Mohon tunggu...
Nenden SuryamanahAnnisa
Nenden SuryamanahAnnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hanya seseorang yang sedang belajar menulis dan belajar menyampaikan opininya lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kau dan Segala Kesakitannya

19 Juli 2021   19:55 Diperbarui: 19 Juli 2021   20:02 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah hari itu, kamu semakin memperkokoh benteng itu. Kamu benar-benar menutup diri dari Ayah. Kamu semakin benci melihatnya. Percakapan kalian semakin singkat dan jarang. 

Entah mengapa kamu sepertinya sangat puas menghakimi ayah seperti itu. Mungkin itu salah satu cara untuk menyalurkan amarahmu pada takdir. Walau menurutku itu tidak adil.

Andai kamu tahu, di malam saat Ayah memarahimu itu, di kamar, ia berulang kali bertanya pada Ibu, memastikan bahwa marahnya itu murni karena ia menyayangimu. Ia juga terus bertanya pada Ibu apakah kata-katanya keterlaluan, apa nadanya terlalu tinggi. 

Ayah juga memilih berdiri hingga tengah malam, melihat keluar jendela. Rumah pohon ini terlihat jelas dari sana. Wajahnya terlihat sangat cemas dan sedih.

Sebelum ayah berbaring, ia bilang pada ibu yang terbangun. Tadi siang, ia melihat teman lelakimu jalan bergandengan dengan gadis lain. Tapi ayah tak sampai hati memberi tahu hal itu. ia malah menjadikan  peringkatmu yang turun dua angka sebagai alasan ia membenci teman lelakimu. 

Padahal saat peringkatmu turun ayah tak sedikitpun terlihat kecewa. Ia bahkan bilang pada Ibu "Bagaimana kalau kita beri kei tiket liburan, ia harus rehat sejenak."

Di hari-hari selanjutnya, Ayah berusaha mendekatimu lagi. Setiap kali kamu mengacuhkannya, ia akan membahasnya dengan ibu semalaman. Apa candaannya tadi melukai hatimu? Sampai di satu titik saat Ayah menyadari bahwa kamu telah membangun benteng itu. Ia mengubah cara menyenangkan hatimu. 

Setiap candaanya tak berhasil membuatmu tersenyum, ia akan memasukan uang ke dalam sebuah celengan besi. Ia berharap, uang ini kelak bisa membuatmu tersenyum, tidak seperti candaanya.

Begitupun saat Ayah tak sanggup memberimu selamat atas segala pencapaianmu. Ia akan membeli makanan kesukaanmu yang dititip lewat ibu. Ia juga akan menabungkan uang lebih banyak di celengan besi itu sambil berdoa, agar suatu saat nanti hubungan kalian kembali menghangat, dan ayah sanggup memberikan celengan itu padamu dengan canda tawa.

Setelah malam ibu pergi, Ayah juga kembali berusaha untuk menaklukkan benteng itu. Ia mengabaikan perasaannya yang hancur lebur, ia hanya ingin menghibur anak gadisnya walau di malam sebelumnya ia menangis sendirian di dalam kamar.

Saat ia sendiri masih harus beradaptasi menjadi Ayah sekaligus ibu untukmu, ia tetap gigih mengetuk benteng itu, mencoba jadi Ayah yang bisa kamu jadikan bahunya untuk bersandar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun