Kabupaten Magelang berada di Provinsi Jawa Tengah. Dengan adanya letak geografis yang mendukung menjadi salah satu daerah tujuan wisata. Para pendaki tidak asing dengan daerah Magelang. Karena Magelang adalah daerah dataran tinggi yang dikelilingi oleh beberapa gunung, termasuk Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing, dan yang lainnya. Gunung- gunung tersebut terkenal dengan keindahan alamnya. Namun, bagaimana dengan pesona gunung lainnya yang ada di daerah Magelang. Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya mendaki Gunung Giyanti.
Gunung Giyanti merupakan gunung di daerah Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Gunung ini cocok untuk pemula karena jalur pendakiannya yang landai. Gunung ini memiliki ketinggian 1200 mdpl. Gunung ini juga cocok untuk pendaki yang hanya sekedar ingin menikmati suasana alam.
Saya dan teman-teman saya berangkat dari Kotagede, Yogyakarta dan menempuh perjalanan kurang lebih selama satu setengah jam. Kami berangkat pukul 03.00 dini hari dengan harapan agar mendapat sun rise di puncak Gunung Giyanti. Setibanya di sana kami kebingungan mencari basecamp atau titikk awal pendakian. Kami sempat bertanya dengan warga karena kebingungan. Namun, ternyata tempat yang kami cari sudah sesuai dengan yang ada di maps. Sehingga kami melanjutkan perjalanan mengikuti maps. Namun, kami curiga karena medan jalannya yang menanjak. Kami menemukan sebuah gubuk terbuat dari bambu, yang ternyata menjadi pos 2 Gunung Giyanti. Akhirnya kami sadar kalau kami salah jalan, sehingga memutuskan untuk kembali. Kami kembali bertanya dengan beberapa penduduk lokal sekitar sana dan menemukan bahwa bisa dengan melewati Basecamp Anjraha. Jadi sebelum ingin mendaki pastikan terlebih dahulu tujuan kita dengan benar. Untuk meminimalisir kejadian tersesat dan tidak tahu arah.
Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Basecamp Anjraha. Di perjalanan matahari mulai terbit kabut juga terlihat. Di sepanjang jalan kami kagum dengan keindahannya. Setibanya di Basecamp Anjraha kami menikmati pemandangan lautan awan dan proses terbitnya matahari. Kami berfoto disana dan mempersiapkan diri sebelum mendaki. Setelah itu, kami diberi handy talkie oleh penjaga basecamp untuk alat komunikasi saat ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Penjaga basecamp juga memberi informasi rute dan peta yang bisa dibawa saat mendaki. Namun, sayang sekali kami kurang beruntung karena Puncak Merah Putih sebagai puncak paling tinggi di Gunung Giyanti masih dalam pengelolaan sehingga tidak bisa dilewati. Sehingga kami hanya bisa mendaki hingga Puncak Gilimantren.
Perjalanan dimulai dengan melewati beberapa rumah warga. Di perjalanan ini kami masih melihat kabut. Perjalanan lancar dengan sesekali berhenti untuk beristirahat. Sebelum kami tiba di puncak, kami menyempatkan untuk memakan perbekalan kami. Sambil menikmati pemandangan dan menghabiskan perbekalan kami, kami berbincang- bincang dengan warga sekitar yang sedang bekerja. Ternyata warga tersebut sebagaian adalah warga pendatang. Kami berbagi cerita serta pengalaman. Kami juga tidak lupa menyempatkan berfoto dan membuat video di sini. Setelah itu kami memutuskan untuk melanjutkan mendaki hingga puncak.
Kami kebingungan mencari Puncak Gilimantren, karena hanya terdapat tumbuhan di sekitar. Akhirnya teman saya memberanikan diri untuk masuk lebih dalam di antara tumbuhan tersebut dan menemukan Puncak Gilimantren. Kami memutuskan untuk ikut ke puncak tersebut. Karena terhalang oleh tumbuhan jadi perjalanan menuju puncak menurut saya cukup sulit. Setelah berhasil kami melihat palang bertuliskan Puncak Gilimantren. Kami sedikit kecewa karena kami tidak dapat melihat pemandangan dari puncak karena tertutup awan. Kami hanay dapat melihat pepohonan dan tumbuhan lain di sekitar kami. Setelah kami selesai berfoto, kami memutuskan untuk kembali ke basecamp. Jalur perjalanan pulang dan datang berbeda. Sudah tertera di peta yang kami bawa dari basecamp.Â
Setibanya di basecamp kami baru membayar tiket sebesar Rp 10.000.00; per orang. Tidak ada biaya parkir. Di basecamp kami memakan sisa bekal dan istirahat. Setelah bersiap- siap untuk pulang, akhirnya kami memutuskan untuk kembali pulanh ke Yogyakarta.
Sebaiknya sebelum mendaki cari informasi sebanyak-banyaknya mengenai gunung yang akan didaki. Mempersiapkan bekal dan keperluan lainnya. Pastikan fisik kuat untuk mendaki. Kalau bisa ajak teman yang sudah berpengalaman untuk mengurangi resiko hal-hal yang buruk. Pengalaman kami ini dapat menjadi informasi serta bahan evaluasi untuk para pendaki lainnya sebelum mendaki.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI