Mohon tunggu...
Negara Baru
Negara Baru Mohon Tunggu... Freelancer - Tentang Saya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi Sudut Pandang Baru Negara Kita

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dalih Menkominfo Ancam Stabilitas Papua

5 Juni 2020   17:54 Diperbarui: 8 Juni 2020   16:38 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers". -- Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) PBB (Artikel 19)

Pada tahun 2016, The United Nations Human Rights Council (UNHRC) atau dikenal dengan Dewan HAM PBB mengeluarkan resolusi, mengutuk negara-negara yang dengan sengaja mengganggu akses internet rakyatnya. Resolusi ini dibangun atas pernyataan PBB sebelumnya terkait hak asasi digital, secara spesifik terkait kebebasan berekspresi yang tercantum di artikel 19 Deklarasi HAM Universal.

Resolusi ini secara legal, memang tidak mengikat, namun dapat menjadi senjata ampuh advokat yang memperjuangkan hak digital manusia dalam menekan pemerintah yang melanggarnya. Salah satu pelanggaran tersebut biasanya dilakukan pemerintah lewat pemutusan akses internet. Keputusan PBB mengecam kebijakan itu karena mulai banyak pemerintahan yang menggunakan metode pemutusan akses internet dalam rangka mengendalikan rakyatnya.

Sumber : TheVerge [UN condemns internet access disruption as a human rights violation]

Sebagai negara demokrasi dan menjunjung tinggi konstitusi serta HAM, seharusnya pemerintah RI turut berpartisipasi dalam menegakkan Deklarasi HAM Universal tersebut. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Saat terjadi kerusuhan di Papua bulan Agustus 2019 silam, pemerintah membatasi bahkan memblokir internet beberapa wilayah Papua. Kebijakan yang diammbil Menkominfo Rudiantara saat itu berujung pada tuntutan hukum terhadap Presiden Joko Widodo dan Menkominfo oleh SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan nomor 230/6.2019/PTUN-Jakarta.

Gugatan SAFEnet Indonesia dan AJI membuahkan hasil pada 3 Juni 2020. Majelis Hakim PTUN Jakarta menyatakan Presiden Jokowi dan Menkominfo melanggar hukum badan atau pemerintah karena memblokir internet di Papua dan Papua Barat. Majelis Hakim mengatakan pemblokiran internet tersebut melanggar undang-undang tentang keadaan berbahaya. Terlebih, sebelum pemblokiran tidak pernah ada pengumuman tentang adanya keadaan berbahaya. Tidak adanya pengumuman juga melanggar hak atas informasi dan hak lainnya, sehingga menunjukkan tidak adanya good governance. Tugas-tugas jurnalis dan pemerintah pun jadi turut terhalang.

Majelis Hakim menekankan bahwa internet bersifat netral dan dapat diperuntukkan untuk hal yang positif maupun negatif. Apabila ada konten yang melanggar hukum, maka yang dibatasi adalah konten tersebut, bukan internet secara keseluruhan. Perlu diketahui, pelanggaran yang dilakukan pemerintah terjadi pada 19-20 Agustus 2019 (membatasi akses internet), pemutusan akses internet dari tanggal 21 Agustus -- 4 September 2019, dan lanjutan pemutusan akses internet dari 4 -- 11 September 2019.

Sumber : Tempo [Ini Pertimbangan Hakim Vonis Jokowi Salah Blokir Internet Papua]

Keputusan PTUN juga menunjukkan kepastian bahwa pemerintah telah bersalah. Majelis Hakim menghukum para tergugat dengan meminta mereka menghentikan dan tidak mengulangi seluruh perbuatan atau tindakan pelambatan dan atau pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia. Secara sederhana, seharusnya para tergugat menerima saja keputusan tersebut tanpa perlu menunjukkan perlawanan. Hal ini penting agar tidak mengesankan pemerintah tak terima divonis bersalah atas pelanggaran hukumnya kepada rakyat.

Akan tetapi, hal yang terjadi justru sebaliknya. Pada 3 Juni 2020, Menkominfo Johnny G Plate berdalih pemblokiran dan pelambatan internet pada 2019 karena kerusakan infrastruktur. Ia bahkan mengaku tidak menemukan kebijakan atau keputusan di tingkat rapat kabinet atau dalam rapat internal Kominfo terkait pembatasan koneksi internet di Papua. Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono menyatakan langkah pemerintah selanjutnya akan dibahas lebih lanjut dengan jaksa dan pengacara negara. Ia mengingatkan, pemerintah memiliki waktu 14 hari sebelum putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap (incracht).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun