Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ketiadaan Air Bersih di Lokasi Bencana Bisa Menimbulkan Bencana Baru

23 Maret 2021   15:26 Diperbarui: 23 Maret 2021   15:50 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika terjadi bencana -- entah itu bencana alam, sosial, kekeringan, maupun bencana pandemi, coba deh kita perhatikan di berita-berita yang selalu ditanyakan adalah pembagian sembako, tapi sangat jarang atau bahkan tidak ada yang menanyakan pembagian air bersih. 

Padahal, kekurangan air bersih di lokasi bencana dipastikan akan makin memparah kondisi bencana. Tenaga medis dan relawan bila kekurangan air bersih pasti tidak akan mampu bekerja menolong korban bencana.
Orang yang tadinya selamat dan sehat dapat jatuh sakit. Tenaga kesehatan dan relawan pun bisa jatuh sakit. 

Kekurangan atau ketiadaan air bersih di daerah bencana berpotensi memunculkan bencana baru. Sayangnya, dalam penyaluran bantuan bencana, yang selalu mendapat perhatian utama adalah alat kesehatan, obat-obatan, pakaian layak pakai, dan makanan. 

Ketersediaan air bersih kadang dilupakan. Untuk sekedar minum biasanya masih ada. Tapi yang harus diingat, kebutuhan air bersih di lokasi bencana bukan hanya untuk minum. Air bersih dibutuhkan untuk keperluan water, sanitation and hygiene (WASH). Masyarakat perlu cuci tangan, mandi, cuci pakaian, cuci peralatan makan, dan seterusnya. 

Karena vitalnya air bersih pada saat bencana, sehingga sumber-sumber air bersih sering diperebutkan. Tidak jarang sumber air bersih ini menjadi sumber ketegangan dan konflik baru. 

Begitu persoalan yang mengemuka dalam webinar "Bencana: Air Bersih yang Sering Dilupakan", Jumat (19/3/2021) malam, yang dimoderatori Ns. Sarifudin, M.Sc. Diadakan dalam rangka Hari Air Sedunia yang diperingati setiap 22 Maret.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Webinar diadakan oleh Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Komunitas Literasi Gizi (Koalizi), Literasi Sehat Indonesia (LiSan), Dep. Kesehatan BPP. KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan), Bakornas Lembaga Kesehatan (LKMI-HMI), dan www.sadargizi.com.

Menghadirkan nara sumber Dr. dr. Lucky Tjahjono, M.Kes. (Ketua Emergency Medical Team Ikatan Dokter Indonesia/EMT-IDI), dr. Sarbini Abdul Murad (Ketua Presidium MER-C), dan Dr. Ir. Rusnandi Garsadi, M.Sc. (LAPI-ITB/Penemu teknologi Micro Hydraulic Water Treatment).

Adapun sebagai penanggap yaitu dr. Ahmad Kadarsyah, M.Sc.(Yayasan IKRA Padjadjaran), Kol. (Purn. TNI AL.) Hasnah C., S.E., M.M. (Ketua KKSS Peduli/Pemerhati Bencana), dan Hasanuddin, S.IP., M.AP. (Literasi Sehat Indonesia/Pengajar Universitas Bhayangkara Jakarta Raya)

Ketua KKSS dr. Zaenal Abidin, yang juga Ketua Umum PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia) periode 20012-2015, dalam pengantarnya mengingatkan, kita tidak boleh membiarkan terjadinya krisis air bersih pada setiap momen bencana. 

Dalam bencana apa pun itu, krisis air bersih dapat saja menimbulkan bencana baru yang lebih besar yang dapat memunculkan konflik sosial atau wabah penyakit. Sekali pun sangat dibutuhkan, air sering pula menyebabkan musibah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun