Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir

26 Maret 2018   20:14 Diperbarui: 26 Maret 2018   20:32 46232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Potensi Laut Indonesia dan Kondisi Masyarakat Pesisir

Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-prose alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Sebagian besar wilayah Indonesia adalah terdiri dari lautan dan memiliki potensi kelautan cukup besar, dengan potensi yang dimiliki tersebut seharusnya dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup pada potensi kelautan (maritim) tersebut. Namun kenyataannya, kehidupan masyarakat nelayan senantiasa dilanda kemiskinan, bahkan kehidupan nelayan sering diidentikkan dengan kemiskinan . Tingkat kesejahteraan para pelaku perikanan (nelayan) pada saat ini masih di bawah sektor-sektor lain, termasuk sektor pertanian agraris. Nelayan (khususnya nelayan buruh dan nelayan tradisional) merupakan kelompok masyarakat yang dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin diantara kelompok masyarakat lain di sektor pertanian 

Berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaen/kota.

Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumber daya pesisir dan lautan. Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat (nelayan, pembudidaya ikan, pedagang ikan, dan lan-lain) yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir.

Masyarakat pesisir termasuk masyarakat yang masih terbelakang dan berada dalam posisi marginal. Selain itu banyak dimensi kehidupan yang tidak diketahui oleh orang luar tentang karakteristik masyarakat pesisir. Mereka mempunyai cara berbeda dalam aspek pengetahuan, kepercayaan, peranan sosial, dan struktur sosialnya. Sementara itu dibalik kemarginalannya masyarakat pesisir tidak mempunyai banyak cara dalam mengatasi masalah yang hadir.

Ciri khas wilayah pesisir jika ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan laut serta sumber daya yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya intervensi manusia pada wilayah tersebutdapat mengakibatkan perubahan yang signifikan, seperti bentang alam yang sulit diubah, proses pertemuan air tawar dan air laut yang menghasilkan ekosistem yang khas. Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya sering memiliki sifat terbuka.

Karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir yaitu bahwa sebagian besar pada umumnya masyarakat pesisir bermata pencaharian di sektor kelautan seperti nelayan, pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi laut. Dari segi tingkat pendidikan masyarakat pesisir sebagian besar masih rendah. Serta kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatyang relative berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan masyarakat pesisir.

Masyarakat di kawasan pesisir Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai nelayan yang diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Karakteristik masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumberdaya yang digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal, nelayan harus berpindah-pindah. Selain itu, resiko usaha yang tinggi menyebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alamyang keras dimana selalu diliputi oleh adanya ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.

Kondisi masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara ekonomi, sosial (khususnya dalam hal akses pendidikan dan layanan kesehatan), dan kultural dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Kondisi masyarakat pesisir atau masyarakat nelayan diberbagai kawasan pada umumnya ditandai oleh adanya beberapa ciri, seperti kemiskinan, keterbelakangan sosial-budaya, rendahnya sumber daya manusia (SDM).

Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan, kearah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua. Wilayah ini  merupakan tempat menumpuknya berbagai bahan baik berasal dari hulu atau setempat akibat berbagai macam aktifitas manusia. Oleh karena itu, dengan adanya pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut secara intensif, optimal dan terkendali dapat mendorong adanya pertumbuhan ekonomi lokal yang tinggi serta dapat memberikan efek keuntungan yang besar bagi kesejahteraan masyarakat pesisir. Namun pada kenyataannya, sampai sekarang wilayah pesisir dan laut belum menjadi prioritas utama bagi pertumbuhan ekonomi secara nasional dan belum dapat untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya, sehingga pada saat ini dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat pesisir masih berada dibawah garis kemiskinan.

Potensi Sumberdaya Laut

Sumber daya alam indonesia merupakan asset bangsa yang strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada pemanfaatan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan jasa jasa lingkungan. Dari 7,7 juta Km total area Indonesia, Hanya 1,9 juta km saja berupa daratan. Sedangkan sisanya 5,8 juta km adalah wilayah laut teritorial. Ditambah dengan zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km, dan dengan menyadari bahwa areal ini terletak di wilayah tropis yang dikenal dengan pusat keanekaragaman hayati, maka sesungguhnya potensi sumber daya alam Indonesia sangat besar. Meski demikian, saat  ini telah terlihat kecenderungan peningkatan intensitas eksploitasi yang mulai mengancam kelestarian sumber daya tersebut. Oleh karena itu upaya reorientasi pola penyusunan kebijakan sumber daya laut dan perikanan merupakan hal yang krusial dan selanjutnya membutuhkan perhatian yang sangat serius.

Pembangunan sumber daya kelautan pada saat ini menjadi andalan bagi bangsa indonesia untuk melakukan pemulihan ekonomi akibat krisis multi dimenasi yang mulai mendera kehidupan berkebangsaan kita. Pada saat ini basis perekonomian indonesia masih dalam tahap factors driven economy, yaitu kegiatan ekonomi yang didasarkan pada faktor sumber daya alam. Padahal ketersediaan sumber daya alam, khususnya yang berada didaratan yang semakin menipis, sehingga satu satunya alternatif yang tersedia untuk memelihara keberlangsungan pembangunan, sebelum beralih ke tahap innovation driven economy, adalah pemanfaatan sumber daya dipesisir dan lautan.

Definisi Masyarakat

Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Efendy, 2010).

Menurut Soerdjono Soekanto, masyarakat atau komunitas adalah merujuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografi) dengan batas-batas tertentu, dimana yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar dari anggota-anggotanya, di bandingkan dengan penduduk diluar batas wilayahnya. Sedangkan menurut Mac Iaver, masyarakat adalah sekelompok manusia yang mendiami territorial tertentu dan adanya sifat-sifat yang saling tergantung, adanya pembagian kerja dan kebudayaan bersama.

Dari berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) Interaksi diantara sesama anggota masyarakat, (2) Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu, (3) Saling tergantung satu dengan yang lainnya, (4) Memiliki adat istiadat tetentu/kebudayaan, (5)Memiliki identitas bersama.

Definisi Nelayan

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Pengertian mata pencaharian adalah sumber nafkah utama dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan menangkap ikan. Sedangkan nelayan menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Dalam UU Nomor 31 Tahun 2004, nelayan dan nelayan kecil mempunyai definisi berbeda yaitu nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jadi pembuat undang-undang membedakan berdasarkan besar kecil skala penangkapan tetapi dalam penegakan hokum hanya mengenal istilah nelayan, tidak membedakan nelayan kecil atau besar.

Nelayan dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan yang dilihat dari kapasitas teknologi orientasi pasar dan karakteristik hubungan produksi . Keempat tingkatan nelayan tersebut adalah:

  1. Pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten). Umumnya nelayan golongan ini masih menggunakan alat tangkap tradisional, seperti dayung atau sampan tidak bermotor dan masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama.
  2. Post-peasant fisher dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor. Penguasaan sarana perahu motor tersebut semakin membuka peluang bagi nelayan untuk menangkap ikan di wilayah perairan yang lebih jauh dan memperoleh surplus dari hasil tangkapannya karena mempunyai daya tangkap lebih besar. Umunya, nelayan jenis ini masih beroperasi di wilayah pesisir. Pada jenis ini, nelayan sudah berorientasi pasar. Sementara itu, tenaga kerja yang digunakan sudah meluas dan tidak bergantung pada anggota keluarga saja.
  3. Commercial fisher, yaitu nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan. Skala usahanya sudah besar yang dicirikan dengan banyaknya jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari buruh hingga manajer. Teknologi yang di gunakanpun lebih modern dan membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat tangkapnya.
  4. Industrial fisher, ciri nelayan jenis ini adalah diorganisasi dengan caracara yang mirip dengan perusahaan agroindustri di negara-negara maju, secara relatif lebih padat modal, memberikan pendapatan yang lebih tinggi daripadaperikanan sederhana, baik untuk pemilik maupun awak perahu, dan menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor.

Karakteristik Nelayan

Para pakar ekonomi sumberdaya melihat kemiskinan masyarakatpesisir, khususnya nelayan lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait karakteristik sumberdaya serta teknologi yang digunakan. Faktor-faktor yang dimaksud membuat sehingga nelayan tetap dalam kemiskinannya.

Kekauan aset perikanan (fixity and rigidity of fishing assets) adalah asalan utama kenapa nelayan tetap tinggal atau bergelut dengan kemiskinan dan sepertinya tidak ada upaya mereka untuk keluar dari kemiskinan itu. Kekakuan asset tersebut adalah karena sifat aset perikanan yang begitu rupa sehingga sulit untuk dilikuidasi atau diubah bentuk dan fungsinya untuk digunakan bagi kepentingan lain. Akibatnya pada saat produktivitas aset tersebut rendah, nelayan tidak mampu untuk mengalih fungsikan atau melikuidasi aset tersebut. Karena itu, meskipun rendah produktivitas, nelayan tetap melakukan operasi penangkapan ikan yang sesungguhnya tidak lagi efisien secara ekonomis.

Argumen lain tentang nelayan yaitu bahwa nelayan tetap tinggal pada industri perikanan karena rendahnya opportunity cost mereka. Opportunity cost nelayan, menurut definisi, adalah kemungkinan atau alternatif kegiatan atau usaha ekonomi lain yang terbaik yang dapat diperoleh selain menangkap ikan. Dengan kata lain,opportunity cost adalah kemungkinan lain yang bisa dikerjakan nelayan bila saja mereka tidak menangkap ikan. Bila opportunity cost rendah maka nelayan cenderung tetap melaksanakan usahanya meskipun usaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien.Ada juga argumen yang mengatakanbahwa opportunity cost nelayan, khususnya di negara berkembang, sangat kecil dan cenderung mendekati nihil. Bila demikian maka nelayan tidak punya pilihan lain sebagai mata pencahariannya. Dengan demikian apa yang terjadi, nelayan tetap bekerja sebagai nelayan karena hanya itu yang bisa dikerjakan.

Nelayan lebih senang memiliki kepuasaan hidup yang bisa diperolehnya dari menangkap ikan dan bukan berlaku sebagai pelaku yang semata-mata beorientasi pada peningkatan pendapatan. Karena way of life yang demikian maka apapun yang terjadi dengan keadaannya, hal tersebut tidak dianggap sebagai masalah baginya. Way of life sangat sukar dirubah. Karena itu maka meskipun menurut pandangan orang lain nelayan hidup dalam kemiskinan, bagi nelayan itu bukan kemiskinan dan bisa saja mereka merasa bahagia dengan kehidupan itu.

Secara sosiologis karakteristik masyarakat nelayan berbeda dengan karakteristik masyarakat petani dalam pengelolaan atau dalam memanfaatkan lahan untuk mencari nafkah. Nelayan menghadapi sumber daya yang tidak terkontrol dimana pada saat hasil tangakapan berkurang, maka nelayan tersebut harus mencari lahan baru.

Nelayan bisa bertahan jika didorong semangat hidup yang kuat dengan motto kerja keras agar kehidupan mereka menjadi lebih baik. Nelayan tradisional berjuang keras melawan terpaan gelombang laut yang dahsyat pada saat pasang naik untuk mendapatkan ikan. Dengan hanya mengandalkan kemampuan mesin dompeng misalnya, nelayan dapat berada pada radius 500 M dari pinggir pantai dan dengan cara seperti ini nelayan akan mendapatkan lebih banyak dibandingkan dengan bila menangkap ikan di bibir (tepi pantai) pada radius 200 M, yang ikannya sudah langka.

Berdasarkan stratifikasi yang ada pada masyarakat nelayan, dapat diketahui berbagai tipologi nelayan, yaitu:

  1. Nelayan kaya A, yaitu nelayan yang mempunyai kapal sehingga mempekerjakan nelayan lain tanpa ia sendiri harus ikut bekerja.
  2. Nelayan kaya B, yaitu nelayan yang memiliki kapal tetapi ia sendiri masih ikut bekerja sebagai awak kapal.
  3. Nelayan sedang, yaitu nelayan yang kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dengan pendapatan pokoknya dari bekerja sebagai nelayan, dan memiliki perahu tanpa mempekarjakan tenaga dari luar keluarga.
  4. Nelayan miskin, yaitu nelayan yang pendapatan dari perahunya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga harus ditambah dengan bekerja lain baik untuk ia sendiri atau untuk isteri dan anak-anaknya.

Kehidupan Sosial Masyarakat Nelayan.

Sebagian besar kategori sosial nelayan Indonesia adalah nelayan tradisional dan nelayan buruh. Mereka adalah penyumbang utama kuantitas produksi perikanan tangkap nasional. Walaupun demikian, posisi sosial mereka tetap marginal dalam proses transaksi ekonomi yang timpang dan eksploitatif sehingga sebagai pihak produsen, nelayan tidak memperoleh bagian pendapatan yang besar. Pihak yang paling beruntung adalah para pedagang ikan berskala besar atau pedagang perantara. Para pedagang inilah yang sesungguhnya menjadi penguasa ekonomi di desa-desa nelayan. Kondisi demikian terus berlangsung menimpa nelayan tanpa harus mengetahui bagaimana mengakhirinya.

Hal ini telah melahirkan sejumlah masalah sosial ekonomi yang krusial pada masyarakat nelayan. Namun demikian, belenggu structural dalam aktivitas perdagangan tersebut bukan merupakan satu-satunya factor yang menimbulkan persoalan sosial di kalangan nelayan, faktor-faktor lain yang sinergi, seperti semakin meningkatnya kelangkaan sumberdaya perikanan, kerusakan ekosistem pesisir dan laut, serta keterbatasan kualitas dan kapasitas teknologi penangkapan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, ketimpangan akses terhadap sumberdaya perikanan, serta lemahnya proteksi kebijakan dan duakungan fasilitas pembangunan untuk masyarakat nelayan masih menjadi faktor yang menimbulkan persoalan.

Kondisi kesejahteraan sosial yang memburuk di kalangan nelayan sangat dirasakan di desa-desa pesisir yang perairannya mengalami overfishing (tangkap lebih) sehingga hasil tangkap atau pendapatan yang di peroleh nelayan bersifat fluktuatif, tidak pasti, dan semakin menurun dari waktu ke waktu. Dalam situasi demikian, rumah tangga nelayan akan senantiasa berhadapan dengan tiga persoalan yang sangat krusial dalam kehidupan mereka, yaitu (1) pergulatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, (2) tersendat-sendatnya pemenuhan kebutuhan pendidikan anakanaknya, dan (3) terbatasnya akses mereka terhadap jaminan kesehatan.

Ketiga akses diatas merupakan kebutuhan hidup yang paling mendasar dalam rumah tangga nelayan, yang sering tidak terpenuhi secara optimal. Dengan realitas kehidupan yang demikian, sangat sulit merumuskan dan membangun kualitas sumberdaya masyarakat nelayan, agar mereka memiliki kemampuan optimal dalam mengelola potensi sumber daya pesisir laut yang ada. Ketiadaan atau kekurangan kemampuan kreatif masyarakat nelayan untuk mengatasi sosial ekonomi didaerahnya akan mendorong mereka masuk perangkat keterbelakangan yang berkepanjangan sehingga dapat mengganggu pencapaian tuj uan kebijakan pembangunan di bidang kelautan dan perikanan. Untuk itu, perlu dipikirkan solusi strategi alternative untuk mengatasi persoalan kehidupan sosial-ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat nelayan. Dalam hal ini, program jaminan sosial (sosial security) yang dirancang secara formal merupakan salah satu strategi yang patut dipertimbangkan untuk mengatasi kemelut sosial ekonomi yang menimpa kehidupan dari masyarakat nelayan.

Sekalipun negara atau pemerintah telah mengimplementasikan sejumlah kebijakan untuk membangun sektor perikanan tangkap dan pemberdayaan ekonomi produktif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan, namun hasil yang dicapai masih belum maksimal. Kalau kita perhatikan, selama ini spirit kebijakan nasional dalam pembangunan perikanan sejak awal 1970-an dan masih terus di berlakukan hingga saat ini yang mengutamakan meningkatan produksi, mengakibatkan kelangkaan sumberdaya perikanan, kerusakan ekosistem pesisir laut, kemiskinan, dan kesenjangan sosial. Kebijakan demikian tidak disertai atau di kawal dengan kebijakan pembanding tentang bagaimana masyarakat nelayan harus menjaga keberlanjutan sumberdaya kelautan. Sebenarnya, kebijakan ini member keuntungan ekonomi bagi paranelayan bermodal besar yang secara kuantitatif berjumlah sedikit, namun pda akhirnya semua nelayan dari berbagai kategori usaha mengahadapi persoalan yang sama.

Demikian juga kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan yang selama ini diterapkan. Kalau dianalogikan dengan orang memancing, kebijakan tersebut hanya memberi ikan kepada nelayan, tetapi tidak memberikan jaminan keberlanjutan bagaiaman seandainya alat pemancing itu rusak. Hal ini dapat ditunjukkan dengan lemahnya dukungan kebijakan lembaga-lembaga perbankan resmi untuk penyaluran kredit dengan bunga rendah kepada masyarakat nelayan secara berkesinambungan dan konsisten.Pada dasarnya, dukungan ini sangat dibutuhkan nelayan untuk menjaga kelanjutan usaha perikanannya.

Gejala fluktual diatas mencerminkan belum adanya payung kebijakan pemberdayaan yang bersifat nasional dan menjadi referensi para penentu keputusan setingkat menteri sehingga hal demikian memberikan rasa aman bagi lembaga perbankan untuk bekerja sama dengan nelayan dalam transaksi bantuan kredit.

Disamping itu, tidak adanya pihak-pihak yang membantu secara total dan bersungguh-sungguh dalam membangun masyarakat nelayan, mendorong masyarakat nelayan mengembangkan strategi kemandirian berdasarkan kemampuan sumberdaya yang dimiliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang mereka hadapi Kemandirian ini membangkitkan sikap-sikap otonom di kalangan nelayan merupakan modal sosial yang sangat berharga sebagai basis kelangsungan hidup mereka.  Manifestasi dari sikap-sikap otonom nelayan terwujud dalam konstruksi pranata sosial, seperti perkumpulan simpan pinjam, arisan, dan jaringan sosial berfungsi untuk menggalang kemampuan sumberdaya ekonomi kolektif dalam relasi timbal balik sehingga eksistensi masyarakat nelayan tetap terjamin.

Jaringan patron-klien merupakan wadah dan sarana yang menyediakan sumber daya jaminan sosial secara tradisional untuk menjaga kelangsungan hidup nelayan. Kekuatan hubungan patron-klien ini dapat dilihat pada pola-pola relasi sosial antara (1) nelayan pemilik dengan nelayan buruh, (2) nelayan pemilik dengan penyedia modal usaha, (pedagang ikan/pedagang perantara, (3) nelayan (nelayan pemilik dan nelayan buruh) dengan pemilik toko yang menyediakan kebutuhan hidup dan kebutuhan melaut. Jika hasil tangkapan nelayan diberikan dalam bentuk ikan, biasanyahubungan patron-klien antara nelayan buruh dan pedagang ikan juga intensif.

Strategi Perekonomian Keluarga Nelayan

Strategi nelayan dalam menghadapi kemiskinana dapat dilakukan melalui , (1) Peranan Anggota KeluargaNelayan (istri dan anak). Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota rumahtangga nelayan (istri dan anak) merupakan salah satu dari strategi adaptasi yang harus ditempuh untuk menjaga kelangsungan hidup mereka, (2) Diversifikasi Pekerjaan, dalam menghadapi ketidakpastian penghasilan, keluarga nelayan dapat melakukan kombinasi pekerjaan, (3) Jaringan Sosial, melalui jaringan sosial, individu-individu rumah tangga akan lebih efektif dan efisien untuk mencapai atau memperoleh akses terhadap sumberdaya yang tersedia di lingkungannya. Jaringan sosial memberikan rasa aman bagi rumahtangga nelayan miskin dalam menghadapi setiap kesulitan hidup sehingga dapat mengarungi kehidupan dengan baik. Jaringan sosial secara alamiah bisa ditemukan dalam segala bentuk masyarakat dan manifestasi dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Tindakan sosial-budaya yang bersifat kreatif ini mencerminkan bahwa tekanan-tekanan atau kesulitan kesulitan ekonomi yang dihadapi nelayan tidak di respon dengan sikap yang pasrah. Secara umum, bagi rumah tangga nelayan yang pendapatan setiap harinya bergantung sepenuhnya pada penghasilan melaut, jaringan sosial berfungsi sangat strategis dalam menjaga kelangsungan kehidupan mereka, (4) Migrasi, hal ini dilakukan ketika di daerah nelayan tertentu tidak sedang musim ikan dan nelayan pergi untuk bergabung dengan unit penangkapan ikan yangada di daerah tujuan yang sedang musim ikan. Maksud migrasi adalah untuk memperoleh penghasilan yang tinggi dan agar kebutuhan hidup keluarga terjamin. Dalam waktuwaktu tertentu, penghasilan yang telah diperoleh, mereka bawa pulang kampung untuk diserahkan kepada keluarganya.

Perhatian terhadap kawasan pesisir tidak hanya didasari oleh pertimbangan pemikiran bahwa kawasan itu tidak hanya menyimpan potensi sumber daya alam yang cukup besar, tetapi juga potensi sosial masyarakat yang akan mengelola sumberdaya alam tersebut secara berkelanjutan. Potensi masyarakat ini sangat penting karena sebagian besar penduduk yang bermukim di pesisir dan hidup dari pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan tergolong miskin. Kebijakankebijakan pembangunan di bidang perikanan (revolusi biru) selama ini ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat pesisir.

Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut antara lain:

  1. Penataan Ruang, yang meliputi dua aspek penataan ruang sejalan dengan perundangan di atas, yaitu berkaitan dengan pengaturan fungsifungsi pesisir pantai serta penetapan kriteria penentuan dan perubahan fungsi tata ruang kawasan/lahan dalam rangka penyusunan rencana tata ruang.
  2. Lingkungan, terutama dimensi persoalan lingkungan pesisir tidak bisa di lihat pada kondisi lokal namun menyangkut sistem yang luas, dalam hal keterkaitan ekosistem yang lebih luas. Dari sudut lingkungan wilayah pesisir Kabupaten Mimika sangat rentan terpengaruh terhadap arus perubahan kegiatan perkotaan dan masyarakatnya.
  3. Permukiman, khususnya permukiman di wilayah pesisir pada beberapa distrik melalui suatu perencanaan sehingga menciptakan pola pemukiman yang sesuai dengan tata ruang untuk pemukiman wilayah pesisir.
  4. Sarana dan prasarana, terutama sarana dan prasarana umum yang terbangun di kawasan pesisir yang masih belum seimbang.
  5. Sumber air bersih, yaitu perlu adanya pemikiran-pemikiran pengembangan teknologi terapan untuk mengatasi kelangkaan air bersih dalam perencanaan pengembangan kawasan pesisir yang semakin lama akan semakin padat.
  6. Pariwisata, yaitu kegiatan pariwisata harus dikelola dengan baik dan menempatkan masyarakat setempat sebagai bagian dari pelaku kegiatan.

Semangat pemberdayaan Masyarakat pesisir.

Seperti telah dipaparkan diatas bahwa masyarakat pesisir masih dalam kategori masyarakat miskin di negeri ini, walau secara definisi beberapa golongan yang termasuk dalam masyarakat pesisir adalah para nelayan dengan pemilik modal yang memperkerjakan para nelayan kecil yang memang memiliki taraf hidup yang lebih baik. Tapi sebagian besar masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tidak memiliki kapital besar untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan. Sehingga kondisi dilapangan mendifinisikan bahwa mayoritas masyarakat pesisir adalah para nelayan kecil dengan peralatan sederhana, para buruh dari nelayan-nelayan bermodal besar, buruh pabrik, dan para pembudidaya ikan skala tradisonal.

Pemberdayaan masyarakat pesisir seyogyanya harus mengacu pada analisa sosial ekonomi masyarakat pesisir itu sendiri agar program bisa mencapai tujuan yang diharapkan serta tepat sasaran, karena tanpa itu semua maka setiap program pemberdayaan tidak pernah akan menyentuh sasaran yang diharapkan. Kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir adalah para meter penentuan target dan tujuan yang di formulasikan dalam visi misi program pemberdayaan masyarakat pesisir, dengan kekhasan yang dimiliki kita akan mampu menetukan metode dan strategi yang tepat dalam rangka pemberdayaan masyarakat pesisir.

Sumber Pustaka: 

Nasution A, Badaruddin. 2005. Isu-Isu Kelautan Dari Kemiskinan Hingga Bajak Laut. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun