Mohon tunggu...
Nenden Rikma Dewi
Nenden Rikma Dewi Mohon Tunggu... Freelancer - What you seek is seeking you. (Rumi)

Content writer, proofreader and academic consultant.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku, Ragu

12 Juni 2021   10:14 Diperbarui: 12 Juni 2021   10:50 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Suvi Honkanen via Unsplash

Berjalan perlahan, menatap langit memerah kala senja. Mendengar bisik lirih angin mengucap salam pada langit yang mulai pamit. Bulir hangat jatuh perlahan, mengusap keringnya pipi dengan kelembaban. Helaan nafas panjang, terasa ada perih yang menyayat dalam hati. Luka yang butuhkan lama waktu untuk pulih. Bahkan, pulih pun menjadi hal yang mustahil terjadi.

Aku dan langkahku. Berjalan gontai kadang tersaruk, mencoba menetralkan suasana hati. Diam dalam keributan, karena bibirku tidak mengeluarkan suara tapi pikir dan hatiku begitu gaduh. Semakin gaduh dengan kebisingan sekeliling. Duniaku terkadang berputar lebih cepat dan terkadang berjalan lebih lambat, tetapi jam tubuhku selalu sama.

Semua tentangku hanya untuk membuatku merasa lebih baik, hanya ada aku untuk diriku sendiri. Tak ada yang mau merepotkan dirinya untuk duduk dan sekadar mendengarkan aku. Mereka semua hanya ingin bercerita tentang masalah mereka sendiri, sehingga aku lupakan apa yang membebaniku. Aku lebih sibuk dengan apa yang menjadi beban di pundak semua orang, karena aku pikir lukaku dan semua sedihku akan pergi.

Ketika keramaian perlahan memudar, perlahan kembali seperti semula, hanya ada aku. Kembali sendiri dengan semua tentangku. Dalam keheningan itu justru batinku begitu gaduh, berisik dan menuduh-nuduh. Ini memang hanya sebuah kisah tentang hidupku yang membosankan. Begitu datar tanpa ada sedikit pun kejutan, semua begitu dingin.

Setiap aku melangkah, aku tahu arah langkah itu tetapi rasanya aku diseret mengikutinya, bukan dengan atas kehendak hati sendiri. Ada yang menyeretku ke sana. Menenggelamkan diri dalam berbagai kesibukan yang satu demi satu menelanku. Membuatku lupa dengan siapa diriku sebenarnya.

Langkah ini benar justru sangat benar karena aku dianggap orang pilihan ketika mampu memikul tanggung jawab ini. Tahun demi tahun aku masih menikmati dan terus menikmati. Tetapi ketika setiap kesibukan itu selalu menuntut dan mengarah pada kesibukan lainnya, tubuhku mulai protes, otakku sering panas dan hatiku menjadi tidak sabaran.

Lelah dan semakin lelah, ketika aku bicarakan apa yang aku rasakan, semua hanya menepuk pundakku dan selalu mengatakan bahwa aku adalah orang pilihan sehingga seharusnya aku bersyukur telah memperoleh semua itu. Ya, ya. Aku bersyukur hanya saja aku sudah mulai merasa jenuh. Berlipat tugas dan berangkap posisi aku pegang sekaligus, bukan karena aku tidak ingin melepasnya, tetapi semua selalu menganggapku mampu.

Perlahan ada rasa kesal yang memuncak, sedikit-sedikit semua menggumpal seperti sebuah bola salju yang siap menggelinding di saat yang tepat. Sebuah bola yang pasti akan semakin besar. Aku tidak pernah membenci semua ini, hanya merasa sesak, merasa aku tertelan oleh semua aktifitas. Semua hanya menjadi sekadar rutinitas belaka, seperti halnya sebauh robot yang diprogram untuk melakukan semua pekerjaan.

Aku yang sebenarnya sudah sesak, sudah merasa kehabisan ruang dan butuh bernafas bebas. Perlahan aku mundur teratur untuk tidak lagi mengukuhkan posisiku.

Usiaku tidak lagi muda, tubuhku juga tidak lagi seperti dulu. Rasa sakit yang dulu masih bisa kupermainkan, sekarang mulai mempermainkanku. Kepalaku selalu terasa pecah seolah ingin meledak dalam tekanan gravitasi yang semakin lama semakin besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun