Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bersikap Adil

17 September 2020   19:30 Diperbarui: 17 September 2020   19:35 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.shorelineschools.org

Bismillah

Sewaktu suami ponakan saya di luar kota sempat diwajibkan tes swab sebelum melakukan perjalanan dinas dan dinyatakan  terpapar C19, mereka menjalani karantina mandiri. Dari mereka saya mendapat cerita bagaimana tanggapan tetangga mereka sewaktu tahu di lingkungan mereka ada yang terpapar Covid19.

Reaksi yang diterima beragam. Ada yang mengirim makanan untuk mencukupi kebutuhan makan mereka, ada yang mengirim kue-kue, dll tapi yang aneh adalah ada juga yang mencibir dan menghujat. Sambil bercanda kami menyimpulkan C19 sudah membantu membuka tabir wajah sesungguhnya dari seseorang. Mana teman yang sesungguhnya dan mana teman yang bohongan.

Saat baru dinyatakan terpapar mereka langsung melakukan metabolic conditioning sekitar 5 hari sebelum jadwal tes swab yang ke2 bagi suami dan yang ke1 bagi istri. Alhamdulillah hasilnya, meski diwarnai keheranan yang sangat dari petugas gugus covid terkait, semua negatif untuk swab 2 dan 3 hingga akhirnya mereka selesai karantina mandiri.

Saya ingin menyoroti sikap masyarakat terhadap mereka yang di'vonis' covid19. Saya nggak ngerti darimana reaksi negatif itu berasal.  Kenapa setiap ada kasus C19 sebagian orang di lingkungan yang sama langsung ambil ancang-ancang melockdown ybs. 

Perilaku ini malah menambah beban stres dari mereka yang langsung terpapar. Jangan salahkan sikap keluarga penderita yang cenderung menutupi karena mereka tidak mau diperlakukan seolah aib dan hina.

Kok bisa kita menyikapi orang yang terkena musibah (kadang seorang OTG yang sehat tetiba kedapatan tes swab dan entah bagaimana dinyatakan positif) dengan cara yang tidak beradab. Terpapar C19 bisa seolah mendapat aib, bahkan kesannya lebih buruk daripada seseorang divonis HIV/AIDs. Apa-apaan ini.

Apakah kita mau bilang orang yang terpapar C19 yang dia pun tidak ingin terpapar sebagai orang-orang yang kehilangan martabatnya sehingga layak diperlakukan tidak adil. Apakah ini buntut dari pemberitaan tentang kedigdayaan C19 yang cenderung mengglorifikasi C19? Orang takut diketahui status kesehatannya karena takut sanksi dari masyarakat. Terus masyarakat lebih suka dibohongi gitu? Nggak mau juga kan.

Kenapa kita tidak bisa bersikap adil dan proporsional. Pahami dulu cara penularan C19, adakah di sana terkait dengan kegiatan yang melanggar kaidah susila, apakah akibat perbuatan melanggar hukum manusia dan Allah? Nggak ada kan.

Apakah seseorang terkena C19 karena nyuntik narkoba? Apakah karena berhubungan homoseksual seperti yang terjadi pada penderita Aids. Apakah akibat minum-minum alkohol sebagaimana penderita penyakit hati? Besar kemungkinan jawabannya tidak. Lantas darimana asal stigmatisasi aib orang yang terpapar C19.

Orang bisa terpapar C19 saat memegang suatu benda yang terpapar virus C19 dan terbawa masuk lewat salah satu gerbang mukosa kita. Saat imun kita lemah, kita terinfeksi. Sebetulnya biasa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun