Mohon tunggu...
BaksoLahar Nasrulloh
BaksoLahar Nasrulloh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Owner Bakso Lahar, Channel Youtube Dengerin Hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Intelegensi, Sumber Kreativitas dan Ilmu?

11 Mei 2021   20:46 Diperbarui: 11 Mei 2021   20:56 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Berfikir kreatif, apakah bersumber dari intelegensi yang tinggi? Dari kecerdasan yang cemerlang? Dari mereka yang sekolah tinggi? Dari para ilmuwan yang mumpuni? Berfikir kreatif itu sangat sederhana. Dia bersumber dari hati yang jernih dan bersih.

Perbanyak berdzikir. Hindari kemaksiatan. Tautkan hati pada Allah. Panjatkan doa tanpa henti. Inilah sumber kecemerlangan hati dan akal. Lalu, bagaimana mengubahnya menjadi energi kreatifitas dan inovasi? Bagaimana mengubahnya menjadi lautan ilmu?

Syafrudin Prawiranegara, Presiden RI di era darurat, di tahun 1982 memberikan pidatonya di Masjid Salman ITB. Dia memaparkan bagaimana energi kreatifitas dan inovasi berkembang pada diri seseorang? Bagaimana jiwa seseorang menjadi lautan ilmu? Kuncinya miliki semangat untuk memberikan kemanfaatan kepada umat manusia.

Ide dan kreatifitas itu harus didorong dan dimunculkan. Dia tidak hadir dengan tiba-tiba. Dia bukan sesuatu yang muncul dari langit seketika. Tetapi dari niat ikhlas dan kuat untuk berbuat baik bagi kemanusiaan dan peradaban. Menurut Anis Matta, inovasi itu muncul dari penasaran dan keberanian untuk merealisasikan rasa penasarannya. Jadi kreatifitas itu muncul dari dorongan hati dan karakter, bukan intelegensi yang brilian semata. Apa gunanya intelegensi yang brilian bila tidak digunakan untuk berfikir?

Manusia tidak akan mencapai inovasi yang luar biasa dan ilmu yang luas dengan bermaksiat dan berorientasi cinta dunia. Maksiat dan cinta dunia akan berakhir pada ketertipun, bersenang-senang, dan kelalaian akan kenikmatan. Bisa jadi kreatifitas dan berilmu di awal, namun akhirnya bebal dengan himpitan hawa nafsu. Akal tak bisa digunakan untuk berfikir terobosan. Akalnya stagnan dan mandek bila hatinya diliputi hawa nafsu.

Menurut Syarifuddin Prawiranegara, umat Islam adalah mayoritas namun bermental minoritas, disebabkan hilang ketakwaan. Hilangnya ruh jihad dan jatuh pada cinta dunia yang menyebabkan sumber kelemahan dan ketakutan. Hilangnya cinta dunia, membuat hidupnya berorientasi pada membangun umat. Kuatnya jihad, membuat segala upaya dilakukan dengan energi maksimal. Adakah yang bisa menghentikan arus kreatifitas dan ilmu bila bermental seperti ini?

Channel Youtube Dengerin Hati

Nasrulloh Baksolahar 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun