Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

AI Versus Generasi Milenial

31 Desember 2018   20:36 Diperbarui: 31 Desember 2018   20:54 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya melihat video masterchef robot bernama Moley. Dirancang menjadi koki handal di rumah, kabarnya mulai dipasarkan 2019. Saya juga sudah melihat video mobil otomatis tanpa pengemudi yang bisa membawa penumpangnya kemana saja. Belum lagi robot tukang bersih-bersih, robot security gedung, dan lain sebagainya. Jika semua itu terwujud dan dipasarkan masal, maka akan bertambah lagi profesi yg terancam oleh robot.

Mungkin betul saya terlalu pesimis, galau, kuatir dalam membayangkan ancaman AI terhadap manusia. Bagi sebagian orang, kehadiran AI justru dinantikan. Misalnya para pengusaha dan pemilik pabrik yang sudah lelah menghadapi demonstrasi buruh bertahun-tahun. 

Kenaikan upah yang dirasa semakin berat karena daya beli pasar yang justru semakin melemah. Kehadiran AI yang bisa menggantikan peran manusia yang sering keluh kesah pastinya dianggap seperti segalon air segar di tengah gurun pasir. Bisa dipahami ya kalo AI bagi pemilik usaha padat karya jadi semacam harapan.

Lalu bagaimana dari perspektif pekerja? Pekerja di masa depan mungkin anak-anak kita semua. Mereka itulah yang kelak berinteraksi langsung dengan AI. Merekalah yang akan berteman dengan AI karena pekerjaan mereka terbantu, atau justru bermusuhan dengan AI karena AI telah menyebabkan mereka dirumahkan alias phk.

AI seperti sebuah uang coin, satu sisinya menjadi berkah bagi mereka yang akrab dengan dunia algoritma ini. Sementara di sisi lain dapat menjadi musibah karena kehadirannya justru menjadi akhir karir bagi sebagian manusia. Apalagi mereka tidak pernah disiapkan untuk menghadapi situasi semacam itu.

Saat ini orang masih mengagumi kehadiran AI, tapi tunggu saat AI merebut lapangan kerja jutaan manusia. Namun yang menarik adalah pandangan anak generasi milenial yang berbeda. Ketika saya tanyakan hal ini kepada anak saya, dia berpikir AI adalah fenomena yg tak terhindarkan. Baginya itu sunatullah jaman now. Kita tidak bisa membendung AI katanya, HP pun penuh fasilitas AI. Menurut anak saya cara terbaik kita untuk menghadapi AI adalah dg membuat kualitas diri kita menjadi lebih baik lagi dengan mengejar pendidikan setinggi-tingginya.

Saya sependapat dengannya, tapi tetap saya  makin resah. Karena usia yang beranjak senja tentunya menjadikan helicopter view kita juga lebih tinggi dari anak kita. Saya sedih membayangkan generasi muda Indonesia yang masih banyak belum bisa bersekolah ke tingkat yang lebih tinggi lagi dari SMP atau SMA. Nantinya mereka bukan hanya bersaing melawan teman-temannya sesama manusia, namun mahluk AI dari spesies yang berbeda.

AI ibaratnya gabungan dari karyawan terpintar, terajin, terloyal. Sementara tampaknya sudah menjadi fitrah generasi milenial, mereka terpintar tapi belum tentu terajin apalagi terloyal. Bagaimana bisa bersaing dengan AI. Lalu apa jadinya kelak nasib mereka ketika berusia angkatan kerja.

Bagaimana pun femomena ini tengah berlangsung dan agaknya akan terus berlangsung. Sungguh ironis, ditengah persaingan kerja semakin sengit, ilmuwan justru rajin memperkenalkan AI di bidang yang sebelumnya sangat humanis.  Saking kentalnya aura ironi itu sampai-sampai saya menduga jangan-jangan AI ini sebenarnya diperkenalkan dan dikembangkan untuk mendukung ide mimpi segelintir orang yang menginginkan dunia (khususnya daerah iklim tropis) hanya diisi ratusan juta atau dua milyaran manusia terhebat saja. Jangan-jangan mereka tengah bekerja untuk mewujudkan mimpinya para utopist dunia. Jadi masuk akal kan kenapa AI diciptakan sebagai supir, pembantu rumah tangga, koki, dan lain sebagainya. 


Renungan akhir tahun.

31 Des 2018
-nd

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun