Mohon tunggu...
Nazhif DzakyThaheer
Nazhif DzakyThaheer Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Film Dokumenter Horor yang Horornya Melebihi Film Horor

14 Juli 2021   23:21 Diperbarui: 14 Juli 2021   23:30 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kita yang terpengaruh dengan notifikasi itu, secara tidak sadar akan memencet notifikasi tersebut, kemudian masuk kedalam Instagram. Orang-orang dibalik layar tersebut pun akan tersenyum bergembira mendapatkan perhatian kita kembali untuk membuka Instagram. Dan mereka pun akan merekomendasikan kembali konten-konten yang kita sukai agar kita semakin betah terpaku untuk terus scrolling dan merefresh media sosial kita.

Ada 3 tujuan utama dari perusahaan teknologi, khususnya perusahaan media sosial:

  • Tujuan keterlibatan, yaitu untuk menaikkan atau meningkatkan penggunaan agar terus scrolling.
  • Tujuan pertumbuhan, yaitu untuk membuat kita kembali dan mengundang lebih banyak teman.
  • Tujuan iklan, yaitu untuk memastikan bahwa seiring itu semua terjadi, perusahaan akan menghasilkan lebih banyak uang dari iklan.

Lebih lanjut, dari film ini juga disampaikan bahwasannya produk yang mereka buat, yakni media sosial ini sudah merubah hidup banyak orang. Tak bisa dipungkiri juga pada zaman ini, orang merasa tidak nyaman, kesepian saat tidak memegang gawai. Orang menjadi bingung dan tidak pasti untuk melakukan sesuatu. Otak seseorang seperti terkena sihir untuk tetap terpaku pada layar ponsel yang dimilikinya.

Media Sosial Berdampak Pada Kesehatan Mental

Di zaman yang serba modern ini, hampir semua orang memiliki gawai. Melalui gawai yang dimilikinya, seseorang dapat terhubung dan terkoneksi dengan orang-orang yang berada pada media sosial.

Seperti Generasi Z, yakni anak-anak yang lahir setelah tahun 1996. Generasi Z merupakan generasi pertama yang terjun ke dalam media sosial saat sekolah menengah. Mereka menghabiskan waktunya aktif di media sosial untuk mencari informasi, komunikasi, bahkan hiburan.

Teknologi yang sekarang ada ini, dirancang dengan algoritma yang mampu merekomendasikan konten-konten video dan juga dapat berfoto dengan filter yang dapat memperindah dirinya, sehingga banyak disukai dan rela menghabiskan waktunya untuk menatap layar ponsel. Celakanya, teknologi ini tidak dibuat oleh psikolog anak bertujuan untuk melindungi dan mengasuh anak, sehingga tidak ramah untuk anak dibawah umur tanpa pengawasan orang tua.

Media sosial tidak ramah bagi anak dibawah umur, digambarkan dalam film ini dengan seorang anak kecil yang mengupload foto selfie dirinya ke dalam media sosial. Banyak komen yang memuji dirinya dengan kata cantik. Namun, ada satu komen yang membuat dirinya merasa insecure, yakni ada komen yang mengatakan bahwa telinga seorang anak itu besar. Dan komen itu membuat dirinya insecure.

Terlihat jelas dalam film tersebut berusaha menyampaikan pesan bahwa media sosial dapat menetapkan standar kecantikan atau kesempurnaan seseorang. Seseorang dapat dikatakan cantik, apabila memenuhi syarat standar kecantikan atau kesempurnaan. Jika tidak dapat memenuhi syarat, maka ia belum termasuk seseorang dalam kategori cantik atau tampan.

Dengan adanya hal itu, seseorang dituntut untuk mengikuti standar kecantikan atau kesempurnaan menurut media sosial. Padahal, kecantikan atau kesempurnaan dalam media sosial merupakan popularitas palsu dan sesaat yang mana akan membuat kita semakin kecanduan media sosial.

Selain kecanduan, media sosial juga dapat berdampak pada psikologis anak-anak. Anak-anak dibawah umur dengan psikologis yang belum stabil akan rentan terkena serangan mental yang disebabkan oleh media sosial. Bagaimana tidak? Seorang anak kecil yang mendapatkan komentar dirinya jelek dari orang lain, akan membuatnya berpikir bahwa benar dirinya seperti itu dan berakibat hilangnya kepercayaan diri seseorang. Orang dewasa sekalipun jika mendapat komentar buruk atau jelek dari media sosialnya akan merasa insecure.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun