Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Paradigma Kekinian tentang Kebijakan Pemberantasan IUU Fishing

10 Maret 2018   17:18 Diperbarui: 10 Maret 2018   17:29 1397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah menginginkan ada tindakan tegas dan memberikan efek jera bagi kapal asing yang mencuri ikan di wilayah Indonesia, termasuk meneng-gelamkan kapal itu bila diperlukan. Pernyataan ini memberikan gambaran bahwa masalah pencurian ikan di perairan Indonesia sudah sangat serius, dan memerlukan tindakan pengendalian yang konprehensif.

Maraknya praktek penangkapan ikan secara illegal di perairan laut Indonesia disinyalir banyak terkait dengan sistem perizinan kapal penangkap dan usaha perikanan yang diselewengkan pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan ditengah lemahnya sistem pengawasan. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan akan melakukan moratorium pemberian izin kapal penangkap ikan khususnya lebih dari 30 GT yang bertujuan untuk pembenahan sistem perizinan kapal penangkap ikan dan sekaligus upaya peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Praktek Illegal, Unreported, Unregulated ( IUU ) Fishingyang marak terjadi di perairan laut Indonesia terdiri dari 2 jenis, yakni : 1) praktek pencurian ikan oleh nelayan asing, dan 2) praktek penangkapan ikan yang bersifat destruktif oleh nelayan lokal. Kasus pencurian ikan merupakan kisah lama yang tidak pernah tuntas di Indonesia dan bahkan sudah menimbulkan kerugian negara mencapai triliunan rupiah per tahunnya. Berdasarkan estimasi dari FAO, rata-rata ikan yang dicuri dan dibuang ke laut sekitar 25 %, sehingga bila potensi perikanan laut Indonesia sebesar 6,4 juta ton/tahun, maka jumlah ikan yang dicuri sekitar 1,6 juta ton/tahun. Bila harga jual ikan $ 2 US per kg, maka kerugian negara akibat pencurian ikan ini sekitar Rp 30 triliun per tahun. Sungguh angka yang fantastis, dan kasus Illegal, Unreported, Unregulated ( IUU ) Fishing ini harus menjadi program prioritas bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Berbagai upaya telah dilakukan Direktorat Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), namun belum membuahkan hasil yang signifikan. Beberapa upaya yang telah dilakukan seperti patroli reguler besama TNI AL dan Polisi Air, pemasangan VMS (Vessel Monitoring System), penataan izin usaha perikanan dan lain-lain, tetapi hasilnya belum nyata. Bahkan DPR sudah mempertanyakan hal ini kepada pemerintah, karena praktek pencurian ikan ini sudah memasuki perairan teritorial 12 mil sebagaimana banyak dilaporkan nelayan di berbagai daerah.

Di sisi lain, kegiatan penangkapan ikan yang bersifat destruktif (destructive fishing) seperti penggunaan bom ikan dan racun, juga marak terjadi di perairan kita. Cara-rara penangkapan ikan seperti ini secara nyata telah merusak habitat ikan, seperti kerusakan habitat terumbu karang yang sudah mengkhawatirkan di Indonesia. Menurut kajian dari CRITC LIPI (2007), terumbu karang yang rusak di Indonesia telah mencapai 41,78 %, sedangkan kondisi baik hanya sebesar 23,72 % dan sangat baik tinggal 6,20 %. Dari kondisi tersebut, terumbu karang di kawasan perairan Indonesia barat memiliki kondisi yang lebih buruk dibandingkan dengan terumbu karang di kawasan timur Indonesia. Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan Illegal, Unreported, Unregulated ( IUU ) Fishing lebih banyak terjadi di kawasan perairan Indonesia bagian barat ketimbang perairan Indonesia timur. Perlu diketahui bahwa perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang yang sehat, mampu menghasilkan ikan sebanyak 20 ton/km2/tahun.

Berdasarkan fakta di atas, terjadinya deplesi sumberdaya perikanan di beberapa kawasan perairan Indonesia diduga terkait dengan praktek Illegal, Unreported, Unregulated ( IUU ) Fishingini, bukan semata-mata karena meningkatnya jumlah kapal penangkap ikan oleh nelayan yang menyebabkan menurunnya CPU (catch per unit effort). Oleh sebab itu, perlu dicermati apakah kawasan perairan yang dinyatakan sudah over fishing hanya karena kebanyakan kapal penangkap ikan, atau karena sumberdaya ikan sudah mengalami deplesi akibat kegiatan perikan dekstruktif ?

Berbagai langkah strategis dalam rangka pengendalian praktik IUU Fishing bisa diterapkan antara laina dengan, (1) Penerapan sistem MCS ( Monitoring, Controlling dan survailance) secara terpadu, (2) Sistem pengawasan perikanan terpadu berbasis masyarakat, (3) Rekonstruksi sistem perizinan perikanan secara terpadu, (4) Mendorong kampanye anti produk IUU Fishing, dan (5) pembenahan zonasi wilayah penangkapan ikan dan wilayah konservasi Laut.

Kegiatan Illegal, Unreported, Unregulated ( IUU ) Fishing (pencurian ikan dan perikanan destruktif) tidak mungkin dapat diatasi tanpa adanya pengendalian terpadu oleh berbagai pemangku kepentingan, yakni 1) Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2) Dinas Perhubungan Laut dan Syahbandar, 3) Direktorat Migrasi Departemen Tenaga Kerja, dan 4) Institusi Penegak Hukum (TNI AL, Polisi Air, Bea Cukai). Namun, karena luasnya perairan Indonesia, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah saatnya melibatkan masyarakat desa pantai untuk melakukan pemantauan (monitoring), pengawasan (controlling) dan pengendalian (survailance) praktek Illegal, Unreported, Unregulated ( IUU ) Fishingdi perairan Indonesia.

Di atas kertas, praktek MCS terpadu ini dengan SOP-nya mudah dibuat, namun implementasinya di lapangan tidak mudah dilakukan karena membutuhkan sarana dan prasarana MCS yang memadai, dan biaya operasional yang cukup besar. Oleh sebab itu, pemerintah pusat harus mensupport pemerintah daerah untuk melakukan MCS ini karena keterbatasan APBD. Dengan perkataan lain, bila MCS terpadu ingin dilaksanakan secara efektif, maka sarana dan prasarana pengawasan ini harus dilengkapi pemerintah, agar kerugian negara dari Illegal, Unreported, Unregulated ( IUU ) Fishingini dapat ditekan seminimal mungkin.

Kenyataan anggaran pemerintah masih terbatas dan luasnya perairan laut Indonesia, maka perlu dikembangkan sistem pengawasan berbasis masyarakat (Community Based Controlling). Cukup besar jumlah desa pantai di Indonesia, seyogianya pemerintah dapat membuat suatu kebijakan, sehingga setiap desa pantai memiliki kelembagaan pengawasan berbasis masyarakat. 

Untuk langkah awal, KKP melalui program pengelolaan dan rehabi-litasi terumbu karang (Coremap) telah membentuk lembaga pengawasas tingkat desa dan jumlahnya relatif sedikit. Misalnya untuk wilayah pesisir Propinsi Sumatera Utara, baru terdapat pada 29 desa pantai yang merupakan lokasi implementasi program Coremap. Seyogianya hal seperti ini dapat dikembangkan untuk setiap desa pantai secara nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun