Mohon tunggu...
BaksoLahar Nasrulloh
BaksoLahar Nasrulloh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Owner Bakso Lahar, Channel Youtube Dengerin Hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikmati Berita dari Sudut Keilmuan

12 Agustus 2018   19:29 Diperbarui: 12 Agustus 2018   19:51 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menikmati hiruk pikuk berita saat ini dengan merangkaikan bersama peristiwa sebelumnya. Bagiku seperti menikmati perhelatan buku-buku sejarah. Bukankah hari kemarin, bagian catatan sejarah pula?

Aku ingat buku sejarah karya sejarawan dari Universitas Padjadjaran yang memasukkan Aksi 212 bagian sejarah perjuangan umat Islam di Indonesia. Padahal kejadiannya belum lama, Bukan?

Satu peristiwa, satu berita adalah rangkaian berita sebelumnya. Satu berita hanya satu penggalan kisah semata. Bila mampu merangkaikannya, kita menemukan ketakjuban bagaimana Allah mendesain perjalanan kehidupan ini.

Kita akan menemukan hukum kehidupan yang tersirat. Kita menemukan prinsip kehidupan yang bisa dipelajari. Kita menemukan kebijaksanaan dan ilmu bila mampu menemukan benang merah dan keteraturannya.

Bukankah ilmu pengetahuan buah dari riset beragam kejadian yang tidak terpola padahal sebenarnya terpola dari sudut metodelogi ilmiah? Mengapa kita tidak menjadi hiruk-pikuk berita dengan kacamata riset lalu disandingkan dengan metodelogi ilmiah?

Saya kadang mendengarkan kajian pakar Manjemen Rhenald Kasali. Isinya hanya melihat beragam kejadian bisnis, lalu ditemukan basic dan prinsipnya maka jadilah ia seorang pakar? Coba membaca buku Rhenald Kasali, Isinya memaparkan apa yang telah terjadi dan apa yang telah dilakukan?

Coba membaca ilmu-ilmu sosial hingga eksakta, semua berasal dari pengamatan sebuah peristiwa. Lalu ditemukan keteraturannya. Maka jadilah ilmu pengetahuan.  Setiap orang bisa melakukannya.  Hanya tinggal melihat, mendengar, direnungkan dan dipikirkan. Jadi untuk menjadi orang sepandai Doktor dan Profesor tidak harus sekolah tinggi, cukup mendayagunakan panca indra, hati dan akal saja?

Bukankah banyak ditemukan bergelar Profesor dan Doktor tapi tak sekolah tinggi? Tidak bergelar Profesor Doktor tapi ilmunya menyamai mereka? Jadi setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki keluasan berfikir dan kebijakan. Kuncinya, berdayakan panca indra, hati dan akal. Yang Utama memohon selalu petunjuk Allah.

Yang menjadi keanehan besar, mengapa kita mendiamkan dan mempetieskan panca indra, hati dan akal? Inilah persoalan terbesarnya. Mengapa semua berita dibiarkan berlalu tanpa direbut hikmah dan rangkaian ilmu pengetahuannya?

Dari rangkaian berita banyak orang menjadi pakar sejarah, pakar ilmu sosial, pakar politik, pakar krominalogi dan masih banyak lagi. Namun mengapa justru kita larut dalam hiruk pikuk berita yang tak karuan? Ambilah semua dari kacamata riset dan observasi.

Jadi nikmatilah hiruk pikuk berita. Nikmatilah dari sudut ilmu sejarah, sosial dan eksakta. Tanpa disadari kita telah menjadi pakar dalam keilmuan tertentu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun