Mohon tunggu...
Nia K. Haryanto
Nia K. Haryanto Mohon Tunggu... Penulis - Blogger, Freelancer

Kuli Ketak Ketik... http://www.niaharyanto.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bonus Demografi, Kesempatan Emas untuk Meningkatkan Kesejahteraan Negeri

10 Oktober 2014   16:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:37 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Ayam goreng ini punya teteh!” ucap kakak saya yang pertama.
“Nah, kalo paha yang ini, punya aa!” kakak kedua saya menimpali sambil mencomot ayam goreng itu dan lalu menggigitnya.
“Ini punya ade!” adik bungsu saya tak mau kalah, dan kemudian mengambil potongan ayam yang tadi ditunjuknya.

Saya terbengong-bengong. Ayam goreng yang tersisa di piring, hanya tinggal yang kecil-kecil. Karena tak mau kalah, akhirnya saya mengambil dua potong. Tentu saja itu saya lakukan agar saya mendapat ‘keadilan’. Meskipun kakak pertama, kedua, dan adik saya protes, pada akhirnya, mereka bisa menerimanya. Tapi tentu, semua terjadi setelah saya mengoceh ke sana ke mari. Adapun kedua orangtua saya hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya.

Tak lama, bapak saya pun bercerita. Dia bilang bahwa kami itu termasuk keluarga yang beruntung. Kami masih bisa makan dengan daging ayam. Sedangkan di luar sana, banyak anak yang untuk makan saja susah. Dan bahkan, bapak saya sendiri, ketika masih kecil, paling bagus hanya makan telur. Itu pun sebutir bisa untuk dua atau tiga orang. Sebab bapak saya adalah anak dari 12 bersaudara.

KB Membuat Semua Menjadi ‘Beda’

Cerita di atas terjadi sekitar tahun 1990-an. Ya, saat itu, saya dan saudara-saudara masih kecil. Kejadian itu tak hanya sekali dua kali terjadi. Sering sekali. Dan tak hanya terjadi dalam hal makanan. Pakaian, sepatu, alat-alat tulis, hingga mainan, selalu menjadi topik keributan semacam itu. Selalu, bapak saya tak bosan-bosannya mengakhiri perdebatan kami dengan cerita mengenai masa kecilnya. Sungguh sangat kontras dengan masa kecil saya dan saudara-saudara saya saat itu.

Apa yang terjadi di antara masa kecil saya dan masa kecil bapak menyiratkan satu hal, yaitu perbedaan kualitas kehidupan. Penyebabnya jelas adalah banyaknya anak yang ditanggung keluarga. Meskipun bapak saya beranak 4, tingkat kehidupan kami masih bisa dibilang cukup. Berbeda sekali dengan kakek saya (bapaknya bapak) yang beranak 12. Bisa dibayangkan bukan berapa biaya tanggungan yang harus dikeluarkan untuk makan dan juga sekolah dari 12 anak itu?

Perbedaan kehidupan masa kecil saya dan masa kecil bapak juga terjadi karena perbedaan waktu. Masa kecil bapak saya terjadi sekitar tahun 1950-an, sedangkan masa kecil saya terjadi di tahun 1990-an. Bisa dikatakan, zaman dulu itu lebih susah daripada zaman setelahnya. Dan sebaliknya, zaman setelahnya lebih baik daripada zaman sebelumnya.

Kemajuan tingkat kehidupan yang mungkin terwakilkan dari kehidupan masa kecil saya dibandingkan dengan masa kecil bapak saya, ternyata ada hubungannya dengan program Keluarga Berencana. Ya! Semakin sedikitnya jumlah anak di dalam keluarga, dari tahun ke tahun, memang terjadi karena keberhasilan program KB. Menurut data BKKBN, program KB yang dilaksanakan sejak tahun 1970 telah berhasil menurunkan angka fertilitas total, dari 5.6 anak per wanita pada tahun 1970 menjadi 2.6 pada tahun 2002. Jadi jelas bukan jika peningkatan kehidupan saya dan saudara-saudara saya itu terjadi karena orangtua saya ikut program KB? Meskipun anaknya tidak dua tetapi 4, jika tidak ber-KB, mungkin orangtua saya akan memiliki anak yang jauh lebih banyak. Ujung-ujungnya, mungkin kehidupan masa kecil saya akan sama dengan masa kecil bapak saya.

Semua Bisa Lebih ‘Wow’ Saat Terjadi Bonus Demografi

Keberhasilan program KB sejak tahun 1970 hingga tahun 2002 sudah banyak mengubah kehidupan banyak keluarga Indonesia. Jumlah tanggungan anak yang semakin sedikit, membuat taraf kehidupan menjadi lebih baik. Akan tetapi, menurut BKKBN, sejak tahun 2002 hingga 2010 keberhasilan itu stagnan. Angka fertilitas secara total tidak mengalami penurunan lagi sampai dengan tahun 2012. Demikian pula dengan laju pertumbuhan penduduk yang masih sebesar 1,49% per tahun pada periode 2000-2010. Sehingga akhirnya, keadaan ini menjadikan Indonesia berada di peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.

Tapi, dibalik itu semua, keberhasilan program KB sejak tahun 1970 hingga tahun 2002 memberikan kita satu manfaat. Manfaat itu berupa bonus demografi yang bisa terjadi dalam rentang tahun 2012-2045. Apa Itu Bonus Demografi? Bonus demografi adalah suatu kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) di suatu wilayah jauh lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun lebih).

Mengapa dalam rentang tahun 2012-2045 bisa terjadi bonus demografi? Karena Indonesia berhasil menekan jumlah kelahiran, sehingga penduduk yang lahir di tahun 1970-an, di rentang tahun 2012-2045 sudah berusia produktif dan jumlahnya dominan dibandingkan dengan penduduk yang berusia tidak produktif. Nah, hal ini otomatis menjadikan Indonesia berpeluang untuk maju sangat pesat, sebab penduduk usia produktif yang dominan bisa melakukan kemajuan apa pun. Tak hanya itu saja, biaya tanggungan penduduk usia produktif pun menjadi rendah, akibatnya pengeluaran bisa menjadi lebih sedikit dan tabungan bisa menjadi lebih besar. Jadi bisa dipastikan, tingkat perekonomian dan tingkat kesejahteraan negara Indonesia bisa menjadi jauh lebih baik.

Tapi, Bonus Demografi Juga Bisa Menjadi Senjata Makan Tuan!
Benar sekali! Bonus demografi memang potensial memberikan dampak kemajuan yang sangat bagus bagi negara kita. Tetapi, itu hanya terjadi jika keadaan generasi produktifnya juga bagus. Maksudnya, generasi produktif tersebut berkualitas ‘luar dan dalam’. Berkualitas luar, yaitu sehat secara jasmani dan rohani. Adapun berkualitas dalam, yaitu memiliki kemampuan dan kecakapan yang mumpuni, sehingga mampu bersaing dengan generasi produktif dari negara lain. Mengapa demikian, sebab di rentang tahun kemungkinan bonus demografi itu terjadi, persaingan sudah bersifat global dan akan semakin ketat. Toh di tahun depan saja (tahun 2015), kita sudah masuk ke dalam Masyarakat Ekonomi Asia (MEA), apalagi di tahun-tahun berikutnya, bukan?

Sebaliknya, jika di rentang tahun bonus demografi itu terjadi dan generasi produktif itu justru tidak berkualitas ‘luar dan dalam’, maka kemunduran yang sangat drastis akan terjadi. Tentu saja karena mereka dominan, mereka tulang punggung, dan mereka yang memegang peranan penting. Jadi sudah pasti, perekonomian, kesejahteraan, tingkat kesehatan, bahkan hingga tingkat keamanan dan ketahanan negara bisa terpuruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun