Mohon tunggu...
Navirta Ayu
Navirta Ayu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STAI Yogyakarta

kritik dan saran dikirimkan ke navirta@staiyogyakarta.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Money

Zaman Era Digital, Apa Hukumnya Berbisnis dan Berbelanja "Online"?

12 Januari 2018   21:29 Diperbarui: 12 Januari 2018   22:00 1732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di zaman yang serba era digital masa kini masyarakat hampir seluruhnya memegang gadget, dimana keperluan sehari-hari sudah di list dalam smartphonenya. 

Karna kegunaan smartphone era sekarang bukan hanya menghubungi sanak keluarga, saudara, sahabat, maupun rekan kerjanya namun juga dalam mencari makan maupun belanja semuanya sudah menggunakan smartphonenya masing-masing. 

Ditambah lagi sudah banyak aplikasi yang mendukung dalam berbelanja online, sehingga masyarakat tak perlu repot-repot memilah milih barang dengan berdesak-desakan, membayar tapi melewati proses antri yang luar biasa kadang membuat jenuh.

Dalam era digital ini tidak dipungkiri bahwa adapun dampak negative dalam bisnis yaitu pada bisnis ritel yang sudah banyak mengubah mindset masyarakat walaupun masih ada beberapa yang memilih untuk mengunjungi toko maupun gerainya langsung demi melihat barangnya dengan kualitas yang baik. 

Gerai di Indonesia yang ramai dikunjungi oleh masyarakat beberapa diantaranya terdapat Matahari, Hero, dan 7 Eleven (Sevel). 

Namun berita hot news tahun 2017 kemarin dalam Tv One mendeskripsikan bahwa gerai tersebut sudah mengalami beberapa gerainya yang ditutup seperti halnya 7 Eleven (Sevel ) yang akhirnya menutup semua gerainya di Indonesia karena besarnya biaya operasional (biaya sewa dan infrastruktur), Hero, menutup 74 gerainya diberbagai kota di Indonesia karena bisnisnya semakin menurun, kemudian Matahari dimana pusat icon berbelanja yang dulunya menjadi favorite masyarakat menengah sehingga banyak pengunjung yang berhamburan datang ke gerai ini sekarang mengalami sepi pengunjung dan menutup 2 gerainya. 

Banyaknya masyarakat sekarang yang mulai memilih bisnis online karna lebih praktis, hemat dan efisien yaitu salah satunya tidak banyak memiliki karyawan membuat masyarakat lebih memilih bisnis sendiri tanpa mempunyai sewa toko maupun gerai yang harus didatengi sehingga hanya mengandalkan upload foto barang yang menjamin kualitasnya kemudian mereka mematok harga yang tidak terlalu mahal seperti barang-barang yang sudah masuk kedalam gerai telah menjadi pilihan masyarakat Indonesia karena lebih diminati dengan kualitas barang yang dilihat bagus tak kalah seperti barang bermerek dari luar negeri kemudian harga pas dikantong tidak terlalu mahal tetap menjadi pilihan masa kini.

Namun bagaimana hukumnya seseorang yang berbisnis online maupun yang berbelanja online? Apakah masyarakat sudah melihatnya dari segi Islam, melihat dari masyarakat terbanyak orang Indonesia mayoritasnya beragama Islam.

Bisnis, bisnis adalah kegiatan usaha yang ditijukan untuk mencapai keuntungan baik itu dibidang produksi, distribusi / pemasaran dan perdagangan. Adapun hukum bisnis adalah peraturan-peraturan yang mengatur kegiatan bisnis agar bisnis dijalankan secara adil.

Dengan adanya zaman globalisasi ('ashru 'aulamah) mengalami perkembangan zaman yang pesat dimana dunia sudah dihadapkan berbagai permasalah yang kompleks termasuk seperti berbisnis dengan cara-cara yang pragmatis, instan, cepat tapi aman. 

Sehingga dalam hal ini kita sudah mengenal adanya istilah transaksi berbisnis seperti melalui perbankan kartu kredit (Bithaqah Ali'timan, Lelang (Mazad 'Alani; Auction), Saham, transaksi melalui ATM, Kredit, jual beli lewat online, stock market, investasi, dan lain sebagainya.

Jual beli (Al- Bai') atau berbisnis menurut Islam adalah pekerjaan yang mulia. Sudah menjadi fitrah manusia transaksi berbisnis merupakan salah satu sendi roda kehidupan yang tidak dapat dipisahkan dalam tatanan social, ekonomi ,politik dan budaya.

Pada zaman masa Rasulullah SAW transaksi jual beli seperti diatas belum dikenali. Namun modus operasinya sama saja yaitu harus adanya rukun dalam akad jual beli (shigat/ijab dan qabul, dua orang berakad, barang yang dijual dan ada harga). 

Jual beli (Bai') menurut bahasa adalah mengambil (Alakhdzu) dan memberikan (Al'atha). Sedangkan menurut istilah fikih adanya transaksiharta dengan harta saling suka sama suka yang bertujuan untuk saling memiliki.

Dalam istilah berbisnis online diperbolehkan selagi tidak terdapat unsur-unsur yang mengandung riba, kezaliman, monopoli bahkan penipuan. Karena bahaya riba didalam Al-Qur'an pun terdapat diantaranya dalam QS. Al-Baqarah (2) : 275, 279, QS Ar-Rum (30) : 39, QS An-Nisa (4) : 131.

Dasar saling merelakan itu, ayat 29 surat an Nisa yang berbunyi "tijaratan 'an taradlin" dan hadits riwayat Ibnu Habba dan Ibnu Majah : "Innamal bai'u an taradlin" ayat 29 surat an Nisa berarti : " dan perdagangan yang didasarkan kerelaan, sedang arti hadits itu ialah : "jual beli itu atas dasar saling merelakan. Dalam arti jual beli menurut syara' ini ada yang menambah kata dengan ijab dan qabul sedang ulama sekarang tidak menambahnya.

Tidak menambahnya karena berdasarkan kenyataan bahwa jual beli itu tukar menukar barang dengan uang atas dasar kerelaan dari keduabelah pihak seperti yang dikehendaki Al Qur'an dan Hadits.

Akad yang berupa janji dengan Allah, telah dibicarakan dimuka tentang amanat. Akad dan janji dengan sesama yang masuk persoalan muamalat yang terpenting adalah ba'i (jual beli) dan Asy Syirkah. Tentang kebolehan jual beli ada pada ayat 275 Surat Al Baqarah, disamping penegasan keharaman riba.

Tafsir awal ayat 275 ini menerangkan akibat yang akan dialami oleh orang-orang yang memakan riba, yaitu jiwa dan hati yang tidak tenteram, perkiraan mereka tidak menentu keadaan mereka seperti orang yang kemasukan syetan. Mereka menganggap riba itu sama dengan jual beli.

Dalam ayat yang menjadi topik ini selain keharaman riba juga kehalalan jual-beli, Allah menegaskan bahwa jual beli itu halal dan riba itu karam. Dari penegasan itu seakan-akan Allah memberikan perbandingan antara jual beli dengan riba agar diketahui dan difikirkan memahami perbedaannya. Pada jual beli ada pertukaran dan penggantian yang seimbang dan ada manfaat yang diperoleh oleh kedua belah pihak, sedang pada riba ada penggantian dan pertukaran yang tidak seimbang.

Mengenal jenis Riba disini terdapat dua macam yaitu : Riba nasi'ah, ialah tambahan pembayaran hutang oleh pihak yang berhutang karena permintaan pemberi hutang karena penangguhan pelunasan. Kemudian Riba fadhal, ialah tukar menukar barang yang sama dengan kelebihan, seperti emas dengan emas, atau perak dengan perak dengan kelebihan.

Mengenai jual beli (ba'i), yang dalam ayat ini dinyatakan halal hukumnya dan menurut hadits riwayat Ahmad yang halal itu termasuk kasab (usaha) yang baik. Lalu untuk menjaga agar jual beli berjalan baik perlu diperhatikan

Apabila tidak dilakukan secara tunai perlu dicatat (Al Baqarah 282)

Juga ada saksi dua orang sehingga dapat saling mengingatkan (Al Baqarah 282).

Tidak boleh

mengurangi takaran/timbangan (surat Al An 'Am : 152, surat Asy Syu'ara : 181, Surat Al Isra : 35, Surat Al Muthaffifin : 3)

Dilakukan dengan penuh kejujuran dalam melayani keperluan umum (HR. Ath Thabarani) , Tidak dilakukan dengan penuh tipuan (Ghasysyun), (HR. Bazzaar) Yang dijualbelikan bukan barang haram atau cara yang diharamkan (banyak hadits, antara lain riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Rasulullah mengisyaratkan bahwa jual beli itu halal selagi suka sama suka (Antharadhin). Karena jual beli atau berbisnis seperti melalui online memiliki dampak positif karena dianggap praktis, cepat dan mudah. Adapun syarat-syarat mendasat diperbolehkannya jual beli lewat online adalah sebagai berikut :

  • Tidak melanggar sesuai ketentuan syariat Agama, seperti transaksi bisnis yang diharamkan terjadinya kecurangan, penipuan, monopoli.
  • Adanya kesepakatan perjanjian kedua belah pihak (penjual dan pembeli) jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan antara sepakat (Alimdha') atau pembatalan (Fasakh), sebagaimana yang telah diatur dalam Fikih tentang bentuk-bentuk option atau alternative dalam akad jual beli seperti Khiar Almajlis (hak pembatalan ditempat jika terjadi ketidaksesuaian), Khiar Al'aib (hak pembatalan jika terdapat cacat), Khiar As- Syarath (hak pembatalan jika tidak memenuhi syarat), Khiar Alghubun (hak pembatalan jika terjadi penipuan), Khiar At-Taghrir/ At-tadlis (hak pembatalan jika terjadi kecurangan), Khiar Tafriq As-Shafqah (hak pembatalan karena salah satu diantara duabelah pihak terputus sebelum atau sesudah transaksi), Khiar Ar-Rukyah (hak pembatalan adanya kekurangan setelah dilihat dan Khiar Fawat Alwashaf ( Hak pembatalan jika tidak sesuai sifatnya).
  • Adanya control, sangsi dan aturan hukum yang tegas dan jelas dari pemerintah (lembaga yang berkompeten) untuk menjamin bolehnya berbisnis yang dilakukan transaksinya bagi masyarakat.

Namun perlu tetap diketahui apabila berbisnis lewat online tidak sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan yang telah dijelaskan diatas, maka hukumnya adalah "Haram" tidak diperbolehkan. Kemashlahatan dan perlindungan terhadap umat dalam berbisnis dan usaha harus dalam perlindungan Negara atau lembaga yang berkompeten. Sehingga tidak diharapkan adanya terjadi hal-hal yang membawa kemudharatan penipuan dan kehancuran bagi masyarakat dan negaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun