Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Deradikalisasi Mulai dari Pribadi dan Keluarga

13 Mei 2018   23:32 Diperbarui: 14 Mei 2018   00:24 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus penyanderaan dan pembunuhan di Mako Brimob Depok, dilanjutkan dengan rentetan serangan teror bom mengejutkan di Tiga rumah ibadah sekaligus di Surabaya telah menghentakkan kesadaran kita bersama tentang bahaya terorisme selain itu juga membuat kita harus semakin waspada bahwa faham radikalisme selalu menghantui kehidupan kita sehari-hari. 

Kita sudah sering mendengar bahwa terorisme tidak mudah diberantas dengan sekadar tindakan represif bersenjata tetapi juga harus melalui pendekatan lain dalam rangka mengetahui akar permasalahannya sehingga dapat ditemukan jalan bagi tindakan pencegahan sebelum lebih banyak masyarakat yang terjerumus kedalamnya.

Mengapa seseorang bisa tertarik menjadi anggota dari gerombolan teroris ?
dengan pengecualian teroris tunggal tidak waras yang sering terjadi di Amerika dalam melakukan penembakan membabi buta di sekolah-sekolah umpamanya, para ahli yang telah mendalami masalah ini sepakat bahwa masyarakat khususnya kaum muda yang tertarik dan bergabung dalam terorisme berkelompok bukanlah mereka yang gila, sakit jiwa atau paranoid. 

Mereka adalah pada umunya manusia normal dan tidak dihinggapi delusi. Kebanyakan dari mereka adalah masyarakat terlebih anak muda yang sedang berada pada periode sulit dalam kejiwaan ketika mereka baru menyadari akan eksistensi dirinya sendiri dalam hidup bermasyarakat sesuai dengan faham dan keyakinannya. Karena merasa rapuh, resah, dan terpisah, mereka mencari-cari pegangan, identitas diri serta keinginan untuk menjalankan keyakinannya secara total selaras dengan pemahamannya sendiri.

Beberapa factor yang bisa dikategorikan menjadi penyebab orang atau anak muda bergabung dengan kelompok yang berpaham radikal sehingga tak sedikit yang terjerumus kedalam terorisme adalah menyangkut tiga factor kebutuhan hidup manusia yang harus seimbang dalam pemenuhannya yaitu kebutuhan akan nutrisi otak, perut/fisik dan jiwa. 

Banyak kita lihat orang dengan strata pendidikan yang tinggi bahkan seorang professional seperti dokter yang tentunya memiliki kemampuan ekonomi yang lebih bisa terjerumus dan bergabung dengan faham radikalisme, kenyataan menyebutkan bahwa kekosongan jiwa dan minimnya pengetahuan keagamaanlah yang mendorong orang tersebut mencari dalil kedamaian menurut akal dan logikanya sendiri. Dan tak sedikit pula orang terjurumus rayuan kelompok penganut faham radikal karena kebutuhan ekonomi yang belum tercukupi dengan iming -- iming jaminan ekonomi akhirnya mereka mau melakukan apa saja seperti dijadikan pengantin bom bunuh diri.

Salah satu kelompok yang juga menarik bagi para sebagian orang tertentu yang merasa kurang puas dengan pemerintah dengan masyarakat sekitar dan lain sebagainya adalah kelompok agama ekstrim, yang menawarkan sejenis komunitas yang saling mendukung dengan keyakinan bersama. Kelompok-kelompok ini kemudian memberikan status bagi mereka yang tadinya tak dimiliki. Lalu mengapa mereka kemudian tega berbuat sesuatu yang jauh dari rasa kemanusiaan? 

Mereka sebenarnya juga manusia-manusia biasa yang memiliki perasaan alami seperti empati dan iba kepada sesama karena mereka juga punya keluarga dan kawan. Keberutalan teroris terjadi ketika lampu empati dan manusiawi di benak dan hatinya dimatikan dan diganti dengan keyakinan dan tujuan-tujuan yang kuat tetapi sesat.

Ketika itu mereka tidak lagi melihat dunia dengan persepsi biasa dan pengalaman pribadi akan tetapi dari kacamata abstrak dan konsepsional, seakan dunia dibagi kedalam kotak-kotak dan kategori-kategori. Manusia yang berada diluar kotak atau kelompok sendiri yang telah tertanam di benaknya sebagai musuh, adalah sekadar obyek yang harus dienyahkan tanpa rasa iba. Dengan sistem cuci otak dari kelompoknya, mereka telah menghilangkan sisi manusia dari orang lain. Tak mampu melihatnya sebagai individu-individu tetapi unit-unit dari sebuah kelompok kolektif dan membebankan kepada setiap individu diluar kelompoknya itu tanggung jawab atas kesalahan pihak lain.

Teroris adalah kumpulan orang yang karena berbagai alasan, gagal mendapatkan makna hidup dari perjalanan hidup sebelumnya kemudian menemukan sebuah kelompok yang menawarkan "makna hidup" yang baru dan sekaligus makna kematian. Tentu saja makna-makna baru yang ditawarkan oleh kelompok teroris ini didasarkan atas penafsiran keyakinan dan tujuan yang keliru dengan motif mengalahkan apa yang mereka anggap sebagai musuh mereka.

Kelompok teroris dan calon teroris ini berbentuk sejenis piramida dimana dibagian atas adalah kelompok yang menggunakan kekerasan sedang di lapis bawah adalah mereka yang memiliki keyakinan dan ideologi serupa, baik yang setuju ataupun belum tentu setuju dengan penggunaan kekerasan. Di lapis bagian bawah inilah merupakan ladang untuk rekrutmen mereka. Siapa saja mereka di lapis bagian bawah itu? Mereka adalah para pengikut kelompok garis keras yang setiap kali mendapat khotbah tentang berbagai ancaman abstrak yang sedang dihadapi umat. Ancaman terhadap eksistensi agamanya, ancaman terhadap jiwa penganutnya, ancaman terhadap kemurnian faham agamanya, dan ancaman-ancaman lain yang tidak masuk akal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun