Mohon tunggu...
Negara KITA
Negara KITA Mohon Tunggu... Penulis - Keterangan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bio

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berebut Kursi Menhan Bersenjata Makar

17 Juni 2019   16:04 Diperbarui: 17 Juni 2019   16:13 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemenhan [Foto: dok. kemhan.go.id]

"In politics, nothing happens by accident. If it happens, you can bet it was planned that way." --Franklin D. Roosevelt

Begitulah ucapan dari Presiden AS ke-32 Franklin Delano Roosevelt. Apabila kita terjemahkan, ucapannya memiliki arti bahwa dalam dunia politik, tidak ada kejadian yang terjadi secara kebetulan. Semuanya telah direncanakan. Artinya, dalam upaya mendapatkan posisi atau jabatan, tiap peristiwa yang terjadi tidaklah terjadi begitu saja tanpa maksud tertentu, tak terkecuali rentetan kejadian yang disinyalir merupakan upaya dalam mendapatkan kursi Menteri Pertahanan.

Kerusuhan 22 Mei membawa nama beberapa purnawirawan AD seperti Soenarko terkait kepemilikan senjata ilegal yang diduga akan digunakan untuk berbuat makar. Telah kita ketahui bersama bahwa mantan Danjen Kopassus tersebut memiliki kedekatan dengan Prabowo Subianto dan berdiri di barisan pro oposisi. Akan tetapi temuan senjata ilegal milik Soenarko menjadi polemik yang mampu memecah belah TNI AD.  Penangkapan Soenarko menggugah jiwa korsa beberapa purnawirawan TNI AD untuk membelanya. Pembelaan oleh para purnawirawan itu pun dapat berimbas pada munculnya jiwa korsa TNI AD aktif agar membela Soenarko. Akibatnya TNI AD disinyalir terpecah menjadi dua. Antara berpegang teguh pada jiwa korsa, dengan patuh pada rantai komando yaitu negara.

Sinyal pecahnya TNI AD ini berakar dari senjata. Temuan senjata ilegal membuka tabir akan pentingnya tata kelola persenjataan yang komprehensif di Indonesia. Perlu adanya menteri pertahanan yang revolusioner yang mampu mendata semua senjata di Indonesia. Agar terlaksana, tentu saja perlu adanya peningkatan anggaran pertahanan kita.

Oleh karena itu, polemik senjata makar yang disinyalir memecah belah TNI AD ini mungkin saja merupakan siasat politis dalam memperebutkan kursi Menteri Pertahanan, karena Menteri Pertahanan lah yang bisa mengajukan peningkatan anggaran TNI.

Ketidakpuasan dari purnawirawan pendukung Prabowo saya rasa terwakilkan oleh ucapan Gatot Nurmantyo. Ia merupakan salah satu purnawirawan di barisan oposisi yang berkali-kali mengkritik pemerintah akan anggaran TNI. Saat pidato kebangsaan Prabowo di Surabaya 12 April yang lalu, mantan Panglima TNI ini menyampaikan perihal alokasi anggaran untuk institusi militer yang masih minim.

Keinginan untuk menaikkan anggaran pertahanan Indonesia pun seiring dengan penyampaian Prabowo saat debat Pilpres keempat 30 April 2019. Dalam debat Capres itu, Prabowo Subianto membuka topik akan anggaran TNI yang kurang. Ia pun meminta agar anggaran itu ditingkatkan.

Apabila kita mau sedikit menganalisa, maka mungkin saja kejadian kerusuhan 22 Mei dan polemik senjata makar yang memecah belah para purnawirawan TNI AD adalah soal perebutan kursi Menhan. Kita semua harus Ingat, dalam politik, suatu kejadian terjadi bukan secara kebetulan, melainkan sudah direncanakan.

Sumber:

1. Tribunnews Medan [Kapolri Sebut Kasus Soenarko Terbuka Dimusyawarahkan, Beda dengan Kasus Kivlan Zen!]

2. Tempo [Kuasa Hukum dan Sejumlah Purnawirawan TNI Bela Soenarko]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun