Mohon tunggu...
Nasrun Aminullah Muchtar
Nasrun Aminullah Muchtar Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Muballigh Jemaat Ahmadiyah Indonesia

"Ketika tiba saatnya nanti Rabb-ku memanggilku, aku ingin dalam keadaan sedang mencintai-Nya yang sedalam-dalamnya"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Keyakinan, Akal, dan Pengadilan Akhirat

16 Desember 2020   16:02 Diperbarui: 16 Desember 2020   16:11 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Yaumil Mahsyar (Sumber: Pinterest)

Dalam sebuah sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam dikatakan bahwa orangtua berpotensi menentukan apakah seorang anaknya akan beragama Islam, Kristen atau Majusi.Pernyataan tersebut secara umum ingin menunjukkan bahwa sebagian besar orang akan berkeyakinan sesuai dengan keyakinan orang tuanya. Istilah singkatnya agama keturunan.

Terlepas dari apapun keyakinannya, seseorang yang dilahirkan dari orangtua yang suka mencaci maki, maka ia akan merefleksikan kepada anaknya kebiasaan untuk mencaci maki. Orangtua yang mencontohkan perilaku santun, maka anaknyapun akan meniru perilaku santun.

Disini bukan untuk membahas masalah keyakinan agama apa yang paling benar? Karena setiap orang pasti akan merasa bahwa keyakinan agamanya masing-masinglah yang paling benar. Karena saya menganut agama Islam, maka titik sudut pandang saya dari agama Islam.

Berdasarkan kajian saya, secara umum semua agama mengajarkan umatnya untuk berbuat kebaikan, hal ini tercermin dari setiap ayat-ayat yang kita dapati dalam semua Kitab Suci Samawi.

Yang sangat penting daripada sekedar sebuah keyakinan adalah perilakunya atau akhlak. Karena agama itu hanya merupakan sebuah sarana kendaraan untuk menuju kepada Tuhan. Dan tujuan diutusnya setiap Utusan-Nya ke dunia ini adalah sebagai pembimbing untuk memperbaiki akhlak umat manusia.

Dalam kehidupan, selain pengaruh dari orangtua, lingkungan juga berperan besar membentuk watak dan keyakinan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak yang hidup di lingkungan penggosip cenderung akan menjadi penggosip.

Seorang anak tinggal di lingkungan yang suka mengajarkan tentang paham kekerasan maka ia akan mempraktekkan ajaran yang ia dapatkan. Seseorang yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang otoriter cenderung akan menjadi otoriter pada masa dewasa.

Sebaliknya seseorang yang dibesarkan dalam sebuah keluarga yang demokratis cenderung akan menjadi seorang demokratis. Seseorang yang hidup di lingkungan agamis, maka ia cenderung berprilaku agamis.

Inilah makna ungkapan kalimat dari Dorothy Law yang menyatakan "children learn what they see and live".

Contoh-contoh di atas hanya untuk menunjukkan betapa dahsyatnya pengaruh orang tua dan lingkungan terhadap keyakinan seseorang. Kecuali seiring berjalannya waktu, sesorang bisa saja berubah sudut pandangnya karena banyak belajar dari perjalanan kehidupan, sehingga ia menjadi orang yang berpengetahuan luas dan bersikap dewasa dalam menyikapi segala sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun