Mohon tunggu...
Natania Valentine
Natania Valentine Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang mahasiswi

Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Kehilangan

3 Oktober 2020   07:06 Diperbarui: 3 Oktober 2020   07:28 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dok. pribadi

Mentari enggan menenggelamkan diri. Bersikekeuh tetap bersinar walau akan hari akan gelap. Awan hitam mengelilinginya, memberi dukungan untuknya. Telah hilang lembayung senja. Tak kuasa mentari menahan rasa, ia meneteskan air matanya dengan hujan lebat. Sama sepertiku, aku telah kehilangan lembayung senjaku. Ia pergi meninggalkanku di saat aku ingin menikmati indahnya senja. Aku tak kuasa menahan air mataku, sehingga aku menangis bersama sang mentari.

“Para penumpang, kereta akan tiba di Stasiun Tugu, Yogyakarta, dimohon para penumpang mempersiapkan diri.”

Aku segera mempersiapkan diriku, sudah lama tidak pulang ke kampung halamanku. Udara segar khas Yogyakarta dengan lantunan lagu keroncong jalanan, membuatku lebih tenang daripada kemarin. Aku tertuju pada sosok perempuan cantik berumur 50 tahun. Ia adalah ibukku. Sudah memasuki usia senja, namun tetap cantik seperti putri Raja. Ibu menjemputku dengan tangis haru bahagia serta pelukan yang sangat kurindu.

“Puji Tuhan, nduk, selamat sampai Jogja, ibu kangen, nduk,” ujar ibu sambil memelukku.

Aku merasakan hangat dan nyamannya pelukkan ibu, yang sudah tidak pernah kurasakan hampir 6 tahun. Air mataku mulai membasahi baju merah jambu milik ibu.

“Ibu, Ina kangen sama ibu,” ucapku sesenggukan.

“Iya nduk, sudah ayo pulang ke rumah, melepas rindu di rumah,” ajak ibu.

Aku menarik koperku dan menggendong ransel biru tua kesayanganku. Rasanya aku melintasi ruang dan waktu, sangat rindu dengan kota ini. Kota di mana aku ditempa menjadi perempuan hebat dan kuat, sama seperti ibuku. Perjalanan dari stasiun ke rumah ditempuh selama 45 menit. Tanpa sadar aku tertidur pulas di perjalanan. Ibu membangunkanku, ketika kami sudah sampai di rumah.

Bangunan khas Jawa, aroma kayu jati yang menenangkan hati. Ditambah lagi aroma makanan kesukaanku, gudeg. Sangat rindu semua akan Yogyakarta.

“Sore mbak Ina, bagaimana kabarnya? Sudah cantik sekarang,” sambut Pak Tono dengan riang.

“Sore pakdhe, puji Tuhan baik pakdhe, bagaimana dengan bapak? Masih suka mengamati dan mengoleksi kupu-kupu?” jawabku sambil memeluk Pak Tono.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun