Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jujur, Aku Ingin Jadi Wirausahawan dan Pendidik

9 Agustus 2018   17:07 Diperbarui: 9 Agustus 2018   17:15 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore ini aku duduk di pinggiran dermaga memandang jauh ke hamparan biru di depan mata. Iya sebuah permadani biru, kenalilah dia sebagai samudera. Aku menerawang jauh mencoba membuka memori perjalan hidup dalam display laut yang biru.

Aku kini adalah seorang pengabdi masyarakat pada sebuah institusi pemerintah dengan portofolio di bidang yang berhubungan dengan apa yang aku pandang sekarang, menjadi seorang pengabdi masyarakat adalah impian semua orang menurutku.

Iya benar karena memang buktinya setiap tahun berduyun-duyun putra-putri bangsa mengantri untuk disebut sebagai pengabdi bangsa. Bergengsi memang, mungkin bagi sebagian orang tak terkecuali di kampung tempat aku dilahirkan di pinggiran timur pulau jawa yang sekarang banyak dikenal dengan "sun rise of java".

Mungkin masih banyak juga yang menghujat karena kinerja pengabdi yang masih jauh dari harapan. Iya aku akui itu, ya memang faktanya begitu. Walau kalau semua mau ikut kita akan melihat sisi pengabdi negara yang lain, di mana banyak dari kami yang harus mengorbankan sisi kebahagiaan seperti orang-orang lain demi memenuhi kewajiban sebagai sisi pengabdi yang lain di negeri ini. 

Tapi over all aku bangga dengan seragam yang aku punya dengan label masyarakat yang disematkan dengan segala konsekuensinya, biarlah aku belajar tanggung jawab dengan semua ini. 

Mata masih menerawang jauh ketika perahu nelayan berlalu membawa seboks ikan hasil pancingan, entah penuh atau hanya timbunan es dengan segelitir ekor ikan hasilnya. Tapi aku lihat bapak nelayan kurus itu tersenyum, aku asumsikan beliau bahagia dengan jerih payahnya hari ini.

Aku tau di rumah sana ada ibu nelayan dan beberapa anaknya menantinya, menanti sang pejuang keluarga kembali, dan tentunya dengan bonus hasil tangkapan yang diharapkan bisa mempertahankan dapur mereka tetap mengepul.

Kadang ada miris ketika melihatnya, aku tergerak ingin membantu meringankan, tapi kadang aku kembali merenung, dengan apa? Dengan uang, iya aku mengusahakan walau mungkin tak begitu besar tapi kata orang bukan nominal tapi ketulusannya yang dinilai. Benar memang tapi itu kan Tuhan.

Logikaku berfikir tetap nominal besarlah yang akan membuat senyum mereka lebar dan banyak membantu keluarga nelayan itu tatkala ikan menutup diri karena tidak musim. Dengan statusku sebagai kepanjangan pemerintah, iya benar aku kan pengabdi masyarakat pasti aku bisa membantu. Tapi untuk maksimal mungkin masih butuh beberapa tahun lagi, masih lama kayaknya.

Sekarang memang bisa membantu dengan konsep setidaknya dan dibarengi doa, tapi akan maksimal jika para yang di eselon dan pembantu presiden yang mampu mengeluarkan kebijakan yang sangat signifikan imbasnya pada kehidupan bapak nelayan itu. 

Ahh, biarlah aku mulai dengan yang ada saat ini, biarlah waktu yang bercerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun