Mohon tunggu...
Negara KITA
Negara KITA Mohon Tunggu... Penulis - Keterangan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bio

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Jokowi-Prabowo Ogah Diatur Blok Islam

12 Agustus 2019   19:26 Diperbarui: 12 Agustus 2019   19:38 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi-Prabowo di Kongres PDIP [Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana]

Oleh karena itu, seperti kita ketahui sebelumnya muncul Poros Gondangdia (NasDem -- Anies Baswedan). Tak hanya sampai di situ, sepertinya MUI, NU dan PKB pun mulai memunculkan reaksi ketidaksukaan akan adanya Koalisi Teuku Umar (PDIP-Gerindra). 

Tetapi, Presiden Jokowi telah mengambil keputusan. Beliau pernah mengatakan bahwa proporsi kabinetnya nanti sebanyak 60 (parpol):40 (profesional) atau 50:50. Ia pun telah menunjukkan sikap di Kongres V PDIP bahwa ia tidak mau diatur oleh parpol koalisi dalam menentukan posisi menteri. 

"Dia bilang, ketika partai lain dapat dua, PDIP dapat empat. Kemudian dia melanjutkan, seandainya partai lain dapat 3, ketika massa yang hadir menjawab 6, Jokowi justru bilang belum tentu. U

ntuk menyusun kabinet, Jokowi ingin otonom. Itu dengan mudah dijawab, dia ini orang kuat, tapi dia ini orang Solo," ujar pengamat politik Ali Munhanif. Artinya, dengan PDIP yang merupakan parpol yang telah mengusung namanya sendiri dia bisa memberi kode seperti itu, tentunya dia bisa bersikap lebih tegas pada partai lain yang sedang berupaya membentuk poros lain, termasuk poros blok Islam.

Lantas apa tanda-tanda MUI, NU, dan PKB tidak menyukai kedekatan antara PDIP-Gerindra? Buntut dari pertemuan antara Prabowo dan Jokowi di MRT Lebak Bulus bulan lalu, diadakanlah Ijtima Ulama IV. 

Hasil dari Ijtima Ulama IV menawarkan konsep NKRI Syariah yang disandingkan dengan UUD 45 dan Pancasila. Konsep ini mendapatkan reaksi negatif dari berbagai kalangan seperti istana dan parpol. 

Akan tetapi, setelah konsep NKRI Bersyariah muncul, pihak MUI melalui Anggota Komisi Hukumnya Anton Tabah Digdoyo justru mengkritik pemerintah agar tidak alergi syariah dan khilafah. Ia menyampaikannya dalam keterangan tertulis pada Sabtu 10 Agustus lalu. 

Ada apa dengan MUI? Apakah pihak MUI tidak melihat bahwa konsep NKRI Syariah tidak sesuai dengan cita-cita luhur Pancasila karena tujuan akhir dari NKRI Syariah adalah khilafah? Apakah sikap mereka ada kaitannya dengan peran Jokowi sebagai penentu struktur kabinet pemerintahan Jokowi berikutnya? 

Apakah ini merupakan respon dari tidak diikutsertakannya Wapres terpilih Ma'ruf Amin dalam pemilihan menteri? Apakah Kelompok Islam seperti MUI, NU, dan PKB tidak suka dilibatkannya Prabowo dalam pemerintahan nanti? Bukankah Prabowo selama ini identik dengan Blok Islam? 

Sepertinya tak lagi begitu, karena sehari sebelumnya Waketum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengakui bahwa ada penumpang gelap yang masuk dalam barisan pendukung Prabowo-Sandiaga. 

Penumpang gelap ini terlihat mati-matian membela Paslon 02 tetapi pada kenyataanya mereka hanya memanfaatkan Prabowo demi kepentingan sendiri. Apabila kita mengikuti perkembangan Pilpres yang lalu, maka penumpang gelap di sini merujuk pada Blok Islam kanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun