Mohon tunggu...
Nazla Mahira
Nazla Mahira Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurnalistik di Universitas Padjadjaran

A considerate Journalism student who loves social activity. Currently have an interest in photography, communication, writing, calligraphy, and music. Loves to try a new thing and learn from past experiences.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Ojol Vs Opang, Penumpang: What About Me?

16 November 2022   12:42 Diperbarui: 16 November 2022   12:51 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penulis: Wiena Amalia Salsabila

Takut dan rugi adalah dua kata yang terlintas dibenak setiap penumpang ojek online alias ojol yang mengorder ke kawasan yang dijaga oleh opang alias ojek pangkalan.

Padahal, seharusnya penumpang kan dibuat nyaman oleh para drivernya. Siapapun itu. Entah ojol, entah opang.

Sayangnya, perseteruan antara kedua kubu ojek ini masih saja menghantui para penumpangnya. Padahal, kemunculan ojol telah lama adanya. Tapi waktu yang lama itu belum juga menghapus perseteruan ini dan membuat penumpang menjadi pihak yang dirugikan, lagi.

Di Jatinangor salah satunya. Wilayah yang dihuni oleh ribuan mahasiswa dari berbagai universitas ini masih memiliki ojol dan opang yang belum akur juga. Padahal, sebagai tempat rantau, keberadaan ojol dan opang sangat dibutuhkan mahasiswa apalagi yang tidak punya kendaraan sendiri-sendiri.

Seperti Tata, seorang mahasiswi Universitas Padjadjaran. Di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa rantau yang tidak memiliki kendaraan pribadi, ojek menjadi andalan gadis yang satu ini.

Alih-alih bisa mengandalkan ojek, Tata justru pernah mengalami kerugian karena ojol yang ditumpanginya tidak bisa masuk ke kawasan yang ia tuju karena dicegat oleh opang di sana.

"Waktu itu aku dari Bandung. Ada tugas dari BEM disuruh bawa burung merpati ke Jatiroke.  Aku kan udah naik ojol nih, eh terus disuruh turun sama opang yang ada di depan Jatiroke karena ojol yang aku naikin pakai atribut. Ditanya sama opangnya, mau kemana? Mana coba lihat mapnya di mana? Kemana? Gantian. Kalau ke dalam gak boleh, katanya. Jadi aku harus turun dari ojol. Padahal aku posisinya lagi bawa burung kan dan hujan juga. Jahat sih, tega." ujar Tata.

Tidak hanya Tata, Zalika juga mengalami dampak dari ketidakakuran kedua ojek ini.

Ia yang hendak pulang dan memesan ojol ini harus rela berjalan cukup jauh ke jalan raya karena merasa tidak enak akibat titik berdirinya berada tepat di depan pangkalan ojeg.

"Aku kan gak enak ya kalau naik dari depannya (pangkalan) banget. Akhirnya aku keluar dikit gitu. Jalan dulu ke depan dekat jalan raya untuk nunggu ojolnya. Terus gataunya aku disusul sama opangnya. Ditanyain, neng mau naik ojeg? Terus aku bohong aja. Aku bilang nggak Pak, udah dijemput teman," ujar mahasiswi angkatan 2021 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun