Mohon tunggu...
Negara KITA
Negara KITA Mohon Tunggu... Penulis - Keterangan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bio

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Bukan Ahok

20 Desember 2018   14:53 Diperbarui: 20 Desember 2018   15:08 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan Ahok (Foto: Widodo S. Jusuf/ANTARA FOTO)

Hari itu, tertanggal 2 Desember 2016 jutaan umat muslim berbagai daerah memadati lapangan Monumen Nasional (Monas). Massa menuntut hukuman atas Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sosok tersangka penista kitab suci Al Quran.

Sebuah unjuk rasa murni menuntut Ahok yang bisa diposisikan sebagai common enemy umat Islam. Aksi tersebut biasa kita kenal dengan 212. Isu itu pula yang menjadi perekat soliditas pemilih muslim di Pilkada DKI Jakarta. Hasilnya pun bisa ditebak dengan mudah, Ahok terjungkal oleh Anies Baswedan yang mendapat dukungan kelompok 212.

Namun, setiap tanggal 2 di tahun berikutnya muncullah kegiatan bernama Reuni 212. Kegiatan yang memiliki konteks silaturahmi antar peserta Aksi 212. Banyak pihak yang mengatakan bahwa reuni tersebut murni silaturahmi, tapi tak sedikit pula yang menyatakan reuni 212 bersifat politis.

Kehadiran tokoh-tokoh politik pendukung Prabowo di acara itu menguatkan sinyalir politisasi reuni 212 untuk menggalang dukungan. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, event akbar itu gagal menjadi alat pukul politik yang efektif untuk menggerus elektabilitas Jokowi.

Reuni 212 tak banyak mengubah peta pemilih Jokowi versus Prabowo. Hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menemukan keunggulan elektoral Jokowi masih 20 persen di atas Prabowo. Sebaliknya pemilih Prabowo justru melorot.

Menurut hasil survey LSI, sebelum Reuni 212, 53,2 % responden memilih Jokowi-Maruf dan 31,2 % memilih Prabowo-Sandi. Setelah Reuni 212 yang dihadiri Prabowo, hasil survei malah tidak mendongkrak elektabilitas Paslon No 02. Hasil survei justru meningkatkan elektabilitas Jokowi-Maruf menjadi 54,2 %, dan menurunkan elektabilitas Prabowo-Sandi menjadi 30,6 %.

Mengapa Reuni 212 tidak bisa mendongkrak elektabilitas Prabowo-Sandi?

Memang lebih banyak pemilih muslim dari komunitas 212 yang memilih Prabowo, namun tak sedikit pula pemilih muslim seperti kalangan NU yang justru pergi meninggalkan Prabowo dan beralih ke Jokowi. Hal tersebut terjadi karena Jokowi berpasangan dengan Maruf Amin.

Bagi pemilih muslim, sosok Maruf Amin juga lebih dianggap mewakili kalangan pergerakan Islam dibandingkan dengan Prabowo dan Sandiaga yang tak punya catatan kedekatan dengan kelompok pergerakan Islam. Maruf Amin terbukti efektif menjaga Jokowi di kalangan pemilih muslim yang hadir di reuni 212 maupun yang tidak.

Terlebih lagi, dalam reuni 212, isu NKRI bersyariah yang digaungkan ikon 212 Rizieq Shihab juga jadi persoalan. Isu tersebut membuat kelompok minoritas was-was terhadap masa depan pluralitas di negeri ini dan memilih beralih ke Jokowi.

Tampak jelas, bahwa Reuni 212 hanyalah sebatas aksi silaturahmi yang ditunggangi kepentingan politis. Harapannya adalah dengan menunggangi massa yang banyak maka bisa mengungguli Paslon Nomor 01. Akan tetapi, Jokowi bukanlah Ahok. Jokowi bukanlah sosok common enemy umat Islam seperti kasus Ahok 2 tahun yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun