Membaca chat ini, beberapa orang tua meminta untuk melakukan komunikasi secara pribadi dengan guru mapel agar bisa dicarikan jalan keluar yang sama-sama menguntungkan. Dan, Alhamdulillah persoalan ini pun clear.
Begitulah ada saja drama PJJ setiap hari yang saya amati, yang mungkin juga dihadapi para orang tua lainnya.Â
Kalau diamati permasalahan PJJ sama saja dengan PJJ tahun lalu, yaitu masalah jaringan, kesibukan orang tua, perangkat atau alat, serta makin borosnya dalam pembelian kouta internet.
Untuk masalah alat, misalnya, HP itu, kadang ada siswa yang pakai HP satu bertiga atau berdua. Ada juga HP yang dibawa dulu sama orang tuanya kerja, nanti dikerjakan saat orang tua selesai bekerja pada sore.
Ada juga siswa yang ponselnya rusak sehingga tidak bisa mengikuti PJJ. Mau beli terbentur dengan biaya. Itu sebabnya, teradang tidak semua siswa mengikuti sesi zoom yang digelar guru.
PJJ ini kesannya dilaksanakan dengan sumber daya yang seadanya. Terlihat dengan munculnya persoalan-persoalan yang sama.
Apakah tidak dicarikan solusi dari persoalan sebelumnya? Misalnya dengan mengidentifikasi masalah, lalu masalah-masalah itu dikelompokkan.
Siswa A masalahnya ini, siswa B masalahnya ini. Siswa yang memiliki masalah yang sama dimasukkan dalam kelompok yang sama. Lalu dicarikan solusinya.
Misalnya, siswa yang tidak memiliki perangkat pendukung seperti HP atau laptop, guru bisa berkunjung ke rumah siswa atau siswa ke sekolah dengan prokes ketat. Paling juga 1 atau 2 siswa.
Atau menyiapkan modul pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang mengikuti pembelajaran yang terkendala oleh alat pembelajaran secara daring, nanti tugas-tugas diantar ke sekolah.
Bisa juga dengan menyediakan berbagai kanal aplikasi yang dapat dipilih orang tua. Dalam kanal-kanal ini berisi materi-materi pembelajaran secara digital. Ini sih pemikiran saya saja ya.