Mohon tunggu...
Naurah Salsabila
Naurah Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Walking in the starlight

Dulunya akun buat nugas, sekarang belum tau bakal nulis lagi atau enggak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pendengar Juga Bisa Lelah, Pendengar Juga Butuh Didengar

21 April 2021   15:34 Diperbarui: 22 April 2021   00:20 1880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai seorang teman, saya sering sekali dijadikan tempat untuk berkeluh kesah, menjadi tempat curhat, entah mereka membagi kebahagiaan, kesedihan, maupun ketakutan yang mereka alami. Dari sana, saya mendapatkan berbagai pengalaman yang mungkin enggak pernah saya alami sebelumnya.

Saya sendiri lebih nyaman untuk menjadi seorang pendengar daripada menjadi orang yang berbicara. Tapi bukan berarti saya hanya mendengar tanpa memberi respon. Terkadang ketika beberapa dari mereka meminta saran, saya akan menjadi pihak yang sangat cerewet. Tetapi ketika mereka hanya sekadar ingin bercerita, membagi beban yang mereka tanggung, mencoba lepas sejenak dari masalah yang mereka hadapi, maka sebisa mungkin saya mencoba untuk menjadi pendengar yang baik, mendengarkan apa yang ingin mereka katakan tanpa menyela sebelum mereka selesai.

Terkadang, ada kalanya saya tidak tahu harus memberi respon seperti apa ketika mereka sudah selesai bercerita. Itu karena, meskipun saya tahu apa yang sudah dialami, tahu mengenai betapa beratnya hal itu bagi mereka, tapi tetap saja saya sedang tidak berada dalam posisi yang sama dengan mereka, meskipun mengetahuinya, tetapi mungkin saya tidak akan pernah paham dan mengerti sepenuhnya akan perasaan yang mereka alami. Memang tidak semuanya menginginkan sebuah respon akan solusi dari masalah yang mereka hadapi, apalagi malah membandingkan hal-hal berat yang sudah dialami (itu adalah respon terburuk ketika seseorang sedang bercerita kepadamu, jangan dilakukan). Tapi saya tetap ingin memberikan suatu respon yang bisa membuat mereka merasa lebih baik. Meskipun saya masih sering ragu, apa saya sudah menjadi pendengar yang baik atau belum.

Ketika menjadi seorang pendengar, saya tidak bisa memahami hal yang mereka ceritakan hanya dengan sudut pandang yang saya miliki. Menjadi seorang pendengar membuat saya menjadi orang yang selalu melihat atau mendengar suatu hal dari berbagai perspektif agar dapat memahami mereka lebih baik lagi.

Ada yang membagi cerita sederhana seperti apa yang sudah dialami hari ini, ada yang membagi cerita mengenai betapa penatnya tugas yang harus mereka kerjakan, ada juga yang membagi cerita lucu mengenai apa yang mereka alami, atau bahkan membagi cerita mengenai orang yang mereka suka. Tetapi, terkadang mereka juga ada yang membagi cerita mengenai betapa lelahnya mereka menjalani kehidupan ini, betapa mereka ingin mencari kebahagiaan namun sepertinya itu hal yang sangat sulit diraih oleh mereka.

Saya masih remaja, dan tentunya kebanyakan teman saya juga memiliki rentang usia yang sama dengan saya. Bagi beberapa di antara kalian yang membaca ini mungkin akan bertanya-tanya "Memangnya apa yang sudah dialami oleh mereka sampai mereka memiliki pemikiran seperti itu? Mereka bahkan masih remaja dan belum memiliki banyak pengalaman pahit akan dunia ini." Jika ada di antara kalian yang berpikir seperti itu, sepertinya kalian harus mengganti pemikiran tersebut, karena kita sebagai manusia memiliki kehidupan yang berbeda-beda, kita menjalani kehidupan masing-masing, berat bagi kita belum tentu berat bagi orang lain juga kan? Tidak peduli dengan umur, status sosial, gender, atau hal lainnya. Jika itu berat bagi seseorang dan tidak bagi kamu, bukan berarti kamu dapat berpikir bahwa yang mereka alami itu bukan apa-apa. Berhenti membandingkan, kita tidak tahu apa saja yang sudah mereka jalani hingga masih bertahan sampai sejauh ini.

Tak jarang saya akhirnya dibuat khawatir oleh beberapa teman saya. Karena sesering apapun mereka membagikan ceritanya, sesering apapun saya memberikan kata-kata penyemangat, hal itu tetap tidak bisa menjadi solusinya.

Kurang bersyukur, kurang mendekatkan diri kepada Tuhan, dan banyak asumsi lainnya, tetapi hal itu tidak boleh dilakukan, asumsi-asumsi yang dibuat bisa saja hanya berdasar pada pandangan subjektif, dan hal itu bisa saja malah membuat mereka menjadi merasa lebih buruk.

Maka dari itu, kadang saya hanya mendengarkan tanpa menyela, atau berusaha memilah kata dengan hati-hati, memberikan kata-kata yang tidak akan menyakiti mereka.

Namun di lain sisi, ketika saya berusaha menjadi pendengar yang baik, ada kalanya saya juga lelah menjadi pendengar. Bukan berarti saya membenci atau tidak menyukai mereka yang sering membagikan keluh kesahnya kepada saya, justru terkadang saya senang karena mereka mau membagi bebannya kepada saya. Saya senang jika hal itu bisa membuat perasaan mereka menjadi lebih lega, meskipun hanya sedikit. Saya belum tentu bisa membantu mereka atau memberi saran yang tepat, maka dari itu saya berusaha menjadi pendengar yang baik bagi mereka.

Mungkin karena terlalu sering menjadi pendengar membuat saya lupa bahwa saya sendiri juga memiliki beban tersendiri, bahwa saya juga sesekali butuh didengar selain mendengarkan. Ada kalanya, ketika saya lelah, rasanya saya tidak mau mendengar apapun tentang cerita mereka, ingin sekali mengabaikan, namun saya tidak bisa.

Tetapi kata salah satu teman saya, dia mengatakan bahwa kita ini—manusia—tentunya memiliki limit tertentu yang enggak bisa diabaikan begitu saja. Jadi enggak ada yang salah kalau misalnya saya memang merasa lelah, karena saya juga butuh didengarkan. Teman saya bilang "Jangan memaksakan diri kamu untuk membuat orang lain merasa lega kalau kamu sendiri belum merasa begitu", mendengar hal itu membuat saya menyadari bahwa dibalik beban yang saya tanggung sendiri, ketika saya berusaha menjadi seorang pendengar yang baik bagi orang lain, tanpa sadar saya malah melupakan diri saya sendiri. Ketika saya berbuat baik bagi orang lain, saya juga perlu berbuat baik bagi diri saya sendiri. Enggak ada salahnya untuk menjauh sejenak dari hiruk pikuk kehidupan untuk istirahat ketika saya merasa lelah dan sudah mencapai batas yang saya miliki.

Saya juga masih manusia, saya juga memiliki limit. Begitu juga kamu yang mungkin sedang berada di batas tertentu dan sedang merasa lelah.

"Kalau sudah sampai titik itu, istirahat dulu. Untuk diri kamu sendiri. Untuk kebaikan kamu." — PP, 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun