Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Arah Politik Perikanan Pasca-pemilu 2019

27 Juni 2019   06:50 Diperbarui: 28 Juni 2019   07:48 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nelayan melakukan bongkar muat ikan tuna hasil tangkapan di Pelabuhan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (4/12/2018). Volume ekspor tuna Indonesia seperti dikutip dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, mencapai 198.131 ton dengan nilai 659,99 juta dollar AS pada tahun 2017.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Pemilihan umum serentak telah usai para wakil-wakil rakyat yang akan mewakili aspirasi masyarakat Indonesia telah terpilih dan presiden serta wakilnya sudah terpilih walau masih harus menunggu hasil keputusan Mahkamah konstitusi yang seyogyanya hari ini akan diputuskan, tapi siapapun pemimpinnya ada harapan besar perubahan yang lebih baik menuju tatanan berbangsa yang berorientasi pada upaya mensejahterakan masyarakat. 

Dalam dunia kelautan dan perikanan tentunya masyarakat perikanan akan bertanya mau dibawa kemana masa depan perikanan Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan itu tentunya kita harus mengetahui kebijakan pemerintahan ke depan terhadap sektor ini. Dan tentu siapa yang akan menjadi eksekusi di sektor tersebut juga menjadi salah satu faktor untuk menjawabnya.

Terutama, tentu saja, sosok menteri Kelautan dan perikanan ke depan yang akan mampu menjawab, karena dialah Nakhoda atau komandan yang tentunya harus membawa banyak harapan baru masyarakat agar Perikanan Indonesia lebih maju.

Sebagaimana seharusnya bahwa seorang eksekutor dan manajer dalam menentukan arah kebijakan, haruslah melihat apa yang telah dilakukan masa-masa sebelumnya, landscap pembangunan perikanan di era 2019 ke belakang haruslah menjadi bahan pertimbangan agar hal-hal yang sudah baik perlu ditingkatkan, yang berdampak buruk tidak serta merta dihilangkan tapi harus bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat perikanan mendatang.

Bicara sebuah jabatan eksekusi pada bidang kelautan dan perikanan, sebagaimana jabatan pada sektor lain tentunya tidak bisa lepas dari andil politik. Bukan tidak mungkin lobi-lobi politik para pemenang kontestasi pemilu kemarin adalah faktor penentu siapa yang akan menjadi dan apa blue print arah kebijakannya ke depan. 

Banyak aspek yang berkaitan seperti fenomena politik pencitraan dengan banyak jargon dan janji tanpa dibarengi bukti program yang kongkrit masih ada tentunya tapi sudah saatnya para elit politik harus mengganti politik pencitraan dengan politik kerakyatan dalam arti orientasi kerja dan hasil untuk rakyat Indonesia. 

Begitu juga di sektor kelautan dan perikanan ketika berbicara politik perikanan maka orientasinya harus mutlak untuk kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pesisir dan pelaku sektor tersebut.

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. 

Dalam sektor kelautan dan perikanan, politik Perikanan yang dimaksudkan di sini adalah berbagai keputusan dan kebijakan publik yang berkaitan dengan Perikanan dan berdampak kepada kepentingan masyarakat, khususnya para pelaku perikanan. 

Dengan demikian pejabat yang paling bertanggung jawab terhadap produk politik Perikanan adalah Menteri Kelautan dan Perikanan selaku pembantu Presiden dan sebagai Eksekutif yang mengemban amanat rakyat. 

Dalam sistem politik Indonesia, Menteri adalah jabatan politik yang tidak perlu mengurus hal-hal teknis, karena hal teknis sudah ditugaskan kepada para Dirjen (pejabat eselon I) selaku pejabat karier tertinggi eksekutor teknis.

Timbul pertanyaan apa pertimbangan dan dasar atau acuan utama yang digunakan oleh Menteri dalam merumuskan politik perikanan? Atau arah dan kebijakan pembangunan perikanan?. Jawabannya adalah Undang-Undang yang berkaitan dengan masalah kelautan dan Perikanan. 

Oleh karenanya Menteri dalam perumusan kebijakan, Renstra dan programnya wajib mengacu kepada UU Perikanan, karena UU tersebut sudah merupakan produk bersama DPR dan Pemerintah setelah konsultasi publik dan menampung aspirasi masyarakat. Dalam implementasi UU, Pemerintah menetapkan kebijakan publiknya dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri.

Sejarah perjalanan regulasi perikanan di Negeri ini pada awalnya, Perikanan diatur dalam UU no 9 tahun 1985 yang pada saat itu ditangani oleh sebuah Ditjen Perikanan di bawah Departemen Pertanian. 

Perkembangan selanjutnya di era reformasi Presiden Gus Dur dibentuklah Departemen Kelautan dan Perikanan dan pada tahap selanjutnya lahirlah UU Perikanan baru nomor 31 tahun 2004 dan kemudian diamandemen dengan UU no 45 tahun 2009. 

UU tersebut secara lengkap mengatur garis besar kewajiban, kewenangan dan berbagai masalah perikanan. Esensi tugas Perikanan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah adalah pengelolaan sumberdaya perikanan agar lestari dan mensejahterakan rakyat oleh karena itu arah dan kebijakan kebijakan pembangunan perikanan harus lebih tepat guna, dan efisien agar tidak semata menjadi program  yang hanya menghamburkan uang rakyat dengan proyek-proyek sarana dan prasarana yang tidak meningkatkan kesejahteraan.

Menengok trend Perikanan dunia, fakta dan data empiris menunjukkan bahwa terjadi penurunan stok ikan laut secara drastis akibat overfishing dan illegal fishing, sementara kebutuhan ikan sebagai sumber protein makin meningkat sebagai dampak meningkatnya jumlah penduduk dunia dan pergeseran preferensi (pilihan) masyarakat dari daging ke ikan. 

Solusi untuk menutupi kesenjangan antara kebutuhan dan produksi ikan tersebut tentunya adalah dengan menggenjot budidaya ikan, baik ikan air tawar maupun ikan laut. 

Estimasi perairan yang potensial untuk budidaya baik air tawar dan air payau diperkirakan sekitar 54 juta ton per tahun, sedangkan budidaya ikan laut dengan jumlah pulau lebih dari 17000 tentu akan menghasilkan angka yang luar biasa. 

Estimasi statistik produksi ikan budidaya sekitar 10 juta ton per tahun. Bandingkan dengan potensi maksimum (MSY= maximum sustainable yield) perikanan laut kita yang hanya 6,4 juta ton per tahun.

Dari data dan fakta tersebut sudah seharusnya politik perikanan mengarah kepada meningkatkan produksi perikanan budidaya secara significant, mengendalikan perikanan tangkap agar tidak makin overfishing, memberantas illegal fishing dan meningkatkan nilai tambah produk perikanan. 

Untuk pengendalian perikanan tangkap di era 2014 hingga 2019 memiliki kinerja yang cukup optimal dimana pemerintah mampu menekan akan illegal fishing serta factor-faktor lain penyebab menghilangnya stock ikan nasional serta status sumberdaya ikan kita yang mengkhawatirkan yaitu over fishing. 

Beberapa kebijakan perikanan yang yang telah menjadi pondasi pembangunan perikanan di era 2014 hingga 2019 secara garis besar adalah diantaranya:

Pertama, mengendalikan perikanan tangkap dimaksudkan agar kondisi yang sudah overfishing tidak makin parah dan meminimalkan kekayaan ikan nasional hilang karena praktik-praktik ilegal.

Maka kebijakan saat ini sangat tepat dengan mengerem jumlah izin dan masifnya pengawasan IUU Fishing, seperti dibentuknya Satgas 115 yaitu satgas pemberantasan illegal fishing sehingga pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan lebih terintegrasi dan maksimal, Pelarangan Transhipment, moratorium eks kapal asing dan penangkapan ikan diwilayah tertentu serta pelarangan berbagai alat tangkap yang merusak lingkungan adalah langkah konkrit yang berefek positif bagi kondisi perikanan laut. 

Tapi semua itu masih memiliki berbagai kendala, masih adanya keluhan dari berbagai lapisan masyarakat khususnya para pelaku usaha yang terkena dampak dari pelarangan alat tangkap.

Skema penggantian alat tangkap masih menjadi perdebatan sehingga kasus-kasus itu malah dibawa ke ranah politik praktis guna meraup keuntungan politis. 

Pengawasan sumber daya perikanan masih perlu ditingkatkan agar lebih terintegrasi di mana penggunaan sistem monitoring berbasis big data, artificial intelegent, dan sistem monitoring yang sesuai dengan era digital harus lebih dioptimalkan sehingga pengawasan lebih efisien dan efektif.

Kedua, menggenjot produksi perikanan dengan membangun sentra industri perikanan terpadu di berbagai daerah, mengembangkan perikanan budidaya khususnya budidaya laut off shore adalah contoh program yang digulirkan dalam rangka meningkatkan produksi perikanan, selain peningkatan hasil tangkapan sebagi imbas dari pengawasan perikanan tangkap yang lebih optimal. 

Berbagi riset dan pengembangan industry budidaya belum nampak memuaskan karena dari berbagai pilot project budidaya ikan laut off shore belum menampakkan hasil yang menggembirakan, disamping program itu belum bissa diterapkan masal, biaya produksi masih menjadi factor utama sehingga kedepan tentunya pemerintah harus mampu mengaturnya. 

Di sisi lain pengembangan sentra industry terpadu masih sementara berjalan sehingga dampaknya belum meluas, untuk sektor swasta masih belum menggembirakan karena masih banyak terkendala pada bahan baku ikan, serta ketaatan pada regulasi-regulasi.

Ketiga, Komitmen pemerintah menggenjot kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi ikan dan menjaga kelestarian ekosistem dan lingkungan kelautan dan perikanan, hal ini sangat positif dimana pemerintah mampu mengajak masyaarkat untuk menjadikan ikan dan produk yang dihasilkannya sebagai life style dan kebutuhan pokok serta masyarakat diajak untuk bersama-sama menajag lingkungan kelautan dan perikanan.

Secara garis besar program-program yang telah dilaksanakan pemerintah adalah kedua hal tersebut diatas, sedangkan untuk program-program lain seperti pengembangan riset perikanan, bioteknologi, dan produk perikanan bernilai tambah masih belum maksimal sehingga terkesan stagnan dan tidak terlihat karena tertutup oleh hebohnya pemberitaan tentang pengeboman ikan, bersih-bersih pantai, dan lain sebagainya. 

Geliat pertumbuhan sektor perikanan oleh masyarakat masih banyak karena imbas dari berkurangnya kapal asing dan kapal-kapal besar yang beroperasi tetapi peningkatan kualitas oleh masyarakat khususnya masyarakat pesisir secara mandiri masih belum maksimal, sehingga peningkatan produksi masyarakat karena imbas kebijakan tersebut masih belum maksimal dalam memenuhi kebutuhan nasional sehingga pemerintah masih harus membuka kran impor produk kelautan dan perikanan. 

Sebagai contoh bantuan-bantuan kapal dan alat tangkap masih belum mampu mengoptimalkan produksi perikanan tangkap masyarakat, program garam nasional masih belum mampu memenuhi kebutuhan garam nasional sehingga masih impor.

Dari pilar utama perikanan, yaitu penangkapan dan budidaya di hulu, pengolahan serta pengawasan di hilir tersebut, perlu reorientasi dan focusing agar ke empat pilar tersebut secara simultan dan sinergi bergerak dalam satu kerangka pemikiran dan kebijakan yang integral dan komprehensif. Arah pembangunan perikanan kedepan harus mampu memperbaiki, akselerasi serta bekerja dengan kecepatan penuh sebagaimana yang diharapkan bersama. 

Perikanan merupakan komoditi strategis baik dilihat dari aspek ketahanan pangan (sumber protein), merupakan hajat hidup orang banyak, dapat menjadi andalan devisa negara serta sumber ekonomi dan mata pencaharian masyarakat. 

Disisi lain sampai saat ini belum komoditas Kelautan non Perikanan yang dapat dikelola dan dimanfaatkan belum mampu menjadi andalan sebagai sumber ekonomi sebagaimana produk perikanan, kita tahu banyak produk-produk kelautan non perikanan yang bisa dimanfaatan lebih maksimal. 

Oleh karenanya, apabila sektor Perikanan dijadikan unggulan dengan kebijakan yang fokus dan berorientasi kerakyatan (pro poor, pro job dan pro growth), maka Sektor Perikanan akan mendapatkan tempat di hati masyarakat dan menjadi mainstream pembangunan nasional.

Beberapa hal penting yang dapat dijadikan pertimbangan dalam membangun sektor kelautan dan perikanan kedepan, diantaranya:

  1. Pengembangan dalam rangka meningkakan industri budidaya secara maksimal, baik perikanan laut maupun perikanan air tawar dan payau, untuk itu perlu mendorong masyarakat untuk berusaha di bidang ini dengan mempermudah permodalan, dan meningkatkan keahlian serta program-program pemberdayaan masyarakat seperti mengoptimalkan koperasi dan badan usaha desa pesisir (BUMdes) dna lain sebagainya.
  2. Mengoptimalkan industri pengolahan produk hasil kelautan dan perikanan dengan mengenjot produksi serta mendorong pengusaha-pengusaha ikan terus berinovasi dengan produk-produk bernilai tambah, memperbanyak UMKM-UMKM perikanan yang terintegrasi dengan sektor pennagkapan dan budidaya, Mengambangkan produksi berbasis pemberdayaan masyarakat.
  3. Meningkatkan peran riset dan pengembangan sektor kelautan dan perikanan dalam mengoptimalkan peningkatan produksi sektor kelautan dan perikanan tanpa meningglakan upaya menjaga kelestarian eksosistem kelautan dan perikanan. Sebagi contoh riset pengembangan budidaya perikanan yang lebih efektif dan efisisen bagi masyarakat, pengembangan budidaya ikan laut off shore yang secara maksimal, pengambangan produk-produk kelautan non perikanan seperti garam, rumput laut, mutiara laut, dan lain sebagainya.
  4. Mengintegrasi pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna dan berbasis digital sehingga meminimalkan operasi pengawasan tanpa target sehingga meminimalkan pemborosan anggaran. Mengintegrasikan sumber-sumber data pengawasan dalam satu big data yang terintegrasi dan menempatkan sarana dan prasarana pengawasan sesuai daerah-daerah yang rawan praktik kejahatan, tidak hanya fokus pada pemberantasan IUU fishing tapi juga penertiban-penertiban peraturan dan regulasi bagi kapal-kapal dan usaha perikanan masyarakat.

Politik perikanan harus berorientasi pada pembangunan perikanan yang berpihak pada kerakyatan serta kelestarian alam bukan semata-mata hanya untuk alat pencitraan dan kepentingan politis sesaat. 

Kiranya harapan demi harapan harus mampu memotivasi pembangunan kelautan dan perikanan kedepan, masa depan Perikanan bagi Negara seperti Indonesia yang memiliki perairan yang sangat luas adalah masa depan Negara itu sendiri. 

Oleh karenanya tidak ada pilihan lain kecuali memilih Politik Perikanan yang pro-rakyat untuk kesejahteraan rakyat dan berpihak kepada bangsa sendiri dengan mengibarkan Merah Putih di perairan kita dan menjauhi Politik Pencitraan yang hanya heboh dalam berjanji namun sepi dalam realitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun