Mohon tunggu...
Natalia Maloringan
Natalia Maloringan Mohon Tunggu... Editor - Pekerja Sosial Profesional

Telah menyelesaikan studi Sarjana Terapan Pekerjaan Sosial di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung pada 2017. Sekarang bekerja sebagai Pekerja Sosial Supervisor Program Keluarga Harapan di Kementrian Sosial dengan penempatan Kabupaten Bandung. Tahun 2019, memulai melanjutkan studi Magister Terapan Pekerjaan Sosial di Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung semester 2 dan tengah menganalisis teknologi-teknologi pekerjaan sosial yang bisa diupdate serta bisa dipergunakan. Pada Agustus nanti masuk pada semeter 3 dimana melakukan kajian dan pembelajaran untuk pengelolaan kebijakan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Efektivitas MPA Tingkatkan Angka Graduasi KPM PKH

17 Maret 2020   15:00 Diperbarui: 17 Maret 2020   15:16 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Method of Participatory Assessment (MPA) adalah salah satu metode penggalian masalah dalam pekerjaan sosial. Metode ini kemudian digunakan dalam Program Keluarga Harapan yang mulai diterapkan dibeberapa wilayah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kategori penerima PKH atau yang sering disebut KPM (Keluarga Penerima Manfaat) PKH dari golongan tidak mampu. Saya yakin beberapa wilayah telah melaksanakan MPA dengan standar berbeda, maka ijinkan saya untuk berbagi bagaimana pekerja sosial Supervisor di Kabupaten Bandung melaksanakan metode ini dengan tahapan sebagai berikut:

1. Brainstorming lebih dulu apa yang penerima PKH pahami soal siapa yang layak dan tidak layak menerima PKH. Diawali dengan definisi PKH merupakan program bantuan pemerintah bersyarat untuk keluarga kurang mampu. Syaratnya harus memiliki komponen PKH didalam keluarga yakni komponen kesehatan, pendidikan, disabilitas dan lanjut usia.

2. Setelah KPM PKH memahami bahwa yang menerima PKH hanya mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu dan memiliki komponen PKH, maka lanjut pada tahap bagaimana mengukur kelayakan dari 5 kategori. Kategori yang dimaksud adalah kondisi rumah, jumlah tanggungan, penghasilan keluarga, kepemilikan aset dan aksesibilitas terhadap fasilitas pendidikan dan kesehatan. Penekannya pada tahap ini dimana penjelasan yang diberikan harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan disekitar KPM PKH itu berada, maka penjelasan ditiap desa bahkan kelompok PKH pasti ada perbedaan.

3. Dijelaskan pula bahwa sebagai Program Prioritas Nasional PKH akan diawasi oleh banyak pihak termasuk tetangga KPM tersebut. Maka peranan pemerintah setempat menjadi cukup penting untuk mengawasi ketepatan penerima PKH.

4. Kesadaran untuk melapor dan dilaporkan, karena PKH diawasi banyak pihak maka KPM PKH harus menyadari bahwa mereka sangat mungkin dilaporkan dan melaporkan. KPM PKH bisa dilaporkan oleh pihak mana pun bila diketahui sudah tidak lagi layak menerima bantuan. Karena menilai layak dan tidak layaknya seseorang paling mudah dilihat dari sekelilingnya, ada perubahan kehidupan perekonomiannya saja sudah merupakan indikasi untuk dilaporkan pada Pendamping PKH, Pemerintahan setempat dan Dinas Sosial.  

Keadaan melaporkan bisa mengenai 2 hal yakni melaporkan dirinya sendiri sudah tidak layak dan ingin keluar dari PKH yang kemudian disebut graduasi mandiri atau graduasi berdikari dan bisa juga melaporkan orang lain yang ia ketahui sudah tidak layak menerima PKH.

5. Proses MPA dalam pekerjaan sosial dilaksanakan. Dengan memberikan masing-masing KPM PKH 2 kertas dan pulpen, kemudian meminta mereka menuliskan dimasing-masing kertas kategori Layak Menerima PKH dan Tidak Layak Menerima PKH. Kemudian pandulah kelompok KPM tersebut menjadi 5 kelompok. 

Kelompok pertama menulis tentang kategori layak dan tidak layak menerima PKH dilihat dari kondisi rumah, perlu menjadi catatan pendamping bahwa kondisi rumah yang dituliskan KPM PKH adalah kondisi yang paling mungkin terjadi diantara mereka contohnya tuliskan atap berlubang atau genteng kualitas rendah untuk kategori layak menerima PKH bukan dituliskan beratap rumbia karena diwilayah Kabupaten Bandung tidak ada yang beratap seperti itu. Kemudian pada kategori tidak layak kondisi rumah berlantai keramik karena kebanyakan KPM masih hanya di pelur (dibaca disemen saja) bukan ditulis punya rumah mewah dan luas karena pada dasarnya diantara mereka tidak memiliki rumah mewah dan luas. 

Kelompok kedua menulis tentang kategori layak dan tidak layak menerima PKH dilihat dari jumlah tanggungan. Pada kelompok kedua yang menjadi perlu perhatian adalah pemahaman KPM PKH mengenai apa itu tanggungan. Tanggungan dihitung dari mereka yang masih dibiayai kebutuhannya dari penghasilan kepala keluarga. Jadi bila ada didalam satu rumah tapi ada anggota keluarga yang sudah bekerja maka sudah tidak dihitung. 

Kemudian perhatian juga difokuskan pada pemahaman bahwa sejumlah uang akan berbeda penggunaannya untuk tiap keluarga. Misalkan satu keluarga terdiri dari ayah, ibu dan 1 anak balita memiliki penghasilan 1 juta dibandingkan dengan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 anak dewasa SMA kelas 3 dan 2. Penghasilan 1 juta mungkin akan cukup menghidupi anak balita tapi belum tentu mencukupi anak SMA. Namun, keberlangsungan hidupnya lebih panjang untuk anak balita karena anak SMA ada yang akan lulus. Pemahaman ini harus dibangun pendamping pada KPM dampingannya.  

Kelompok ketiga menulis tentang kategori layak dan tidak layak menerima PKH dilihat dari penghasilan keluarga, banyak KPM yang berpikir penghasilan yang dihitung hanya penghasilan suami padahal penghasilan keluarga termasuk diantaranya penghasilan istri. Maka yang harus diperhatikan jumlah penghasilan masing-masing keluarga dan tentukanlah menurut KPM batasan minimal penghasilan keluarga yang layak menerima PKH mulai dari penghasilan per hari, per minggu dan per bulan. Biarkan KPM yang mengukur diri mereka sendiri dan orang-orang disekitarnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun