Lalu masukkan larutan tepung sagu, diaduk-aduk. Masaknya tidak usah lama biar kandungan gizinya tidak hilang. Matikan kompor. Terakhir, masukkan sedikit daun kemangi.
Sajikan deh. Taraaa jadi deh bubur ubi jalar ala Chef Bunda Tety. Apakah anak-anak suka dengan sajian ini? Dan, anak-anak pun menjadi "korban" uji coba saya. Hahaha...
"Dicobain deh Kak, rasanya bagaimana, enak nggak? Kurang apa?" tanya saya pada anak kedua saya.
Setelah dicoba, anak saya sih bilang tidak kurang rasa apa-apa. Di lidahnya sudah pas. Jadi, apakah enak? Katanya sih enak.
Pertanyaan yang sama saya tanyakan kepada anak pertama saya. Katanya, rasanya aneh. Tapi untuk ikannya enak. Masa sih rasanya aneh?
"Memang aneh, Kak?" tanya saya pada adiknya. Katanya biasanya saja.
Meski dibilang aneh, habis juga bubur itu sepiring. Hahaha... Antara lapar dan merasa terintimidasi.
Tapi, biasanya, kalau memang masakan yang saya masak tidak disukainya, makanan itu tidak akan dihabiskan. Paling satu atau dua suap saja. Berarti yang ini, antara suka dan tidak?
What everlah. Alhamdulillah anak-anak sempat sarapan yang kandungannya cukup bergizi. Mengandung karbohidrat, protein, vitamin, mineral. Ditambah segelas susu coklat hangat kesukaan anak-anak.
Setelah anak-anak berangkat sekolah, giliran saya menjajal bubur ubi jalar ala saya ini. Rasanya lumayan enaklah. Saya pakai nambah hahaha...
Saya tawari suami, karena kebetulan hari ini suami harus ke kantor pusat di Lippo Karawaci. Kata suami sih enak. Benaran enak apa tidak ini ya? Apakah biar saya senang saja? hahaha...