Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Kawin Tangkap Tradisi Sumba?

6 Juli 2020   13:31 Diperbarui: 6 Juli 2020   13:42 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Menikah tanpa cinta saja, rasanya sudah luar biasa menguras air mata. Bagaimana dengan menikah karena dipaksa? Terlebih si calon istri diculik dulu baru dinikahkan. Hati siapa yang tidak remuk redam? Pernikahan "kawin tangkap" yang katanya sudah menjadi tradisi. Ah, pernikahan macam apa ini?!Saya tidak bisa membayangkan jika ini terjadi pada anak-anak saya yang kebetulan perempuan semua, atau keponakan-keponakan saya, atau anak rekan-rekan saya,   atau tetangga saya. Bergidik rasanya hati ini. Di jaman modern seperti ini masih ada tradisi semacam itu?

***

"Tety, perempuan diculik dan dipaksa nikah dengan laki-laki nggak dikenal dianggap wajar di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Aksi ini terkenal dengan sebutan kawin tangkap," begitu surat pembuka yang saya terima di email saya, yang dikirim Badan Pengurus Nasional PERUATI (Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia), tiga hari lalu.

Terbayang tidak, tiba-tiba saja ada sekelompok laki-laki datang ke rumah, terus anak atau saudara perempuan kita dibawa dan tinggal di rumah salah satu laki-laki tersebut berhari-hari, dan dipaksa menikah. Padahal kamu sendiri tidak begitu kenal dengan si laki-laki. Tidak sedikit perempuan di Sumba yang mengalami itu.

Tahun 2017, seorang perempuan dari Sumba Tengah (28 tahun) ditangkap dan dipaksa untuk menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya. Saat itu ia berteriak menolak, meronta-ronta, menangis. Saking putus asanya, ia sampai menampar dan menggigit tangan si laki-laki. Setelah pihak keluarga perempuan bernegosiasi panjang, barulah ia bisa bebas usai ditahan selama 6 hari. Peristiwa ini tentu meninggalkan bekas trauma mendalam bagi perempuan.

Pada Desember 2019, seorang perempuan di Anakalang, Sumba Tengah, juga diculik. Ada 7 laki-laki memaksanya masuk ke mobil pick up. Ia sempat meronta namun tidak ada yang menolong. Pihak keluarga perempuan akhirnya berhasil menjemput korban dan menggagalkan pernikahan itu.

Yang terbaru, Juni 2020, ada lagi praktik kawin tangkap di Anakalang. Seorang perempuan (21 tahun) ditangkap di rumah tetangganya. Korban juga berteriak dan meronta namun tidak dihiraukan. Walaupun pada akhirnya terdengar kabar bahwa keluarga korban melanjutkan percakapan adat dengan pelaku kawin tangkap, tetap saja praktik pemaksaan pernikahan seperti ini membuat perempuan dalam posisi yang tidak berdaya dan tidak berhak atas keputusannya sendiri.

"Gimana perasaanmu kalau jadi perempuan atau punya saudara perempuan yang kena kawin tangkap di Sumba?" tulisnya.

Banyak perempuan jadi korban dan terpaksa menikah dengan penculiknya. Kejahatan ini dianggap wajar dengan dalih tradisi. Korban-korban kawin tangkap pun tidak berdaya sebab tidak ada payung hukum yang melindunginya.

Melalui surat itu, ia pun meminta saya untuk menandatangani petisi. "Kami ingin mengajakmu Tety untuk mendorong Gubernur Nusa Tenggara, Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat agar mengeluarkan Aturan Larangan Praktik Kawin Tangkap di 4 Kabupaten di Pulau Sumba, sehingga jika ada yang masih melakukannya dapat diproses secara hukum," terangnya.

Sayangnya, praktik ini masih dianggap wajar di Sumba dengan dalih bagian dari tradisi yang dinamakan Kawin Tangkap. Padahal, jika dilihat faktanya beberapa praktik Kawin Tangkap di Sumba menyebabkan penderitaan, ketakutan, rasa tidak aman dan trauma yang mendalam bagi perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun