Mohon tunggu...
Worklife

Sebuah Berkat di Cibinong

7 Mei 2019   18:08 Diperbarui: 7 Mei 2019   18:14 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi seorang banker merupakan sebuah profesi yang tak pernah terpikirkan oleh saya. Pembalap dan arsitek merupakan 2 cita-cita saya saat kecil. Selayaknya seorang anak kecil, cita-cita yang terpikirkan biasanya jauh dari rencana realisasi. Dengan polosnya, itulah cita-cita saya berdasarkan kesukaan saya terhadap menggambar dan mobil-mobilan.

Umur semakin bertambah dan akhirnya masa depan mulai terlihat semakin nyata. Saat saya SMP, cita-cita sebagai pembalap tidak pernah terpikirkan lagi. Sementara saya semakin tidak yakin dengan harapan saya untuk menjadi seorang arsitek setelah sedikit demi sedikit mengetahui biaya yang dibutuhkan dalam proses pendidikannya yang ternyata tidaklah sedikit. Memasuki masa SMA dan kuliah, saya tidak lagi memiliki jawaban pasti saat ditanya "apa cita-citamu?".

Singkat cerita, akhirnya saya berkuliah di jurusan Hubungan Internasional di salah satu Universitas di Kota Bandung. Saya berkesempatan untuk mendapatkan beberapa program magang di beberapa stasiun tv ternama pada semester akhir. Berbekal pengalaman magang yang cukup panjang, akhirnya saya mendapatkan cita-cita baru pada saat itu yaitu menjadi reporter berita. Tentu hal ini membuat saya merasa sangat lega karena akhirnya saya bisa meendapatkan sebuah tujuan atau target baru untuk masa depan saya.

Setelah saya berhasil menyelesaikan masa perkuliahan saya, perusahaan berita menjadi target utama. Berbekal pengalaman magang, dengan sangat aktif saya mendaftarkan diri ke beberapa media besar di Indonesia. Mulai dari psikotes biasa hingga casting reporter sudah pernah saya lalui. Dan ternyata dari serangkaian proses interview dan seleksi , tak ada 1 pun perusahaan berita yang akhirnya menerima saya. Kecewa, hancur dan bingung adalah apa yang paling saya rasakan pada saat itu. Pada salah saru titik terendahnya, saya sempat kembali mempertanyakan cita-cita saya.

Terlepas dari konsep kegagalan yang sempat menetap beberapa saat, saya menolak untuk menyerah terhadap masa depan saya. Saya mengumpulkan semangat dan kembali aktif mendaftarkan diri terhadap beberapa perusahaan media. Namun kali ini, saya turut membuka diri pada peluang baru dimana saya juga mencoba peruntungan lain selain di media berita. Dan siapa sangka, dari semua pintu kesempatan baru yang terbuka, ternyata saya berjodoh dengan OCBC NISP.

Senang? Sudah pasti!!!

Saya sangat bersyukur karena akhirnya saya bisa menata masa depan saya yang ternyata saya mulai dari OCBC. Namun pada awalnya saya sempat ragu karena perusahaan yang menerima saya justru adalah perusahaan dimana saya memiliki kelemahan pengetahuan dan pengalaman. Memang kami para peserta MDP diberikan class training selama 1 bulan. Namun hal tersebut tidak sepenuhnya menghapuskan keraguan saya. Saya berusaha untuk mendapatkan nilai terbaik pada setiap ujian. Namun saya kembali dihadapkan pada sebuah kenyataan yang menguji semangat dan keteguhan saya. Saya merupakan salah satu peserta dengan peringkat terburuk di kelas.

dokpri
dokpri
Saat saya memulai OJT di cabang, rasa ragu dan malu tidak jarang mengganggu pikiran saya. Namun ternyata Tuhan memang punya rencana atas penempatan saya di Cibinong. Saya ditenpatkan pada sebuah team yang luar biasa supportive. Di team ini, saya dipertemukan dengan Ibu Novita sebagai team leader, lalu Laurentia (Elsa), Munia (Mumun), dan Aftriani (Esti) sebagai senior saya di cabang.

Tuntutan pekerjaan yang saya hadapi memang merupakan hal yang sangat menantang bagi saya yang cenderung sangat pendiam dimana saya dituntut untuk bertemu dengan banyak orang. Namun setiap kesulitan dan tantangan dapat saya lalui dengan perlahan. Ibu Novita merupakan orang yang sangat tegas dalam membimbing team. 

Saya sangat bisa merasakan bahwa beliau berusaha untuk mengembangkan potensi saya dalam profesi ini. Namun 1 hal yang sangat saya kagumi dari beliau adalah caranya dalam mendidik saya. Ibu Novita tidak pernah meminta saya untuk menjadi orang lain. Ia meminta saya untuk dapat mengembangkan beberapa keahlian yang menjadi tuntutan dari profesi ini. Namun ia membebaskan saya untuk berkembang sesuai dengan keunikan dan cara saya sendiri. Saya merasa sangat diterima dan dihargai.

Selain itu ada Ka Elsa, Ka Mumun dan Ka Esti yang juga selalu membimbing saya. Sebagai seorang hunter, memang yang paling banyak mengajari saya adalah Ka Esti yang juga sangat sabar dalam mengajari saya. Ia sering kali mengajak saya ikut visit untuk membimbing saya bagaimana bersikap saat bertemu dengan nasabah. Kemudian ada Ka Mumun yang melihat kekurangan saya pada bagian keuangan. Ia mengajari saya bagaimana membaca laporan keuangan dan bagaimana membuat laporan keuangan secara sederhana. Lalu Ka Elsa yang juga sangat perhatian. Ka Elsa adalah senior saya yang entah mengapa sering membela saya jika terkadang saya ditegur oleh Ibu Novita. Pada masa awal OJT, ia bahkan pernah menuliskan saya sebuah catatan kecil yang berisi penjelasan bagaimana melakukan perpanjangan fasilitas kredit di Emerging.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun