Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Suka Duka" Guru (Anak Saya) Terapkan Pembelajaran Jarak Jauh

16 Juli 2020   22:07 Diperbarui: 17 Juli 2020   06:49 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tadi pagi, saya menghadiri pertemuan orangtua murid kelas 3 dengan pihak Kepala Sekolah dan Wali Kelas. Kepala sekolah ingin memberikan penjelasan secara langsung dengan tatap muka. Meski penjelasan terkait Pembelajaran Jarak Jauh di Tahun Ajaran 2020/2021 sudah diinformasikan lewat group WhatsApp tapi dirasa kurang "afdhol" saja. 

Sebelum pertemuan dimulai, sejumlah protokol kesehatan Covid-19 diterapkan. Seperti mencuci tangan pakai hand sanitizer, cek suhu tubuh, dan pakai masker. Lalu lanjut ke meja registrasi yang juga disediakan hand sanitizer. Pertemuannya sendiri dilakukan di ruang atas setelah ruangan dibersihkan dan disemprot desinfektan.

Pertemuan dipimpin Kepala SDN Depok 1 Buliher Guthom, S.Pd bersama Wali Kelas 3A (Elfiyarni S.Pd) dan Wali Kelas 3B (Nurhayati, S.Pd). Kepsek juga memperkenalkan para guru matapelajaran. Perkenalan ini tak lepas dari bergabungnya pelajar dan guru SDN Pancoran Mas 2 ke SDN Depok 01 mulai tahun ajaran baru ini. Jadi, ini pertama kalinya saya menjejakkan kaki di "sekolah baru" ini.

Dalam pertemuan ini kepala sekolah menyampaikan belajar dari rumah dimulai dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 setiap hari, kecuali Minggu. Karena masa pandemi tidak ada lagi pembagian kelas pagi atau kelas siang. Semua "masuk" pagi. Jadi dalam rentang waktu belajar itu, orangtua diminta untuk mengawasi anaknya harus benar-benar di rumah. Tidak "keluyuran" di luar rumah di jam-jam "sekolah" rentang waktu itu.

"Jangan sampai main ke mall atau ke tempat lain di jam-jam belajar, meski bersama orantua. Karena ada razia yang dilakukan Satpol PP. Jika terkena razia ya akan dilaporkan ke pihak sekolah. Tentu saja ini akan menjadi catatan di pihak Dinas Pendidikan, dan secara tidak langsung juga berimbas kepada saya sebagai kepala sekolah dan guru-guru lainnya," ujarnya.

"Di rumah sakit garda terdepan ya ada tenaga kesehatan, di sekolah dan di rumah garda terdepan ya kita, bagaimana mengawasi dan menjaga anak agar tidak terpapar Covid-19. Jadi guru, siswa, dan orangtua saling bekerjasama," katanya lagi.

Kepala sekolah tak bisa berlama-lama karena ada tamu yang menunggunya di bawah. Jadi pertemuam selama 1 jam ke depan dilanjutkan oleh Wali Kelas 3A dan Wali Kelas 3B. Anak saya kebetulan ada di kelas 3B yang (ternyata) wali kelas yang sama ketika anak saya di  kelas 2. Jelas saya sebagai orangtua senang karena wali kelas sudah mengenal anak saya termasuk segala potensi yang dimilikinya.

dokpri
dokpri
Dalam pertemuan itu guru menyampaikan "suka duka" mengajar secara daring. Ya memang pandemi Covid-19 membuat banyak aspek sosial berubah, sehingga terpaksa menyesuaikan dengan berbagai hal. Belajar dari rumah memang telah menjadi bagian dari 'new normal' bagi siswa dalam menjalani kehidupan di tengah pandemi virus Corona. 

Mengajar secara online tentu menimbulkan persoalan-persoalan baru yang sebelumnya tidak pernah muncul. Para guru juga harus memutar otak agar kegiatan belajar dan mengajar berjalan secara efektif. Belum lagi kendala infrastruktur dan teknologi membuat adanya kesenjangan pendidikan.

Sebut saja keluhan siswa yang tidak punya kuota. Ada juga siswa yang harus bergantian handphone dengan kakak atau orangtua, hingga siswa yang tidak mengumpulkan tugas. Ada juga siswa yang tidak punya handphone sehingga sulit mengikuti PJJ.

Kendala lainnya terkait jaringan internet. Mempertemukan guru dan murid dalam belajar secara online tentu saja membutuhkan koneksi internet. Jaringan internet yang tidak stabil akan menghambat kemampuan performa siswa dalam menyelesaikan tugas. 

Kondisi yang sama juga pastinya dialami guru sehingga membuat penilaian tugas jadi agak lama. Buruknya jaringan internet juga menyebabkan percakapan terputus hingga tatap muka secara virtual yang mengubah tatap muka menjadi tatap layar. (Di kota saja begini, bagaimana di daerah lain yang fasilitas dan infrastrukturnya kurang memadai?)

Untuk persoalan ini, pihak sekolah sudah melakukan pemetaan. Grade A untuk keluarga yang masing-masing anaknya memilili hp sendiri dengan fasilitas internet. Grade B untuk siswa yang harus bergantian handphone dengan adik atau kakaknya atau orangtuanya. Grade C yang tidak punya sama sekali handphone, tapi ini jumlahnya sangat sedikit. Dari pemetaan ini pihak sekolah bisa menentukan skenario pembelajaran yang tepat.

Dengan belajar di rumah, tentunya fungsi pengawasan dari guru berkurang. Beberapa anak mungkin kerap mencuri waktu melakukan kegiatan lain, sehingga tidak fokus mengerjakan tugas. Jadi peran orangtua sangat penting untuk mendampingi dan mengawasi anaknya belajar. (Bagaimana dengan yang orangtuanya bekerja, siapa yang mengawasi ya?)

Wali murid mengakui memberikan materi belajar secara online lebih sulit daripada tatap muka di kelas. Guru merasa kesulitan mengajak para siswanya untuk aktif, komunikatif bahkan di ruang diskusi yang sengaja diadakan. Sementara bagi siswa, kendala belajar melalui online membutuhkan daya tangkap yang cepat.

Baginya, pendidikan bukan hanya sekedar menyampaikan materi saja. Guru harus mengerti kondisi seluruh siswanya. Artinya, seorang guru mempunyai beban moril, apakah materi yang disampaikan benar-benar tersampaikan pada siswa atau tidak.

Persoalan lainnya terkait terbatasnya memori handphone/laptop/komputer. Mengirimkan tugas yang difoto atau video melalui perangkat gadget jelas akan membuat memori penuh. Dalam satu hari saja ada 3 matapelajaran. Bisa dibayangkan jika setiap hari tugas dikirim. Tak jarang "keluhan" datang dari hp/laptop yang hank. Belum lagi saat memeriksa tugas para siswa dari handphone yang bisa menguras energi, pikiran, dan waktu.

Untuk mengatasi persoalan ini maka disepakati siswa akan diberikan modul untuk pembelajaran sepekan. Lalu dikumpulkan di sekolah oleh orangtua atau koordinator kelas, sekaligus diberikan modul untuk sepekan berikutnya. Dengan cara begini, guru memberikan penilaian jadi lebih mudah. Dengan modul ini pula, guru, siswa dan orangtua bisa berinterasi lebih tepat sasaran.

Keberhasilan pembelajaran jarak jauh memang tidak lepas dari peran orangtua, guru, sekolah, dan murid. Karenanya, semua pihak harus bisa saling bersinergi demi kebaikan bersama. 

Bagi saya, era new normal menjadi kesempatan saya sebagai orangtua untuk mengenal segala potensi anak. Sebisa mungkin tetap fokus pada pemenuhan hak anak dan membentuk karakter positif pada anak menjadi anak yang lebih disiplin dan bertanggungjawab. Bagaimana dengan yang lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun