Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Diabetes, Penyakit atau Nasib?

19 Januari 2019   12:46 Diperbarui: 22 Januari 2019   11:08 1191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Thinkstockphotos

Diabetes adalah kondisi medis di mana tingkat glukosa darah melebihi batas normal, dan seringkali berhubungan dengan masalah lain termasuk penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal.

Penyebab utama diabetes adalah kekurangan insulin pada tubuh atau terjadi abnormal yaitu penggunaan insulin yang abnormal.

Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh pankreas, yang mengubah glukosa darah (gula) menjadi energi. Makanan yang kita makan diubah menjadi glukosa sebelum diabsorpsi dalam aliran darah. Pankreas melepaskan insulin untuk memindahkan glukosa dari aliran darah ke sel tubuh, untuk kemudian digunakan atau disimpan oleh tubuh. (Sumber: klinikdiabetessingapura.com)

Penyakit diabetes saat ini menjadi masalah yang sering dialami penduduk Singapura. Hal ini terjadi karena populasi menua, diet dan gaya hidup yang tidak sehat. (Sumber: http://klinikdiabetessingapura.com/apa-itu-diabetes)

Seperti yang disebutkan dalam situs di atas, Singapura menempati peringkat kedua tertinggi negara maju dalam hal banyaknya kasus diabetes. Mereka pun banyak mendirikan klinik-klinik Diabetic Foot Care (DFC).

DFC adalah klinik perawatan luka akibat diabetes. Dalam video digambarkan bagaimana kondisi luka akibat diabetes dan bagaimana mereka melakukan perawatan luka. Namun, tidak ada satupun bagian yang menyinggung tentang solusi pengobatan untuk penderita diabetes.

Ada kesan bahwa Diabetes dianggap given, nasib. Bahkan Diabetes dijuluki ibu dari semua penyakit. Bagaimana tidak, dari diabetes penderita akan mengalami komplikasi penyakit lain misal jantung, ginjal (almarhum ibu saya meninggal setelah gagal ginjal yg disebabkan oleh diabetes), dan organ-organ utama lainnya.

Selama ini kita sering mendengar bahwa diabetes adalah ibu dari semua penyakit tetapi sejauh ini kita belum mendengar adanya upaya nyata mengatasi akar masalah diabetes (selain menyalahkan kurangnya insulin). Belum tampak upaya mengatasinya secara tuntas. Kita harus yakin bahwa setiap masalah pasti ada solusinya.

Kecenderungannya yang terjadi saat ini adalah setiap orang yang sudah divonis diabetes menerimanya dengan pasrah, seakan sudah nasib. 

Baiklah, mari kita coba melihat soal diabetes ini secara lebih sederhana. Saya analogikan diabetes itu suatu masalah genteng bocor, klinik perawatan luka seperti di Singapura, (contoh dalam video), kita analogikan sebagai tindakan untuk mengatasi tetesan air akibat genteng bocor yang bikin lantai kayu rumah kita jadi lapuk.

Termasuk juga di dalamnya penanganan cuci darah akibat gagal ginjal atau suntik insulin dalam rangka mengatasi insulin resistan seperti kita  pasang ember di tempat yang bocor.

Memang betul, kalo gagal ginjal harus cuci darah karena darah dipenuhi gula yang mengakibatkan kekurangan oksigen, tapi yang menyebabkan gagal ginjal itu apa? Diabetes bukan. Nah lagi lagi, diabetes...diabetes...diabetes. Tidak heran kenapa diabetes dinobatkan jadi ibu dari segala penyakit.

Baiklah, kita lanjutkan dengan skenario pasang ember. Mereka meletakkan ember di setiap tempat yang bocor, bertebaran di mana-mana atau ganti plafon yang hancur. Artinya dalam hal diabetes ini, akan muncul simptom-simptom penyakit degeneratif sebagai turunan diabetes setelah gudang-gudang penyimpanan lemak hasil pengolahan glukosa (dan lemak itu sendiri) mulai resistan terhadap insulin sehingga terjadi inflamasi atau sederhananya berkurang kemampuannya atau tidak sanggup berfungsi lagi seperti yang saya singgung di atas.

Terus bocornya berhenti nggak? Ya nggak juga. Bocor kan dari atas plafon alias gentengnya yang bocor atau rusak. Selama hujan turun di genteng yang bocor dan gentengnya belum diperbaiki, maka kebocoran pasti terjadi.

Seperti itulah yang terjadi jika kita menyelesaikan akibat, bukan sebab. Artinya, membersihkan luka diabetes atau cuci darah sekalipun tidak berarti menyelesaikan masalah diabetes itu. Sama saja seperti kita mengganti ember yang sudah penuh, mengganti plafon yang rusak. Namun bagaimana dengan akar masalahnya. Akar masalahnya ada pada makanan, dalam hal ini arus masuk gula dan karbo via makanan, tidak pernah dituntaskan.

Sungguh memprihatinkan, tapi begitulah umumnya praktek mengatasi penyakit diabetes. Silakan simak video tentang DFC.

Diabetes adalah penyakit, bukan gaya hidup apalagi nasib. Kebanyakan orang yang divonis Diabetes akan merasa putus asa, dan pasrah menerima nasib. Hal itu dikarenakan pandangan umum bahwa diabetes tidak mungkin disembuhkan. 

Benarkah tidak bisa disembuhkan? Kita harus tetap bersemangat untuk mengentaskan diri dari kondisi diabetes. Penderita diabetes bisa sembuh, insyaa Allah. Caranya? Dengan menjalankan Ketofastosis Life Style (KFLS). 

Apakah KFLS bisa menyelesaikan masalah diabetes?

Diabetes terkait erat dengan pola makan dan gaya hidup. KFLS adalah gaya hidup, bukan sekadar diet makanan. Dengan prinsip menyeimbangkan biokimia tubuh manusia, KFLS menjadi sebuah alternatif solusi penyembuhan diabetes yang layak untuk dipertimbangkan dan dijalani.

KFLS tidak akan melakukan aksi pasang ember. KFLS akan mulai membetulkan gentengnya, jadi tidak bocor lagi. KFLS tidak akan repot ganti plafon atau menyebarkan ember di setiap titik bocor karena nantinya memang sudah tidak ada lagi kebocoran.

Maksudnya gimana?

Di bagian awal sudah disebutkan bahwa penyebab diabetes adalah hormon insulin yang (dianggap) kurang padahal tugasnya sangat penting yaitu mengubah glukosa darah (gula) menjadi energi dan mengubah glukosa menjadi lemak untuk disimpan dalam 'gudang' bagi sisa glukosa yang tidak terserap.

Glukosa darah berasal dari mana?

Dari asupan external yang berasal dari makronutrisi karbo dan dari semua sumbernya seperti beras, ketan, tepung, umbi-umbian, dll.

Siapa yang memasukkan jumlah besar glukosa itu?

Tentu kita sendiri.

Jadi diabetes ini terjadi karena (i) insulin yang kurang jumlahnya atau (ii) glukosa darah yang jumlahnya melampaui batas maksimal yang mampu ditangani oleh hormon insulin?

Jawabannya adalah yang kedua (ii), kurangnya insulin dibanding besarnya jumlah 'sampah' glukosa yang masuk ke darah kita secara terus menerus.

Insulin adalah hormon yang dkeluarkan pankreas dalam jumlah terbatas. Di saat manusia tidak lagi mengerti batas jumlah karbo yang dimakan, maka pertahanan kita hanya tinggal di hormon insulin (baca: mengandalkan insulin).

Ketika mulut terus melahap segala jenis karbo (selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun) dan dengan optimisnya kita berharap pankreas bisa terus menerus memproduksi insulin. Sementara itu pankreasnya sendiri sudah dalam kondisi kepayahan akibat kurangnya oksigen dan mengalami inflamasi akibat tertimbun lemak hasil olahan glukosa lebih.

Kalau begitu, insulinnya atau kita yang salah? Kita sudah tau jawabannya. Kita yang tidak mau membatasi selera, pankreas yang disuruh bertanggung jawab. Cara kerja KFLS yang langsung  menutup keran karbo dan gula ke dalam tubuh adalah tindakan yang paling logis.

Demikian pula halnya KFLS, mengawali tindakan dengan stop akar permasalahan yaitu berhenti mengutamakan makronutrisi karbo dan beralih ke pola makan rendah karbo dan tinggi lemak dan protein.

Suatu hal yang perlu kita pahami adalah liver tetap mampu menghasilkan glukosa sendiri untuk menutupi kebutuhan tubuh kita, tanpa perlu asupan karbo dari luar (gluconeogenesis).

Jadi KFLS mulai menyelesaikan problem seperti kita memperbaiki genteng bocor dengan cara membetulkan gentengnya. Sebelumnya kita beri pelapis yang menghalangi hujan menyentuh genteng. Setelah itu barulah kita perbaiki plafond, lantai yang sempat rusak karena bocor, dan seterusnya.

Perlu juga dipahami bahwa dalam konteks membatasi suplai glukosa, liver manusia mampu melakukan gluconeogenesis, artinya liver menghasilkan glukosa tanpa ada asupan karbo dari luar. Pemicunya adalah kondisi dimana tubuh memerlukan energi besar, maka diperlukan bahan bakar cepat olah. Bahan bakar cepat itu adalah glukosa. Kebutuhan energi besar terjadi dalam kondisi:

  1. Kemunculan hormon (stress/kortisol, seks (libido), adrenalin, dll). Jadi, jika kita terus menerus stress, walaupun pola makan sudah dijaga, dengan adanya demanding energy dari hormon kortisol (stress) menyebabkan liver akan terus melakukan gluconeogenesis. Darah akan terus dibanjiri gula.
  2. Saat inflamasi, manusia kalau sakit, HC (healing crisis), infeksi, akan ada gluconeogenesis juga, karena saat sel imun naik, dia perlu bahan bakar cepat olah seperti glukosa.
  3. Perempuan saat menstruasi.
  4. Kondisi manusia saat kurang tidur atau sedang olahraga.

Karena itu penting untuk menghindarkan diri dari kondisi-kondisi yang memicu demanding energy yang tidak perlu sehingga liver bisa terhindar dari proses gluconeogenesis.

Selanjutnya, ketika liver tidak memperoleh asupan karbo, liver akan melakukan proses ketogenesis dengan cara meluruhkan lemak-lemak yang tersimpan dalam gudang-gudang tubuh kita untuk dibakar oleh liver sehingga menghasilkan energi pengganti glukosa yang disebut ketone. 

Proses peluruhan glukosa yang tersimpan di seluruh tubuh yang disebut glikasi ini bertujuan untuk menyediakan bahan bakar bagi liver agar dapat menghasilkan energi yang disebut keton (ketogenesis). Proses ini berdampak pada rejuvenisasi sel-sel yang sebelumnya sempat rusak akibat gula berlebih.

Hasilnya? Pankreas tidak lagi dipaksa untuk memproduksi insulin. Liver tidak lagi dituntut mengolah karbo baru yang sangat tidak efisien. Kondisi tubuh secara umum akan membaik dan terus membaik.

Jika kita tidak lagi menjadikan karbo sebagai makronutrisi utama tubuh kita, pertanyaannya apakah kita bisa hidup tanpa karbo?

Jawaban singkatnya bisa. Karbo bukan makronutrisi esensial bagi tubuh kita. Fenomena manusia menjadikan karbo sebagai makronutrisi esensial baru terjadi belakangan ini saja. Pada dasarnya manusia adalah pemakan lemak dan protein (sesuai dengan kondisi system pencernaan manusia. Baca tulisan saya "Antara Karbo, Lemak dan Lambung").

Mari kita kritis. Jika karbo itu memang baik, kenapa insulin tidak diproduksi sesuai dengan jumlah karbo yang masuk? Karena karbohidrat memang tidak dimaksudkan menjadi bahan bakar energi (makronutrisi) kita yang utama.

KFLS bukan barang baru. KFLS adalah gaya hidup orang zaman old, saat belum ada gaya hidup makan karbo dalam jumlah besar seperti zaman now.

Jika ketofastosis itu buruk bagi kesehatan manusia, mestinya manusia sudah punah dari dulu. Penelitian menunjukkan bahwa liver mampu mengubah sistem pembakaran dari berbasis glukosa menjadi pembakaran lemak yang menghasilkan keton sebagai energi.

Manusia zaman dulu harus berburu sebelum makan. Tidak jarang justru mereka yang diburu oleh hewan buruan. Artinya kalau mau makan harus penuh perjuangan. Lihatlah kondisi manusia zaman sekarang. 

Begitu membuka mata, makanan sudah terhidang, keluar pintu rumah sudah ada tukang jualan makanan bahkan dengan adanya layanan pembelian makanan online semakin mempermudah manusia untuk makan dan meminimalisasi usahanya untuk memperoleh makan. 

Saya mengutip kalimat yang diucapkan oleh mas Tyo, founder KFLS. Memang betul. Tidak satupun manusia gua zaman dulu  yang sarapan  minum teh manis atau makan roti apalagi mie ayam sebelum berburu rusa.

Saya bukan dokter, saya cuma seorang emak-emak praktisi KFLS yang ingin berbagi informasi dan cara pandang bahwa diabetes bukanlah nasib, karena tidak mungkin Allah Yang Maha Penyayang menganiaya hamba-Nya, kecuali perbuatan hamba-Nya sendiri lah yang menganiaya diri.

Diabetes adalah tentang pola makan, gaya hidup dan cara pandang tentang kesehatan. Diabetes bisa diatasi bukan sekedar diakali, itu kabar baiknya, insyaa Allah.

-nd

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun