Dikebisuan malam, aku bertanya mungkinkah bintang dalam gelapmu berbeda dengan bintang pujaanku yang kusemaikan pada hamparan malam.
Akupun beranjak untuk menjelajahi getirnya badai di balik tirai kamarku menghujamkan peluru didalam kastil rindu yang terdalam.
Mencari kepingan lalu mengurutkan kembali menjadi menjadi titik -- titik cinta lalu menjelma gerimis mengurai kembali simpul -- simpul cerita yang masih kusut di wajahmu.
Bukankah aku hanya seorang pengembara fana dalam wajah lukisan yang Kau hias dari tangan-MU ?.
 Menikmati setiap goresan warna kuas indah-MU merayu manja untuk masih terus merenda dalam buaian belaka.
Ah, terlalu fana itu dan aku tidak mau terpaku lalu mati tak berharga untuk bintang yang aku puji dari rahim hati terdalam.
Hampir saja aku terjebak dalam tipuan waktu, terjerembab lalu di seret ke jurang yang tak mungkin aku aku kembali menuliskan lanjutan penggalan melodi hati ini.
Untung saja aku masih di sini menanti waktu mengalirkan lagi bulir-bulir cintanya untuk ku semaikan pada tanah yang sudah kau lukiskan dengan jemari-Mu.
Menantikan lagi gerimis menetesi hujannya dan aku masih disini.