Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Marhaenisme dalam Perspektif Islam

31 Maret 2023   18:57 Diperbarui: 31 Maret 2023   18:59 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://yoursay.suara.com/

Mereka juga mengidentikkan nasionalisme dengan 'ashobiyyah' yang identik dengan fanatisme atau chauvisme. Dimana dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi bersabda bahwa "siapa yang mati karena menyeterukan atau menolong 'ashobiyyah, matinya adalah mati jahiliyah". Hingga saat ini masih banyak kalangan Islam yang mengganggap Nasionalisme sebagai Ashabiyyah, dengan terus mengkampanyekan ideologi Trans Nasional seperti Khilafah.

Nasionalisme yang di dengungkan oleh Bung Karno sebagai ajaran untuk memperkokoh bangunan bangsa  yaitu Nasionalisme yang berperikemanusiaan, berdemokrasi dan berkeadilan sosial, tentu adalah sebuah konsep yang berbeda dengan Ashabiyyah yang di takutkan. Oleh karena itu Nasionalisme diterima dengan tangan terbuka oleh tokoh Islam seperti KH. Hasyim Asy'ari dari Jam'iyyah Nahdlatul Ulama.

Secara umum Umat Islam Indonesia dapat menerima paham nasionalisme Indonesia yang mengandung prinsip-prinsip kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial yang disebut Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi atau lebih disingkat lagi Sosio-Nasio-Demokrasi yang setelah dipadukan dengan ke-Tuhanan Yang Maha Esa menjadi lima silanya Pancasila.

Dalam bingkai kemanusiaan atau hubungan antar manusia Islam mengandung ajaran yang mengharuskan sikap peduli dan sikap memihak kepada orang kecil atau orang miskin atau dikenal dengan kaum dhu'afa.  Dimana Bung Karno menamainya dengan kaum Marhaen.

Sikap acuh atau tidak peduli atas nasib orang-orang miskin itu adalah sama dengan mendustakan agama sebagaimana yang difirmankan Allah SWT di dalam Surat A-Maun, "Siapakah yang mendustakan agama. Ialah yang mengabaikan anak-anak yatim dan tidak peduli terhadap orang-orang miskin yang kelaparan".

Allah SWT memberikan peringatan yang sangat jelas dan keras bahwa para muslim/muslimat yang rajin shalat lima waktu dan tertib berpuasa di dalam bulan Ramadhan bahkan yang sudah haji dan membayar zakat, tetapi mengabaikan anak-anak yatim dan orang-orang miskin adalah golongan yang mendustakan agama yaitu Islam itu sendiri.

Terlebih bagi seorang muslim yang menjadi pejabat tinggi atau mereka yang memiliki kekuasaan tapi berlaku tidak bijaksana dan justru kebijakannya menimbulkan kemiskinan (kemiskinan struktural), walau rajin ibadah maka di mata Allah SWT, mereka adalah orang-orang yang mendustakan alias memanipulasi agama.

Berbicara konsep ekonomi,  Al-Qur'an mengandung ajaran-ajaran yang melarang orang-orang kecil dihisap ataupun dirampas haknya. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Surat Al-Ahqaaf ayat 19, "Bagi setiap orang apa yang dikerjakan mempunyai harga, harga itu hendaknya dibayar penuh dan janganlah ada yang dihisap."

Surat Al-Baqarah ayat 275 juga menegaskan bahwa Allah SWT sangat melarang riba. Dalam konteks ini riba tidak hanya berupa bunga terhadap pinjaman uang, tetapi juga terkait sistem ekonomi yang justru merugikan masyarakat kecil dengan permainan harga, monopoli tengkulak, penimbunan dan segala bentuk transaksi yang merugikan masyarakat kecil.

Jadi dalam konteks ekonomi Al-Qur'an menerangkan tentang larangan riba Yaitu riba sebagai aktivitas yang mengandung unsur kedholiman (penghisapan) terhadap orang kecil yang dalam kesempitan. Itulah mengapa Surat Al-Baqarah ayat 275 itu disambung dengan ayat lain yang berbunyi,"Janganlah kamu menghisap dan janganlah kami dihisap.". Surat tersebut diperkuat dengan Hadits Nabi, "Janganlah kamu menimbulkan kerugian, jangan pula kamu dirugikan."

Al-Qur'an sebagai pedoman hidup masyarakat Islam dalam konteks ekonomi sangat menentang setiap bentuk penghisapan manusia oleh manusia, bangsa yang satu oleh bangsa yang lain dan penghisapan bangsa oleh beberapa gelintir orang sebangsa. Hal tersebut seirama dengan ajaran Bung Karno yaitu Marhaenisme yang juga sangat menentukan penghisapan manusia terhadap manusia lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun