Mohon tunggu...
Naufal Nabilludin
Naufal Nabilludin Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Ternyata mikir itu lebih susah dari pada dapet ranking

Selanjutnya

Tutup

Politik

Political Bias dalam Media Massa di Indonesia

22 November 2021   19:19 Diperbarui: 22 November 2021   19:51 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai mahasiswa ilmu komunikasi yang sangat minat dibidang kejurnalistikan, saya adalah penonton dan penikmat karya-karya watchdoc documentary sejak SMA. Salah satu karya yang saya suka dan ikuti adalah Ekpedisi Indonesia Biru. Sebuah perjalanan keliling Indonesia menggunakan sepeda motor untuk bisa merekam dan mendokumentasikan berbagai hal dan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Watchdoc menyajikan sebuah karya jurnalistik yang berbeda dari media yang lain, pengambil perspektif yang tidak banyak diambil oleh kebanyakan media dan menyajikannya dalam kemasan yang menarik.

Peran media massa sangatlah penting dalam kehidupan, karena pada dasarnya manusia tidak akan pernah lepas dari kebutuhan informasi. Media massa merupakan alat bantu utama dalam proses komunikasi massa. Media massa pada dasarnya berfungsi untuk sebuah agen stabilitas serta agen pembaharu dalam semua aspek, karena tujuan media sendiri adalah menjadi media penyeimbang serta memberikan pengaruh terhadap publik atas informasi yang disebarkan.

Sebuah media massa pasti mempunyai sebuah ideologi yang mendasarinya, agar sistem yang diterapakan bisa sesuai dengan tujuan. Independent dan objektif dua kata kunci yang menjadi dasar dalam kegiatan jurnalistik. Independensi yang mengusung objektivitas dan netralitas telah menjadi standar baku dalam dunia jurnalistik untuk menuntun kinerja mereka. Selain itu, objektivitas juga bertindak sebagai penanda bagi profesionalitas media (McQuail: 1992). Media yang profesional tentu akan menampilkan liputan-liputan media yang objektif dan netral sehingga memiliki tingkat independensi yang tinggi.

Namun pada realita yang terjadi media massa cenderung bias dan tidak menuliskan fakta dengan benar. Seperti yang disebutkan oleh Dandhy Laksono dalam video "Watchdoc, Jurnalisme, dan Hoax" setidaknya ada lima kecenderungan bias dalam media massa yaitu: bias daerah padat penduduk, bias urban, bias hiburan (entertainment), bias bisnis, dan bisa politik. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Mahpuddin, 2019, sebelum informasi disebarkan kepada publik, terdapat dua kepentingan utama, yakni kepentingan ekonomi (economic interest) serta kepentingan politik (politic interest).

Political bias atau politic interest dalam media massa inilah yang menurut saya menarik untuk dibahas dan dikaji lebih dalam dalam essai kali ini. Karena political bias menjadi hal yang dekat dengan media massa kita saat ini khusunya televisi. Beberapa pemilik perusahaan media massa di Indonesia juga adalah seorang politikus yang mempunyai kepentingan tertentu.

Pasca reformasi tahun 1998 banyak pihak yang mendirikan Perusahaan media massa karena ada kemudahan dalam mendirikannya. Namun hal itu berdampak pada independensi media massa, pasalnya media massa cenderung dijadikan sebagai alat meraih kekuasaan oleh pemilik modal. 

Media massa juga cenderung dijadikan alat kampanye baik untuk kepentingan sendiri maupun kelompok. Ketika kepentingan politik ini bercampur dengan media, maka isi media (media content) yang ditayangkan akan mengarah kepada kepentingan politik pemilik modal. Ini sejalan dengan pendapat William L. Rivers (2003) bahwa kebebasan pers yang berlaku di dunia adalah kebebasan pemilik pers (freedom for media owner). 

Jadi menurutnya tidak ada media yang netral karena media akan selalu berpihak kepada kepentingan pemiliknya. Para jurnalis atau wartawan akan terpasung independensi nya oleh kepentingan pemilik atau pemodal yaitu dengan menyelaraskan konten pemberitaan dengan visi, misi dan kebijakan redaksi tempat jurnalis bekerja.

Media massa dijadikan sebagai sarana agenda politik seseorang dalam meningkatkan kekuasaanya serta memperkuat posisinya dalam dunia politik. Berbagai strategi pun dibangun oleh setiap penguasa media demi memperebutkan puncak tertinggi kursi pimpinan, dan media massa menjadi alat untuk menyampaikan pesan mereka kepada publik (Saputra, 2013). 

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan media massa oleh satu pengurus partai politik yang ikut bertarung sudah menunjukkan kecenderungan untuk mendukung kegiatan partai politik yang diusung oleh pemiliknya. Pemberitaan yang disajikan oleh media massa lebih menekankan kegiatan pemilik media dan afiliasinya terlihat memiliki porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan pemberitaan saingan politiknya. Liputan-liputan politik di media akan menjadi bias, subyektif dan partisan, alih-alih obyektif atau tidak berpihak. Bias muncul karena realitas sebenarnya ditampilkan menjadi realitas media yang telah dikonstruksi oleh jurnalis saat membuat berita.

Di Indonesia sendiri banyak media massa yang pemilik nya adalah seorang politisi atau bahkan pendiri dan ketua umum sebuah partai politik yang jelas mempunyai kepentingan politik untuk dirinya atau kelompoknya (partai). Sebagai contoh Aburizal Bakrie, selaku pemilik Visi Media Asia, merupakan mantan Ketua Umum Partai Golkar. Pemilik Media Group, Surya Paloh, adalah pendiri sekaligus Ketua Umum Partai NasDem. Sedangkan Hary Tanoesoedibjo, pemilik MNC, merupakan Pendiri Partai Perindo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun