Mohon tunggu...
Nawa Sri
Nawa Sri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Be Grateful to be ME...

Pembelajar, suka membaca dan sangat berminat untuk terus menulis. Tertarik dalam pengembangan diri, parenting, perencanaan keuangan serta gaya hidup sehat nan ramah lingkungan. https://nawasri.wordpress.com Email: ms.nawa@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pagelaran Spektakuler "Bakdan Ning Sala: Goa Kiskendo"

21 Juni 2018   17:13 Diperbarui: 21 Juni 2018   17:26 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, acara "Bakdan Ning Sala" selalu sukses digelar. Ya, acara yang telah tiga tahun berturut-turut diadakan dalam rangka menyambut momen lebaran ini selalu menyedot animo pengunjung serta berhasil menghibur ribuan penontonnya. Dan tahun ini merupakan tahun keempat diadakannya acara yang diharapkan bisa melestarikan serta mengembangkan kebudayaan di kota Solo ini.

Dikemas dalam sebuah pertunjukan opera tari kolosal yang melibatkan sedikitnya seratus penari di suatu panggung terbuka, acara ini menampilkan lakon yang berbeda setiap tahunnya. Antara lain: Anoman Obong (2015), Sang Anoman (2016), Rama Tambak-Kumbokarno Gugur (2017) dan Goa Kiskendo (2018).

dok. Aditya
dok. Aditya
Berbeda dari acara tahun-tahun sebelumnya yang berlokasi di Balekambang Solo, tahun ini pertunjukan digelar di Benteng Vastenburg Solo. Diadakan selama tiga hari berturut-turut pada tanggal 18-20 Juni 2018, mulai jam 19.30 hingga selesai. Saya pribadi berkesempatan untuk menyaksikan pagelaran ini pada hari ketiga yang sekaligus menjadi penutup rangkaian acara.

dok. Aditya
dok. Aditya
Memasuki kawasan Benteng Vastenburg, kita akan melewati rangkaian bambu yang saling bertautan membentuk segitiga dan berhiaskan kain merah di bagian atas. Di bagian kanan kiri, kita bisa melihat obor menyala sebagai penerang jalan. Sungguh terasa suasana tradisionalnya. Di dekat pintu masuk bagian dalam benteng, terlihat sekelompok penari berkostum monyet yang sedang berlatih dan bersiap-siap untuk tampil.

Bagian dalam benteng ini sangat luas hingga bisa menampung ribuan penonton sekaligus stand-stand bazar dari berbagai UKM yang menjual makanan serta merchandise dari Solo. Di bagian tengah, terlihat kursi-kursi yang telah ditata menghadap ke bagian panggung dan karpet tepat di bagian depan panggung bagi penonton yang ingin duduk lesehan.

Rintik-rintik hujan yang turun dan membasahi kursi nyatanya tak menyurutkan animo masyarakat untuk tetap menonton pagelaran, bahkan beberapa penonton tampak telah bersiap membawa payung. Benar saja, pada pembukaan acara, tetes hujan semakin terasa, namun acara terlalu menarik untuk dilewatkan begitu saja. Beruntung, hujan segera berlalu hingga acara bisa berlanjut sesuai harapan.

Pagelaran ini tampak begitu megah dan spektakuler dengan tata dekorasi panggungnya yang menampilkan sebuah goa dengan pepohonan beringin asli di sekitarnya, membawa kita seolah tengah berada di hutan yang sesungguhnya. Efek asap yang menyesuaikan pada beberapa bagian acara dan efek cahaya warna-warni dari sorot lampu yang semakin menambah kesan dramatis. Totalitas penampilan dari para pemain dan penari kolosalnya hingga efek suara yang merupakan perpaduan musik tradisional dan modern pun semakin menambah kemegahan dan spektakulernya pertunjukan.

Goa Kiskendo yang merupakan lakon dari opera "Bakdan Ning Sala" tahun ini merupakan salah satu Epos Ramayana. Sebuah kisah luar biasa yang menceritakan kehidupan manusia di alam semesta yang dibumbui dengan adanya makhluk kera dan raksasa. Ya, raksasa menggambarkan kerakusan makhluk bumi untuk mengeksploitasi kekayaan alam semesta hingga merusaknya sedangkan kera digambarkan sebagai makhluk yang senantiasa menyatu dengan alam dan selalu berusaha mewujudkan kesempurnaan diri hingga menjadi seperti manusia.

dok. Aditya
dok. Aditya
Pagelaran opera ini memberikan pesan moral bagi kita, bahwa sesungguhnya semesta raya ini sudah memberikan begitu banyak hal yang melimpah ruah bagi setiap makhluk di dalamnya. Manusia merupakan makhluk sentral yang bisa menjalani hidup sesuai pilihannya. Akankah ia akan terjatuh karena raksasa keserakahannya? Atau justru menyatu dengan kera yang berusaha mewujudkan kesempurnaan diri hingga menciptakan kedamaian di alam semesta?

Seperti yang dikisahkan, ketika makhluk berwujud kera ini bertapa menyatu dengan alam dan menumpahkan segala cintanya kepada alam semesta, maka semesta raya akan membalasnya dengan berbagai macam berkah kepadanya. Dan seperti banyak kisah yang telah kita ketahui, kebaikan akan selalu menang melawan kejahatan. Itulah hukum karma yang berlaku abadi.

Menyaksikan pagelaran ini sungguh membuat kita takjub, betapa sesungguhnya negara kita ini begitu kaya akan warisan budaya yang perlu kita lestarikan dan terus kita kembangkan, sebagai jati diri bangsa. Seni dan budaya inilah yang bisa menjadi sarana untuk menyampaikan pesan-pesan dan nilai-nilai moral bagi generasi penerus kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun