Mohon tunggu...
Negara KITA
Negara KITA Mohon Tunggu... Penulis - Keterangan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bio

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Game of "Legislatif" Thrones

18 April 2019   15:24 Diperbarui: 18 April 2019   17:49 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertarungan Parpol 2019 [Foto: liputan6.com]

Pemilu 2019 telah usai. 17 April kemarin rakyat Indonesia telah menentukan pilihannya antara Paslon 01 maupun 02. Tetapi, pemilu tak melulu tentang Pilpres. Selain pemilihan presiden, dilakukan juga pemilihan anggota legislatif yang berasal dari pelbagai partai politik (parpol). Berdasarkan hasil Quick Count LSI 2019 (suara masuk 92.8%) didapat hasil perolehan suara sementara parpol-parpol tersebut. Apabila kita membandingkannya dengan hasil KPU tahun 2014, maka ada perubahan perolehan suara dari masing-masing partai dibandingkan pemilu sebelumnya.

Perubahan suara yang tiap parpol peroleh bervariasi. Ada yang cenderung tidak mengalami banyak perubahan, ada yang meningkat, bahkan ada yang anjlok. Di antara partai-partai tersebut yang paling tinggi perolehan suara barunya adalah Perindo (2.95%), Berkarya (2.4%), PSI (2.39%), NasDem (1.59%), dan PKS (1.37%). Akan tetapi, karena peraturan Pemilu mengatakan bahwa ambang batas parlemen sebagai syarat menduduki kursi legislatif adalah 4%, maka urutan partai yang banyak memperoleh suara baru adalah NasDem (1.59%), PKS (1.37%), dan PDIP (1.03%). Di sisi lain, partai yang mengalami kerugian suara terbesar apabila dibandingkan Pemilu 2014 adalah Demokrat (-3.48%), Hanura (-3.43%), dan Golkar (-2.66%).

Peningkatan maupun penurunan perolehan suara dari suatu partai menunjukkan efektivitas mereka sebagai partai politik. Menurut National Democratic Institute for International Affairs, ada tiga aspek yang menyebabkan efektif atau tidaknya suatu parpol. Yakni demokrasi internal partai, transparansi, dan jangkauan.

Kita akan sedikit menganalisis dari aspek-aspek tersebut. Aspek pertama adalah demokrasi internal partai. Anggota partai yang antusias dan aktif adalah nyawa dari tiap parpol. Parpol yang memiliki budaya demokratis dalam lingkup partainya akan melibatkan anggotanya dalam berbagai aktivitas serta pengambilan keputusan. Parpol yang aktif berinteraksi dengan anggotanya cenderung lebih alami dengan pendekatannya ke masyarakat sehingga lebih memahami apa yang rakyat inginkan. 

Kita bisa lihat partai yang memiliki konflik internal mengalami penurunan perolehan suara. Contohnya saja dari Partai Hanura yang mengalami konflik internal akibat sengketa Ketua Umum kubu Oesman Sapta Odang dan Ketua Umum kubu Daryatmo. Hasilnya adalah Hanura yang anjlok suaranya sebesar 3.43%. Begitu juga dengan Partai Demokrat yang seakan bimbang semenjak pernyataan AHY yang mengatakan bahwa Pilpres 2019 tidak menguntungkan bagi partai berlambang Mercy ini. Apalagi ditambah surat dari SBY perihal konsep kampanye akbar Prabowo di GBK yang tidak inklusif. Tentu saja ini menyebabkan konflik bagi anggota partai Demokrat.

Kedua adalah transparansi. Transparansi membantu dalam memerangi korupsi lewat penegasan aturan dan menyediakan mekanisme hukuman bagi anggota partainya yang memiliki gelagat korupsi. Contohnya adalah saat rilis kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 8 April lalu. Partai Hanura dan Partai Demokrat termasuk dalam jajaran partai-partai yang memiliki presentase kepatuhan LHKPN terburuk dengan Hanura sebesar 46.67% dan Demokrat sebesar 57.38%. Sedangkan NasDem dan PKS termasuk dalam jajaran partai yang paling patuh terhadap liris LHKPN, masing-masingnya 88.89% untuk NasDem dan 66.67% untuk PKS.

Terakhir adalah jangkauan. Parpol yang memiliki visi kemenangan di masa mendatang berusaha menggaet dukungan dari masyarakat yang mungkin belum memiliki keterwakilan di politik dan publik. Salah satunya mungkin bisa kita lihat dari keterwakilan para disabilitas. Contohnya saja parpol yang mengusung caleg disabilitas, seperti PKS yang mengusung Aden Achmad dan NasDem yang mengusung Anggiasari Puji Aryatie. Efeknya adalah, kedua partai ini mendapatkan perolehan suara yang lebih banyak dibandingkan pemilu sebelumnya.

Oleh karena itu, apabila ketiga aspek tersebut dioptimalkan, maka kemungkinan besar yang terjadi saat pemilihan legislatif adalah perolehan suara yang besar pula, begitu juga sebaliknya apabila partai tidak efektif, maka perolehan suaranya pun kemungkinan akan menurun.

Sumber:
1. Detik [Quick Count Sementara LSI Denny JA 92,8%, Bagaimana Posisi Parpol-parpol?]
2. Kompas [Disahkan KPU, Ini Perolehan Suara Pemilu Legislatif 2014]
3. NDI [Best Practices of Effective Parties: Three training modules for political parties]

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun