Mohon tunggu...
Neneng Maulyanti
Neneng Maulyanti Mohon Tunggu... Dosen - perempuan

pensiunan PNS dan dosen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pewarisan Nilai Budaya Jepang (Bagian Pertama)

21 Desember 2021   11:17 Diperbarui: 21 Desember 2021   11:27 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

'Bangsa Jepang cinta kebersihan', 'Bangsa Jepang menghargai waktu', 'Bangsa Jepang sopan, 'Bangsa Jepang tekun dalam bekerja', begitulah slogan-slogan yang sering kita temukan di banyak tulisan tentang bangsa Jepang. 

Pujian-pujian yang mengalir tak habisnya bagi bangsa Jepang ini, melahirkan keingintahuan banyak orang terkait sistem nilai budaya Jepang, dan cara bangsa Jepang mewariskan nilai budaya mereka sampai membentuk karakter mayoritas bangsa Jepang.

Beberapa peristiwa menarik yang terjadi selama saya menjalani training di Jepang, dapat dijadikan bukti bahwa slogan-slogan tentang bangsa Jepang di atas bukanlah isapan jempol belaka.

Suatu hari saya membeli dompet kecil yang terbuat dari kain dengan sulaman khas Jepang di Dais. Dais adalah nama toko kelontong yang menjual pernak Pernik dengan harga 100 untuk semua item. Ketika saya hendak membayar di kassa, dengan sopan kasir menganjurkan saya untuk menukar dompet tersebut, karena terdapat benang yang mencuat di bagian bawahnya. 

Ternyata tidak ada lagi dompet dengan bentuk dan jenis yang sama, sehingga kasir menyarankan agar saya memilih barang lain. Berhubung saya sudah jatuh cinta pada dompet tersebut, maka saya berkeras membelinya tanpa mempersoalkan kekurangan yang ada. 

Setelah kasir membicarakan hal tersebut kepada supervisornya, akhirnya saya diperbolehkan membeli dompet tersebut dengan setengah harga, yakni 50 saja. Sesungguhnya kasir bisa saja mengabaikan kondisi barang yang dijual, apalagi kerusakannya nyaris tidak terlihat. 

Akan tetapi, nama baik perusahaan dan kenyamanan konsumen merupakan hal yang utama bagi para pengusaha di Jepang, sehingga ketika menemukan sedikit saja kerusakan pada barang dagangannya (meski tidak diketahui atau disadari oleh konsumen), maka mereka memutuskan untuk tidak menjualnya. Sikap kasir bukan saja mengindikasikan adanya kejujuran, empati, dan loyalitas yang tinggi.

Hal menarik terjadi pula di lingkungan training center. Sebagai informasi, semua trainee (peserta pelatihan) memiliki kartu makan, yang jumlahnya cukup untuk digunakan pada saat sarapan, makan siang dan makan malam. Kartu makan hanya digunakan dari hari Senin sampai Jumat siang, karena sejak Jumat malam sampai Minggu malam, ruang makan ditutup. 

Saya yang tidak terbiasa makan banyak, biasanya menggunakan jumlah yang tersisa di kartu makan untuk membeli minuman dan makanan ringan yang bisa di simpan di dalam kulkas (lemari es) yang tersedia di kamar. 

Suatu hari, seorang karyawan center makan siang di ruang makan. Dia memilih tempat duduk tepat di depan saya, sehingga terjadilah obrolan ringan sambil menanti antrian yang cukup panjang. Setelah antrian tidak terlalu padat, kami pun masuk ke barisan untuk mengambil makanan sesuai selera masing-masing. 

Setelah saya membayar makanan dengan menggunakan kartu, saya menawarkan kepada karyawan center tersebut untuk membayar makanannya dengan menggunakan kartu saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun