dirubah dengan pendidikan sehingga jika pendidikan dianggap sebagai sebuah hal yang tidak penting maka saya pikir tidak mudah untuk untuk merubahnya.

Meski demikian, dari sekian banyak yang tidak diharapkan, ada beberapa yang diharapkan menjadi contoh bagi mereka yang masih berkutat dalam pola pikir itu.

Sebagai seorang guru di desa ini, saya bermimpi suatu saat semua orang bersekolah. Tugas yang memang berat bagi saya karena hambatannya bukan hanya pola pikir tetapi ekonomi yang pas-pasan sangat mendukung pola pikir mereka untuk tidak bersekolah.

Sisa waktu satu tahun di desa ini juga sebagai bukti bahwa saya tidak akan meninggalkan sesuatu yang luar biasa bagi masyarakat Desa Mauleum. Bahkan, mungkin tidak ada kenangan yang bisa disimpan sebagai bukti bahwa saya pernah ada disini selain saya pernah hadir sebagai guru yang gagal.

Saya sadar, menjadi guru itu tidak mudah. Guru memiliki tanggung jawab yang sangat besar dan memiliki peran penting untuk masa depan sebuah bangsa. Guru bukan hanya tentang dia yang hebat matematika atau fisika dan sebagainya tetapi guru juga tentang dia memberi teladan dan inspirasi bagi anak-anak.

Mungkin satu hal yang saya akan tinggalkan adalah inspirasi bagi bocah-bocah kecil yang diharapkan akan menikmati pendidikan yang layak hingga perguruan tinggi.

Mereka itu yang diharapkan kembali membangun kampung halaman. Akan tetapi, merupakan sebuah tantangan tersendiri ketika motivasi mereka nanti adalah karir dan uang.

Mungkin mereka akan memilih menjadi pegawai negeri sipil? Ataukah mereka ingin bekerja di perusahaan dan tinggal di kota dengan fasilitas yang mewah? Dan mungkinkah mereka tidak akan kembali kepada masa lalunya yang kelam dengan tidak kembali ke kampung halamannya?

Tugas tambahan seorang guru yang harus dikerjakan. Bagaimanapun setidaknya satu orang dipersiapkan sebagai the future leader yang mencintai kampung halamannya dan bertekad menjadi pemimpin masa depan Mauleum yang akan mereformasi Mauleum dan membawa Mauleum pada sebuah kebahagiaan. Sehingga kemiskinan dan kebodohan akan menjadi cerita masa lalu bukan lagi sebuah cerita yang dijalani.

Saat ini, yang saya kerjakan adalah menyiapkan beberapa anak untuk kelak menjadi pemimpin di Desa Mauleum. Meski membutuhkan puluhan tahun untuk hal tersebut terealisasi, perubahan untuk masa depan membutuhkan proses yang cukup lama.

Mereka yang saya harapkan, secara kasat mata tidak mampu secara ekonomi dan lain sebagainya untuk menggapai apa yang saya harapkan.

Ini juga menjadi tugas terberat saya sebagai seorang guru yang memberikan bimbingan belajar setiap hari bagi beberapa anak-anak yang tinggal di sekitar saya.

Saya tidak menceritakan semua yang saya lakukan disini. Saya hanya menceritakan mimpi-mimpi saya. Saya yakin saya sedang ada dalam sebuah track yang benar. Mereka memiliki mimpi dan usaha untuk menggapainya terlihat dari semangat mereka belajar bersama saya.

Akan tetapi, terdapat dua kemungkinan yang menunggu saya. Saya gagal atau berhasil mengkaderkan mereka sebagai pemimpin masa depan di Desa Mauleum.

Saya berharap, setelah kepergian saya dari desa ini, mimpi mereka yang terlanjur hidup jangan pernah dimatikan oleh seorang pun. Mereka hanya butuh minyak untuk terus menyala.

Saya yakin, mereka akan menjadi pahlawan untuk memutuskan mata rantai buta aksara di desa ini.

Tulisan ini sebagai refleksi saya selama satu tahun mengabdi sebagai seorang guru di Desa Mauleum untuk memperingati Hari Melek Huruf Internasional.

Kiranya tulisan ini menginspirasi para pembaca.

Salam!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun