Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aksi Tolak Omnibus Law dan "Ancaman" Klaster Baru Covid-19

7 Oktober 2020   13:54 Diperbarui: 9 Oktober 2020   07:30 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Unjuk rasa penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja merebak di mana-mana, di berbagai daerah, Selasa (6/10/2020). Tak hanya para buruh yang menolak karena menjadi pihak yang paling terdampak, melainkan juga mahasiswa dan masyarakat sipil.

Dan, sudah bisa dipastikan unjuk rasa ini "ricuh". Bisa dimaklumi mengingat berbagai pihak sudah mengingatkan DPR untuk tidak mengetok palu Omnibus law itu. Tapi nyatanya UU Cipta Kerja telah disahkan pada Senin 5 Oktober 2020.

Gelombang protes itu terjadi di Serang, Cilegon, Tangerang, Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Cianjur, Bandung, Semarang, Surabaya, Pasuruan, Solo, Gresik, Mojokerto, Lampung, Medan, Deli Serdang, Batam, Banda Aceh, Banjarmasin, Gorontalo, dan lainnya.

Di sini, saya tidak akan menyoroti soal tuntutan agar UU Cipta Kerja segera dibatalkan. Melainkan kekhawatiran saya, akan merebaknya kembali penyebaran Covid-19. Bisa-bisa upaya memukul mundur virus Corona dari Indonesia waktunya menjadi lebih lama lagi.

Bagaimana saya tidak khawatir wong unjuk rasa diikuti ribuan orang. Dan, sudah bisa dipastikan sejumlah protokol kesehatan Covid-19 pun banyak yang dilanggar. Unjuk rasa ini sudah memuncullan kerumuman di banyak titik.

Kalau saya perhatikan dari foto-foto dan video-video yang beredar di media massa, para unjuk rasa ini tidak saling menjaga jarak. Yang ada malah saling berdempetan. Ada yang memakai masker, ada yang tidak. Saya sampai bergidik sendiri.

Menurut saya, kerumunan yang terjadi pada aksi massa kemarin itu berpotensi sebagai media penularan Covid-19. Jadi, apakah nanti ada klaster baru penularan: unjuk rasa? Oh, saya tidak sanggup membayangkan itu terjadi di banyak daerah.

Di saat, persoalan klaster keluarga belum terselesaikan, klaster industri yang belum tertangani, dan klaster pilkada yang mulai mengancam di depan mata, kini "muncul" persoalan klaster baru yang entah apakah akan membuat jumlah pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 kian membludak?

Jika di satu titik saja katakan ada ratusan massa, berapa jumlah massa dalam banyak titik di sejumlah daerah? Berapa potensi yang tertular dan menulari? Membayangkannya saya jadi ngeri.

Meski pemerintah sudah mengimbau seluruh pihak yang menyampaikan aspirasi melalui aksi unjuk rasa untuk tetap menjalankan protokol kesehatan, himbauan ini akan menjadi angin lalu. Bagaimana bisa unjuk rasa yang diikuti ribuan massa itu bisa patuh?

Harusnya pihak DPR dan pemerintah sudah paham UU ini akan memunculkan polemik dan persoalan di tengah masyarakat. Bukankah para dewan ini orang-orang intelek? Terlebih, berbagai pihak sudah menyampaikan keberatannya agar tidak mensahkan UU Cipta Kerja itu sejak masih dalam tahap pembahasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun