Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bintang di Mata Ibu

29 Januari 2023   10:37 Diperbarui: 29 Januari 2023   10:41 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku dan A Bari menggotong meja kayu ke halaman rumah Ceu Marni, tetangga depan rumah, untuk tempat Ibu berjualan makanan. Teh Dini dan Ati, mengangkut sayuran matang, sayuran mentah, bumbu pecel, dan bahan untuk pisang goreng.Ibu mengangkut kompor minyak tanah, dan wajan, serta menata barang-barang dengan rapi.

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00. Sebenarnya terlalu sore untuk berjualan, karena tadi Ibu ikut pengajian dulu. Mudah-mudahan dagangan Ibu laris. Aamiin.

Baca juga: Menunggu Ibu Pulang

Kami berempat kembali ke rumah, dan meninggalkan Ibu sendirian. Tugas kami selanjutnya adalah belajar, dan hanya sesekali membantu Ibu di warung jika diperlukan. Dan kalau belum tidur, kami membantu angkut-angkut lagi semua barang, jika Ibu sudah selesai berjualan. Dan tentu saja, menikmati makanan yang tidak habis terjual. Hehe

"Jangan lupa ke masjid, ya Bari! Ajak adik-adikmu!" pesan Ibu.

"Iya, Bu!" jawab A Bari.

Dia kemudian asyik bermain layangan bersama teman-temannya di pinggir rel kereta, di dekat warung Ibu.

Azan magrib berkumandang, kami berempat bergegas ke masjid. Sempat kulihat warung Ibu sepi. Kami baru pulang dari  masjid, selepas mengaji dan salat Isya'.

"Teh, ngantuk!" Ati menguap lebar. Matanya tampak memerah.

"Gosok gigi dan cuci kaki dulu, yuk!" Teh Dini gesit mengajak Ati ke kamar mandi.

Sejak ayah meninggal, dialah yang paling bisa diandalkan di rumah, selagi Ibu berjualan. Meski masih kelas lima SD, Teh Dini sudah bisa mengerjakan pekerjaan di rumah dengan tertib dan rapi. Mungkin, karena didikan Ibu, Teh Dini cepat sekali bersikap dewasa. Dia bagaikan ibu yang baik bagi kami.

Teh Dini menemani Ati tidur, aku pun segera menyusul. Mataku sukar terpejam, masih terbayang, warung Ibu. Kasian sekali...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun