Mendengar debat ILC soal Freeport sangat seru walau sudah terlambat. Tinggal publik yang menilai. Politik mengajarkan lapang dada dan beragumentasi. Jadi tidak perlu pusing dengan beragam pendapat. Silahkan berbeda, setelah itu ngopi bareng. Itu kebaikan berpolitik. Panas diluar, sejuk dipikiran dan hati.
Yang jadi masalah dalam politik, bila berjiwa sempit. Beradu argumetasi dianggap marah-marah. Lalu tidak berteman, dan tidak ngomong lagi. Politik mengajarkan tetap bekerja ditengah riuh rendahnya beragam pendapat. Inilah politikus kawakan.
Politik mengajarkan tetap fokus berkarya ditengah tepukan dan celaan. Tepukan bukan tanda keberhasilan. Celaan bukan tanda kegagalan. Kegagalan bila karya kita menghancurkan rakyat. Keberhasilan bisa mensejahterakan rakyat. Bukan pendapat di media dan medsos.
Politik mengajarkan kedewasaan. Memahami keberagaman. Fokus ditengah hujatan. Intropeksi di tengah sanjungan. Bukan mengotak-ngotakan musuh dan teman berdasarkan pendapatnya. Dalam politik semua kawan. Yang mengotak-ngotakan menjadi lawan dan musuh, hanya mereka yang dangkal pemikirannya.
Abu Bakar terus bekerja dalam sanjungan dan kritikan. Para Sahabat mempertanyakan keputusannya memerangi mereka yang memisahkan zakat dan shalat. Mempertanyakan pengangkatan Usamah bin Zaid Yang belia, padahal banyak Sahabat yang senior. Mempertanyakan pengiriman pasukan ke Romawi, padahal dalam negri tidak sedang kacau dengan kaum yang murtad dan nabi palsu. Abu Bakar terus bekerja dengan keyakinan dan kepahamannya. Bekerja dengan firiasatnya.
Abu Bakar dikritik tentang pengangkatan Umar Bin Khatab sebagai penggantinya. Karena Umar sangat keras dan idealis dalam semua keputusannya. Abu Bakar terus melangkah dengan keyakinan, kepahaman dan firasatnya.
Umar bin Khatab yang tegas. Menghancurkan semua peluang yang akan berbuat keburukan. Mencabut semua gaya hidup pejabat yang bisa terjerumus pada cinta harta dan jabatan. Menyeleksi pejabat dengan sangat detail dan ketat. Banyak yang mengkritik kebijakannya yang sangat ketat. Namun Umar terus bergerak dengan keyakinan, kepahaman dan firasatnya.
Utsman bersifat longar. Karena dunia itu mubah, asal tidak haram mengapa harus dilarang? Banyak yang mengkritik Utsman bersifat Nepotisme. Padahal pejabat yang ada hampir seluruh pejabat yang diangkat oleh Umar. Fitnah merebak. Utsman mengajak berdialog. Saat pemberontak mengepungnya, Utsman meminta jangan ada kontak senjata. Utsman lebih baik terbunuh dibandingkan terjadi pertempuran. Utsman bin Affan bekerja dengan keyakinan, kepahaman dan firasatnya.
Ali bin Abi Thalib hadir diera yang penuh kekacauan. Harus tercipta stabilitas kondisi sebelum melakukan banyak hal. Namun yang lainnya memintanya untuk mendahulukan perkara hukuman pada para pembunuh Utsman. Ali tetap teguh dengan keyakinan, kepahaman dan firasatnya.
Ali terus mencoba menciptakan  stabilitas. Dengan menghindari kontak senjata namun pertempuran tak bisa dihindarkan karena banyaknya penumpang gelap. Perjanjian damai pun dibuat, namun kaum Khawarij menuduh Ali sudah kafir dengan langkah tersebut. Ali bin Abi Thalib terus melangkah dengan keyakinan, kepahaman dan firasatnya.
Hasan bin Ali  paham tapuk kepemimpinan bukan lagi miliknya. Begitulah sabda Kakeknya, Rasulullah saw. Walau dibelakangnya ada 10.000 pasukan yang siap berjuang bersamanya. Namun persatuan lebih penting daripada perpecahan. Diserahkannya posisi Khalifah pada Muawiyah dengan sebuah perjanjian untuk menegakkan sistem Khalifatur Rasyidin. Walau peringgi, pasukan dan rakyatnya tidak setuju Hasan bin Ali tetap melangkah sesuai dengan keyakinan, kepahaman dan firasatnya.