Mohon tunggu...
Isti
Isti Mohon Tunggu... Relawan - https://zonapsiko.wordpress.com

Not verified

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Intovert Lebih Siap Menjalani Physical Distancing?

18 April 2020   07:19 Diperbarui: 18 April 2020   08:01 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tulisan sebelumnya, saya menuangkan rasa panik dan stress dalam menjalani work from home atau social distancing yang katanya lebih tepat sebagai physical distancing. Saya setuju. Physical distancing lebih ramah terdengar dan memberi kekuatan untuk tetap bersosialisasi meski tanpa kontak fisik.

Rasa stress yang saya alami sekira 2 minggu awal menjalani sampai lupa hari dan tanggal. Wkwkwk. Selebihnya, saya merasa lebih dapat berdamai dengan kondisi ini. Saya berpikir, bukan hanya kita, Indonesia yang mengalami tetapi juga dunia! Saya juga berpikir, kondisi saya masih jauh lebih baik dari orang-orang yang jika ingin, sebenarnya mau tinggal di rumah ongkang-ongkang kaki namun tidak bisa karena tuntutan ekonomi atau tuntutan tugas seperti paramedis, polisi, satpol PP.

Sebenarnya, saya tipe manusia rumahan yang kalau sudah di rumah, mager jika tidak ada keperluan mendesak. Meski begitu saya sempat stress. Bagaimana mereka yang nggak betah diam ya? Pasti lebih menyiksa! Mungkin akan berbeda jika diam di rumah bukan sebuah 'paksaan' tetapi sebagai bonus atau pilihan untuk menghilangkan segala kepenatan seperti liburan atau cuti, dan pembedanya adalah, kita tidak harus terkurung di rumah, masih bisa hang out bareng teman, shopping, pokoknya bisa keluar rumah sekehendak kita. Tetapi sekali lagi, ini demi kebaikan bersama.

Bagi saya yang cenderung introvert, diam di rumah saja mestinya bukan masalah besar. Sebab terbiasa seperti itu. Faktanya, tidak juga. Saya tetap mengalami rasa jenuh yang berujung stress. Masak sih? Dua minggu awal, mungkin saya mengalami 'jetleg' karena perubahan rutinitas. Biasanya saya beraktifitas dari pagi hingga menjelang sore di luar rumah, kini harus diam saja di rumah. Perlahan-lahan, saya mencoba untuk ikhlas menerima dan melakukan hal-hal yang bisa mengusir jenuh saya.

Berpikir positif dan optimis adalah kuncinya. Menikmati keluangan waktu mampu meningkatkan  dopamin yang sebenarnya bagi introvert sudah cukup banyak dibandingkan para ekstrovert. Saya butuh lebih banyak saat ini. Selain berjemur, mencuci tangan dan berakrab dengan desinfektan, saya mulai menata waktu dan aktivitas.

  • Saya mulai melakukan sholat tepat waktu. Waktu bekerja dulu, seringnya tertunda.
  • Memulai kembali meditasi, versi saya. Biasanya selepas sholat shubuh dilanjut dengan menggerakan badan.
  • Membaca al Quran selepas sholat, yang sewaktu bekerja amat sulit dilakukan
  • Saya mengembangkan pikiran melalui youtube dengan kisah-kisah inspiratifnya atau pengetahuan lainnya. Sebelumnya, saya paling mikir kalau harus menonton youtube. Hemat data. Hehe... konsekuensinya, cari paket data dengan kuota khusus youtube.
  • Bermain game yang ringan-ringan saja.
  • Mencoba masakan baru dan simpel karena pada dasrnya saya malas dan tidak mahir masak.
  • Lebih intens saja belanja on line. Hehe. Meski pas menerima paket kudu siaga 1 semprot-semprot desinfektan tuh paket
  • Tetap terhubung dengan orang-orang di sekitar

Lalu bagaimana dengan ektrovert yang hasrat bersosialisasinya jauh lebih besar? Kalian tetap bisa menjalaninya dengan energi dan keceriaan yang lebih banyak dibanding introvert. Ektrovert tak hanya butuh kumpulan banyak orang bukan? Sebenarnya kalian hanya perlu stimulan. Kalian akan lebih kreatif kayaknya. Misalnya main tiktok, chat dalam grup besar, hangout virtual. Tidak ada salahnya juga mencoba membuat konten di kanalmu. Atau seperti saya, mencoba menulis kembali.

Yang terpenting adalah, jangan sampai kita kehilangan makna dari apa yang kita lakukan. Tetap semangat dan di rumah aja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun