Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mari Bersama Hentikan Pernikahan Anak!

8 Agustus 2020   15:08 Diperbarui: 8 Agustus 2020   15:26 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. pribadi, hasil screenshot

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah disahkan pada 2019. Dalam undang-undang tersebut telah mencantumkan perubahan usia minimal perkawinan dari 16 tahun bagi perempuan menjadi 19 tahun.

Dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang belum direvisi, disebutkan perkawinan hanya diizinkan jika laki--laki sudah mencapai usia 19 tahun dan perempuan sudah mencapai umur 16 tahun, serta memenuhi syarat -- syarat perkawinan. Kini, setelah direvisi, baik laki-laki dan perempuan dizinkan menikah jika sudah mencapai usia 19.

Namun, mengapa masih saja terjadi pernikahan anak? Logikanya, kalau sudah ada pembatasan usia, pernikahan anak akan berkurang, bahkan tidak terjadi lagi. Saya masih sering menemukan berita pernikahan anak dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. Inilah yang menjadi keresahan saya dan juga pastinya keresahan yang lainnya. 

Karenanya, ketika saya mendapatkan undangan Talkshow Sosialisasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan dengan tema Batas Usia Perkawinan dalam Berbagai Perspektif, yang diadakan oleh Kongres Wanita Indonesia (Kowani) secara virtual, Jumat (7/8/2020), saya pun antusias untuk mengikutinya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, dalam talkshow itu menyampaikan, masalah perkawinan anak menjadi kekhawatiran bersama karena dampaknya mengakibatkan banyak kegagalan yang dialami oleh negara, masyarakat, keluarga, bahkan oleh anak itu sendiri. Karenanya, perkawinan anak harus dihentikan!

"Kita semua wajib memerdekakan anak-anak Indonesia dari jeratan praktik perkawinan anak," tegasnya karena ternyata berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), masih terdapat 22 provinsi dengan angka perkawinan anak yang lebih tinggi dari angka nasional (10,82 persen). Provinsi Kalimantan Selatan menempati posisi pertama dengan jumlah perkawinan anak paling tinggi, yakni 21,2 persen

Saya sebagai orangtua jelas jadi heran bin bingung, kok masih ada orangtua yang mau menikahkan anaknya di usia belum dewasa? Itu kan sama saja merampas masa-masa remajanya. Iya kalau dalam perjalanannya si anak bahagia dengan pernikahannya? Kalau tidak? Kan kasihan juga.

Membayangkan anak harus menjadi istri dan ibu dalam usia dini, rasanya bagaimana begitu. Jangankan yang belum dewasa, pernikahan dalam usia dewasa saja banyak kerikil-kerikil tajam yang harus dilalui. Yang dewasa saja banyak juga yang berakhir dengan perceraian, bagaimana dengan usia anak?

Anak--anak memang belum saatnya merasakan satu ikatan sakral, merasakan tanggung jawab besar, ditambah status sosial yang dibarengi dengan kesiapan mental, materi, dan spritual yang matang untuk mempertahankannya. Tak jarang, anak-anak di bawah umur yang sudah dihadapkan dengan pernikahan menjadi korban dan mengalami trauma.

Entah sudah seberapa sering saya membaca berita tentang pernikahan di bawah umur. Entah sudah berapa banyak korbannya. Data Susenas 2018 menyebutkan, proporsi perkawinan anak yaitu 1 dari 9 anak kawin di usia anak. Ada yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, ada yang mengalami tekanan secara psikis, ada juga yang harus meregang nyawa.

Jadi saya sependapat jika batas usia perkawinan 19 tahun harus terus disosialisasikan secara intensif dan masif. Terlebih perkawinan bukanlah sekadar romantisme belaka, namun terkait keniscayaan untuk membangun peradaban bangsa yang tanggung jawabnya tidak mungkin diletakkan pada anak yang masih harus diasuh dan dilindungi tumbuh kembangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun